Rabu, 24 Juli 2013

Galau Pasti Berlalu



Halo dunia blog, lama tak jumpa nih. Mungkin pada bertanya-tanya saya lagi kemana nih?? (hehe, ge er tingkat dewa). Saya gak kemana-mana, Alhamdulillah masih hidup, masih diatas bumi, dan masih di kota Jakarta dan sekitarnya, walaupun sekarang lebih banyak menetap di sekitarnya sih. Setahun belakangan ini saya hampir benar-benar vakum dari dunia blog, tentunya karena kesibukan baru sebagai seorang dokter gigi, suami, dan baru saja menjadi ayah.

Pada postingan kali ini, saya tergelitik (entah siapa yang menggelitik) untuk membahas sebuah fenomena unik yang terjadi di masyarakat, khususnya di kalangan kawula muda, yakni “galau.”

Dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI), galau merupakan sebuah adjektiva/ kata sifat yang berarti: sibuk beramai-ramai; ramai sekali; kacau tidak keruan (pikiran), mungkin definisi yang kedua yang lebih mendekati makna galau yang sedang trend saat ini. Pemakaian kata galau sebenarnya sangat luas, namun yang terjadi sekarang menurut saya adalah sebuah penyempitan makna. Kebanyakan (tentunya tidak semua) anak muda sekarang memaknai galau lebih pada masalah percintaan dengan lawan jenis. Bercermin dengan pengalaman pribadi dan pengalaman orang lain, hipotesis saya mengatkan bahwa kegalauan macam ini hanya menyerang orang-orang single alias jomblo atau orang-orang yang belum menikah, atau orang-orang yang udah ngebet nikah, dan sejenisnya. Beberapa teman sebelum menikah sangat terlihat galaunya. Hal ini bisa dilihat dari status BBM, FB, tweet-nya, atau omongannya sehari-hari, dan sorry to say, sepertinya saya juga mengalaminya dulu -_____-. 


Tapii..seperti judulnya, galau itu pasti berlalu. Setelah menikah, rasanya kegalauan dan hasrat ingin galau sirna begitu saja. Saya juga memerhatikan ini terjadi pada banyak orang. Mungkinkah galau itu sebuah penyakit kejiwaan? Tapi ada juga lho yang udah nikah masih tetep aja galau, masih ngeluh di socmed masalah rumah tangganya. Contoh nih ya, ada seorang kenalan yang udah nikah, nulis status BBM: ”Seandainya putus pernikahan semudah putus pacaran.” Please deh, mau segede apapun masalah lo ga perlu dikasi tau ke semua orang kali. Ckckck…mungkin tipe orang yang kayak gini perlu dirujuk ke psikiater atau terapis kejiwaan. Yaah, tapi ini hanya sebagian kecil aja sih.

Jadi, secara garis besar, penyakit “galau” itu dapat menyerang 3 kelompok orang, yakni:
1.      Jomblo
2.      Orang yang belum nikah dan ngebet pengen nikah
3.      Orang yang udah menikah tapi punya “masalah” kejiwaan

Dua kelompok pertama adalah yang paling tinggi populasi galaunya, hehe.

Jadi intinya adalah: menikah bisa menghilangkan kegalauan..So, untuk para galauers, menikahlah.. :p

PS:
-          Saya bukan pakar psikologi atau sosiologi, ini hanya pendapat amatir.
-          Dilarang keras menjadikan tulisan ini sebagai bahan referensi ilmiah, seperti skripsi, tesis, atau disertasi.
-          Sekian dan terima kasih