Rabu, 15 Oktober 2008

Muslim Ideal, Siapakah?

Bicara mengenai muslim yang ideal, tentunya tidak ada sosok yang paling pantas untuk menyandangnya selain Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam. Sang pembawa risalah kebenaran dan keselamatan, yakni Al-Islam. Maka sudah sepantasnya kita untuk Ittiba’ kepada beliau, yakni dengan berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang merupakan petunjuk utama yang beliau bawa.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu…” (QS.Al-Ahzab:21)



”Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (QS.AL-Hasyr:7)

"Kemudian jika kamu berselisih tentang sesuatu, maka kembali-kanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (An-Nisaa': 59)

"Aku tinggalkan padamu dua perkara yang kalian tidak akan tersesat apabila (berpegang teguh) kepada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku. Tidak akan bercerai-berai sehingga keduanya menghantarku ke telaga (Surga)." (Di-shahih-kan Al-Albani dalam kitab Shahihul Jami)

Sosok lain yang tidak boleh kita lupakan adalah para sahabat radiallahu ‘anhum. Mereka adalah orang-orang yang paling mengetahui ilmu syar’i setelah Rasulullah, dan diantara mereka telah dipastikan masuk surga, sehingga tidak heran jika Rasulullah tidak hanya menyuruh kita untuk mengikuti sunnahnya, tapi juga sunnah para sahabat, sebagaimana Rasulullah bersabda:

"Saya memberi wasiat kepadamu agar tetap bertaqwa kepada Alloh yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia, tetap mendengar dan ta'at walaupun yang memerintahmu seorang hamba sahaya (budak). Sesungguhnya barangsiapa diantara kalian masih hidup niscaya bakal menyaksikan banyak perselisihan. karena itu berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang lurus (mendapat petunjuk) dan berpeganglah kamu dengan kepada sunnah-sunnah itu dengan kuat. Dan jauhilah olehmu hal-hal baru karena sesungguhnya semua bid'ah itu sesat." (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi, Hadits Hasan Shahih )


Selain itu, para sahabat, beserta tabi’in (murid para sahabat), dan tabi’ut tabi’in (murid para tabi’in), telah diklaim oleh Rasulullah sebagai generasi terbaik dari ummat islam.

Dari Imran bin Hushain: ia berkata:Bahwa Rasulullah bersabda: Sesungguhnya orang yang terbaik di antara kamu ialah yang hidup pada zaman kurunku (sahabat), kemudian orang-orang yang hidup sesudah kurunku (tabiin), kemudian orang-orang yang hidup sesudah mereka (tabiit tabiin), kemudian orang-orang yang hidup sesudah mereka. (HR.MUSLIM)

Mereka adalah generasi saleh terdahulu (salafussaleh), yang memiliki pemahaman yang sangat mendalam terhadap ilmu agama, sehingga alangkah baiknya bagi kita untuk menyandarkan pemahaman kita dalam beragama pada mereka. Generasi islam yang telah diklaim terbaik oleh Rasulullah, tidak mungkin memiliki pemahaman yang salah lagi menyesatkan.

Ulama pewaris para Nabi

Setelah generasi salafussaleh, maka siapakah yang mewarisi ilmu agama yang hakiki? Merekalah para ulama. Orang-orang yang memahami ilmu syar’i dan sangat takut kepada Allah. Begitu mulianya kedudukan ulama dalam islam, hingga Rasulullah menyebut mereka dengan pewaris para nabi.

"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun." (Fathir: 8)

Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. At Tirmidzi, dishahihkan Al Imam Al Albani)

Ciri-Ciri Ulama

Diantara ciri-ciri ulama adalah:
1. Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang-orang yang tidak menginginkan kedudukan, dan membenci segala bentuk pujian serta tidak menyombongkan diri atas seorang pun.” Al-Hasan mengatakan: “Orang faqih adalah orang yang zuhud terhadap dunia dan cinta kepada akhirat, bashirah (berilmu) tentang agamanya dan senantiasa dalam beribadah kepada Rabbnya.” Dalam riwayat lain: “Orang yang tidak hasad kepada seorang pun yang berada di atasnya dan tidak menghinakan orang yang ada di bawahnya dan tidak mengambil upah sedikitpun dalam menyampaikan ilmu Allah.” (Al-Khithabul Minbariyyah, 1/177)

2. Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang yang tidak mengaku-aku berilmu, tidak bangga dengan ilmunya atas seorang pun, dan tidak serampangan menghukumi orang yang jahil sebagai orang yang menyelisihi As-Sunnah.”

3. Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang yang berburuk sangka kepada diri mereka sendiri dan berbaik sangka kepada ulama salaf. Dan mereka mengakui ulama-ulama pendahulu mereka serta mengakui bahwa mereka tidak akan sampai mencapai derajat mereka atau mendekatinya.”

4. Mereka berpendapat bahwa kebenaran dan hidayah ada dalam mengikuti apa-apa yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:“Dan orang-orang yang diberikan ilmu memandang bahwa apa yang telah diturunkan kepadamu (Muhammad) dari Rabbmu adalah kebenaran dan akan membimbing kepada jalan Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Terpuji.” (Saba: 6)

5. Mereka adalah orang yang paling memahami segala bentuk permisalan yang dibuat Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam Al Qur’an, bahkan apa yang dimaukan oleh Allah dan Rasul-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:“Demikianlah permisalan-permisalan yang dibuat oleh Allah bagi manusia dan tidak ada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (Al-’Ankabut: 43)

6. Mereka adalah orang-orang yang memiliki keahlian melakukan istinbath(mengambil hukum) dan memahaminya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:“Apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Kalau mereka menyerahkan kepada rasul dan ulil amri diantara mereka, tentulah orang-orang yang mampu mengambil hukum (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil amri). Kalau tidak dengan karunia dan rahmat dari Allah kepada kalian, tentulah kalian mengikuti syaithan kecuali sedikit saja.” (An-Nisa: 83)

7. Mereka adalah orang-orang yang tunduk dan khusyu’ dalam merealisasikan perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:“Katakanlah: ‘Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: “Maha Suci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi”. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.” (Al-Isra: 107-109)

Contoh-contoh Ulama Rabbani

Pembahasan ini bukan membatasi mereka akan tetapi sebagai permisalan hidup ulama walau mereka telah menghadap Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mereka hidup dengan jasa-jasa mereka terhadap Islam dan muslimin dan mereka hidup dengan karya-karya peninggalan mereka. Sebagai berikut :
1. Generasi shahabat yang langsung dipimpin oleh empat khalifah Ar-Rasyidin: Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, dan ‘Ali.

2. Generasi tabiin dan diantara tokoh mereka adalah Sa’id bin Al-Musayyib (meninggal setelah tahun 90 H), ‘Urwah bin Az-Zubair (meninggal tahun 93 H), ‘Ali bin Husain Zainal Abidin (meninggal tahun 93 H), Muhammad bin Al-Hanafiyyah (meninggal tahun 80 H), ‘Ubaidullah bin Abdullah bin ‘Utbah bin Mas’ud (meninggal tahun 94 H atau setelahnya), Salim bin Abdullah bin ‘Umar (meninggal tahun 106 H), Al-Hasan Al-Basri (meninggal tahun 110 H), Muhammad bin Sirin (meninggal tahun 110 H), ‘Umar bin Abdul ‘Aziz (meninggal tahun 101 H), dan Muhammad bin Syihab Az-Zuhri (meninggal tahun 125 H).

3. Generasi atba’ at-tabi’in dan diantara tokoh-tokohnya adalah Al-Imam Malik (179 H), Al-Auza’i (107 H), Sufyan bin Sa’id Ats-Tsauri (161 H), Sufyan bin ‘Uyainah (198 H), Ismail bin ‘Ulayyah (193 H), Al-Laits bin Sa’d (175 H), dan Abu Hanifah An-Nu’man (150 H).

4. Generasi setelah mereka, diantara tokohnya adalah Abdullah bin Al-Mubarak (181 H), Waki’ bin Jarrah (197 H), Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i (203 H), Abdurrahman bin Mahdi (198 H), Yahya bin Sa’id Al-Qaththan (198 H), ‘Affan bin Muslim (219 H).

5. Murid-murid mereka, diantara tokohnya adalah Al-Imam Ahmad bin Hanbal (241 H), Yahya bin Ma’in (233 H), ‘Ali bin Al-Madini (234 H).

6. Murid-murid mereka seperti Al-Imam Bukhari (256 H), Al-Imam Muslim (261 H), Abu Hatim (277 H), Abu Zur’ah (264 H), Abu Dawud (275 H), At-Tirmidzi (279 H), dan An-Nasai (303 H).

7. Generasi setelah mereka, diantaranya Ibnu Jarir (310 H), Ibnu Khuzaimah (311 H), Ad-Daruquthni (385 H), Al-Khathib Al-Baghdadi (463 H), Ibnu Abdil Bar An-Numairi (463 H).

8. Generasi setelah mereka, diantaranya adalah Abdul Ghani Al-Maqdisi, Ibnu Qudamah (620 H), Ibnu Shalah (643 H), Ibnu Taimiyah (728 H), Al-Mizzi (743 H), Adz-Dzahabi (748 H), Ibnu Katsir (774 H) berikut para ulama yang semasa mereka atau murid-murid mereka yang mengikuti manhaj mereka dalam berpegang dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah sampai pada hari ini.

9. Contoh ulama di masa ini adalah Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz, Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, Asy-Syaikh Muhammad Aman Al-Jami, Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i, dan selain mereka dari ulama yang telah meninggal di masa kita. Berikutnya Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi, Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Asy-Syaikh Zaid Al-Madkhali, Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz Alu Syaikh, Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-’Abbad, Asy-Syaikh Al-Ghudayyan, Asy-Syaikh Shalih Al-Luhaidan, Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali, Asy-Syaikh Shalih As-Suhaimi, Asy-Syaikh ‘Ubaid Al-Jabiri dan selain mereka yang mengikuti langkah-langkah mereka.

Bagaimana menjadi muslim ideal?

Dari penjabaran diatas dapat kita simpulkan orang-orang yang termasuk muslim yang ideal, yakni:
- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
- Para Sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in
- Para ulama

Untuk menjadi muslim yang benar-benar ideal seperti Rasulullah dan para salafussaleh tentu sangat tidak mungkin bagi kita. Begitu pula untuk menjadi pewaris para nabi seperti para ulama. Namun bukan berarti kita tidak bisa menjadi muslim yang baik. Berikut beberapa nasehat untuk menjadi muslim yang baik:

1. Berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman yang benar. Yakni dengan pemahaman generasi terbaik ummat islam, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya. Berpegang teguh pada dua hal ini akan menghindarkan kita dari segala bentuk kesesatan, baik berupa syahwat, maupun syubhat.

2. Menjauhi segala bentuk syubhat dan perkara-perkara yang diada-adakan (bid’ah) dalam agama
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka siapa yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan.” (HR.Bukhari dan Muslim)

“Seburuk-buruknya perkara adalah perkara yang diada-adakan, setiap yang diada-adakan adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesasatan tempatnya di neraka.“(HR.Tirmidzi, Nasa’i, dll)


Dari Ummul mukminin, Ummu 'Abdillah, ‘Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami ini yang bukan dari kami, maka dia tertolak". (Bukhari dan Muslim. Dalam riwayat Muslim : “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai urusan kami, maka dia tertolak”)

Ibnu Mas’ud radiallahu ‘anhu berkata: “Sederhana dalam Sunnah, lebih baik daripada bersungguh-sungguh dalam bid’ah”

3. Menuntut ilmu syar’i / ilmu agama
Satu-satunya jalan untuk memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah dengan menuntut ilmu agama.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu , katanya: "Saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Ingatlah, sesungguhnya dunia itu dilaknat, dilaknat pula segala sesuatu yang ada di dalamnya, kecuali yang berzikir kepada Allah dan apa-apa yang menyamainya, juga orang yang alim serta orang yang menuntut ilmu."
(Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan)

Menuntut ilmu agama wajib hukumnya bagi setiap muslim, dan merupakan salah satu sebab yang dapat memasukkan kita ke dalam surga.

“Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu syar’i, maka Allah akan mudahkan jalannya menuju surga”(HR.Muslim)

Umar bin Abdul Aziz berkata: "Jika engkau bisa, jadilah seorang ulama. Jika engkau tidak mampu, maka jadilah penuntut ilmu. Bila engkau tidak bisa menjadi seorang penuntut ilmu, maka cintailah mereka. Dan jika kau tidak mencintai mereka, janganlah engkau benci mereka."

Khatimah

Saudaraku, setelah membaca penjelasan diatas, mari bercermin dan lihat diri kita. Apakah kita sudah menjadi orang yang berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah? Atau malah seorang ahli maksiat dan ahli bid’ah? Apakah kita sudah menjadi seorang penuntut ilmu syar’i? Atau seorang yang sangat awam terhadapnya, dan hanya sibuk dengan kesibukan-kesibukan dunia?
Semoga Allah senantiasa memberi kita petunjuk kepada kebenaran, dan memperlihatkan kepada kita mana yang salah, serta memberi kita kekuatan untuk mengikuti kebenaran dan menolak kesalahan itu.

Wallahu A’lam bishawab.

Referensi:
- Al-Qur’anul Karim
- Al-Firqotun Naajiyah (Jalan Golongan yang Selamat), Syekh Muhammad Jamil Zainu
- Syarhu Arbain An-Nawawi (Empat Puluh Hadits Shahih), Al Imam An-Nawawi
- Riyadushalihin (Taman Orang-Orang Saleh), Al Imam An-Nawawi
- Majalah Asy Syariah, Vol. I/No. 12/1425 H/2005, Ciri-Ciri Ulama, karya Al Ustadz Abu Usamah bin Rawiyah An Nawawi, http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=229)
- http://ulamasunnah.wordpress.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar