Kamis, 02 April 2009

Ketika cinta harus diam

“Cinta tak hanya diam…”

Ketika mendengar syair lagu milik grup band Padi tersebut (astaghfirullah, teringat masa-masa jahiliyah, saat masih ngeband), kebanyakan orang mungkin berpikir bahwa perasaan cinta harus diungkapkan. Termasuk saya, yang dulunya juga berpikir seperti itu. Tapi malam ini saya benar-benar merasa ditampar oleh argumen ini. Baru saya sadari kalau pernyataan ini tidak sepenuhnya benar. Kenapa?
Begini ceritanya:

Sebelumnya saya ingin mengucapkan Maha Suci Allah yang memberikan cinta di hati setiap insan, termasuk saya dan jutaan orang di seluruh jagat raya ini. Inti permasalahan disini adalah manajemen perasaan. Bagaimana seorang muslim harus menyalurkan perasaan cintanya kepada lawan jenis. Sebenarnya islam telah memberi solusi untuk hal ini dengan menikah, dan bagi yang belum mampu, hendaknya berpuasa. Bukannya dengan berpacaran. Karena pacaran pada dasarnya memiliki banyak mudharat, bla…bla…bla…(saya nggak mau ngebahas pacaran, soalnya udah jelas kan?). Namun masalahnya, bagaimana jika kita memiliki perasaan cinta kepada lawan jenis, kita nggak mau pacaran, dan kita juga belum mampu nikah, tapi kita ingin banget ngungkapin perasaan itu ke dia. Gimana solusinya? Boleh nggak kita ngungkapinnya?
Kebanyakan orang mungkin akan menjawab boleh aja lah, kan cuma ngungkapin doang.

Yah, sepintas sih saya juga setuju dengan argumen ini. Tapi…masih ada hal yang perlu kita perhatikan.
Hmm, sebenarnya ini hasil diskusi saya dengan salah seorang partner akhwat yang luar biasa. Eits, jangan su’udzan dulu, saya diskusinya pake perantara media kok, nggak berkhalwat. Tenang aja. Berikut ini beberapa poin yang saya tarik dari diskusi tersebut:

Jadi, ngungkapin perasaan itu pada dasarnya hampir sama mudharatnya dengan pacaran. Lho kok? Gini loh, seandainya kita ngungkapin perasaan itu, truz orang yang kita cintai itu ternyata gak punya perasaan yang sama dengan kita, mendingan lah ya, paling-paling salah satunya bakalan sakit hati, kecewa, stress, dll. Nah, tapi gimana kalo ternyata dia mempuyai perasaan yang sama? Pasti butuh kelanjutan kan? Walaupun itu bukan pacaran, tapi apa bedanya? Cuma beda nama doang. Biasanya sih dikenal dengan HTS (Hubungan Tanpa Status). Yupz, ini sama aja parahnya dengan pacaran, bahkan lebih parah, soalnya orang yang ngejalaninnya terkesan munafik. Gak mau pacaran, tapi menyerupai orang pacaran.

Okelah, saya gak mau terlalu panjang berargumen, tapi saya pengen ngasih solusi untuk permasalahan diatas, Insya Allah bisa menyelamatkan kita. Gini loh, pada dasarnya yang namanya perasaan cinta itu adalah fitrah yang dianugerahkan Allah kepada semua manusia, nah, jadi memiliki perasaan kepada lawan jenis adalah 100% wajar, namun yang menjadi masalah adalah bagaimana kita menyalurkan perasaan itu. Solusi yang saya tawarin adalah: titipkanlah dia pada Allah. Jika titipan itu memang untuk kita, Allah pasti akan mengembalikannya. Ngungkapin perasaan ke dia bukanlah solusi yang tepat. Malah akan semakin memperkeruh hati kita dari mengingat Allah. Yang terpenting adalah kita mencintai dia karena Allah. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

“Ada tiga hal, jika seseorang berada di dalamnya, niscaya ia akan merasakan manisnya iman: Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari selain keduanya; tidaklah ia mencintai seseorang kecuali karena Allah; dan ia takut kembali kepada kekufuran, setelah Allah menyelamatkannya daripadanya, sebagaimana ia takut dilemparkan ke api neraka” (HR.Bukhari dan Muslim)

Manisnya iman bo’…semanis-manisnya gula, saya yakin manisnya iman itu jauh lebih nikmat. Dan ingat, cinta Allah hanya untuk orang-orang yang saling mencintai karena-Nya. Kalo kita emang mencintai dia karena Allah, maka titipkanlah ia kepada Allah. Gak pantas dong, masa kita mencintai karena Allah, tapi melakukan sesuatu yang dibenci Allah pada orang yang kita cintai itu. Yakin deh, Allah akan memberikan yang terbaik untuk kita. Kalo emang dia jodoh kita ya Alhamdulillah, tapi kalo nggak, pasti Allah udah nyiapin yang jauh lebih baik dari dia.

Tapi bukan berarti kita sama sekali gak akan ngungkapin perasaan kita. Ungkapkanlah perasaan itu ketika kita sudah siap untuk membangun bahtera rumah tangga alias menikah. Itu akan jauuuuuuh lebih mulia, dan jauh lebih menjaga kehormatan kita. So, cinta emang seharusnya diam, sampa tiba waktunya. Dan ingatlah untuk selalu berdoa. Kalo saya sih udah punya doa yang mak-nyus, yakni puisi saya yang judulnya “doa untuk cinta.” Saya juga masih yakin kalo kekuatan cinta itu lahir dari kekuatan hati, maka jagalah hati, terangilah ia dengan cahaya Ilahi, insya Allah ia kita akan membawa kita menuju cinta sejati, cinta yang syar’i, cinta yang diridhai Allah.

Hmm…ngomong-ngomong, emang gak enak sih mendem perasaan, tapi saya yakin itu jauh lebih baik dibanding mudharat yang ditimbulkan kalo kita ngungkapinnya sebelum waktunya.

salah seorang ulama berkata:
"bersabar untuk menahan diri dari syahwat adalah lebih mudah daripada bersabar ketika mendapatkan akibat dari syahwat (adzab jika maksiat dikerjakan)"

Semua orang punya potensi, so, asah dan gunakan potensi yang kita miliki untuk mengalihkan perasaan kita. Daripada capek mikirin perasaan yang tak terbendung, mending kita beribadah, zikrullah, zikrul maut, baca, nulis, belajar, dan banyak hal-hal positif lain yang bisa kita lakukan.
Ingat! Laki-laki yang baik hanya untuk perempuan yang baik, begitu pula sebaliknya. Jadi perbaikilah diri kita, insya Allah akan diberikan pasangan yang baik pula.

Yang terakhir, buat kamu yang aku cintai (Permasuriku, Bidadari kecilku), yah, kamu, yang lagi baca blogs ini, aku yakin banget kamu baca blog ini. Haha…jangan ge-er lah, sampe senyum-senyum sendiri kayak gitu, lucu banget deh. Aku pengen bilang:
“Demi Allah, aku mencintaimu…Tunggu lamaranku As Soon As Possible. Sampai saat itu tiba, aku cuma bisa menitipkanmu pada Allah. Aku yakin bisa menjaga kamu, bisa menjadi imam kamu di dunia dan akhirat, bisa menjadi pembimbing kamu, bisa menjadi partner sejati untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah untuk mendapatkan ridha Allah menuju surga-Nya.”

“Dan jangan pernah bertanya kenapa aku mencintaimu, karena cinta itu seperti angin, tak terlihat, namun kita rasakan, dan kita yakin akan keberadaannya, walau tak seorang pun bisa menggambarkan bagaimana rupa angin. Seperti itulah cinta.”
Akhir kata, syukron katsiran buat partner diskusi saya malam ini. Malam ini penuh inspirasi, saya kembali sadar, saya belajar banyak, saya merasa bangkit dari hibernasi panjang, dan saya merasa menemukan sebuah jawaban yang selama ini saya cari. Yaah…itu dia. Terima kasih ya Allah.

Subhanallah…
Alhamdulillah…
Allahu Akbar…

“Ketika cinta harus diam, Allah yang berbicara, tentang kebenaran, tentang kemuliaan hati, dan pasangan jiwa sejati”

Jakarta, 11 April 2008
01.51

modified:
Jakarta, 2 April 2009
22.18