Selasa, 23 September 2008

Bingkisan Istimewa untuk Saudariku agar Bersegera Meninggalkan Musik dan Lagu

***
Penyusun: Ummu Rumman
Muraja’ah: Ustadz Abu Salman

Suatu ketika seorang akhowat tengah duduk bersama beberapa temannya mengerjakan tugas kuliah. Tak jauh dari mereka, duduk pula seorang teman. Sepertinya ia sedang menunggu kedatangan seseorang. Sang akhowat terheran-heran melihat temannya. Telah satu jam lebih ia duduk tanpa melakukan apapun kecuali ia tampak berkonsentrasi penuh menghafalkan sesuatu yang tertulis dalam kertas yang dipegangnya. Ketika rasa ingin tahunya tak terbendung lagi akhowat tersebut pun bertanya, apakah gerangan yang ia hafalkan? apakah yang tertulis dalam kertas tersebut? Betapa kagetnya ketika ia dapati isi kertas tersebut adalah syair lagu-lagu (musik). Astagfirullah… wal ‘iyyadzubillahi min dzalik.

Ya ukhty, betapa melekatnya musik di kehidupan umat muslim saat ini. Di mana pun, kapan pun, bahkan saat kondisi apapun musik tidak terlepas dari mereka. Ada pendapat yang mengatakan bahwa sesungguhnya musik membantu proses belajar. Orang yang belajar dengan diiringi musik, maka ilmu itu akan lebih mudah terpatri di dalam dirinya. Sebagian lagi menganjurkan kepada wanita yang sedang hamil untuk secara rutin memperdengarkan musik klasik pada usia kehamilan tertentu untuk membantu perkembangan pertumbuhan otak sang jabang bayi. Dan pendapat yang tak kalah jahil adalah perkataan yang menyebutkan bahwa orang-orang yang tidak menyukai musik adalah orang yang kasar hatinya. Subhanallah… Maha suci Allah dari segala apa yang mereka tuduhkan…

Hukum Musik dan Lagu
Allah Ta’ala telah berfirman, “Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Luqman: 6) Sebagian besar mufassir (Ulama Ahli Tafsir -ed) berkomentar, yang dimaksud dengan “perkataan yang tidak berguna” dalam ayat tersebut adalah nyanyian. Hasan Al Basri berkata, “Ayat itu turun dalam masalah musik dan lagu.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kelak akan ada dari umatku beberapa kaum yang menghalalkan zina, sutera, minuman keras dan musik.” (HR. Bukhari dan Abu Dawud). Maksudnya adalah akan datang pada suatu masa di mana beberapa golongan dari umat Islam mempercayai bahwa zina, memakai sutera asli, minum minuman keras dan musik hukumnya halal, padahal semua itu adalah haram. Imam Syafi’i dalam kitab Al Qodho’ berkata, “Nyanyian adalah kesia-siaan yang dibenci, bahkan menyerupai perkara batil. Barangsiapa memperbanyak nyanyian maka dia adalah orang yang dungu, kesaksiannya tidak dapat diterima.”

Ya ukhty, telah jelas haramnya musik dan nyanyian. Maka janganlah engkau menjadi ragu hanya karena banyaknya orang yang menganggap bahwa musik itu halal. “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (QS. Al-An’am: 116)

Adapun orang-orang yang menyatakan tentang halalnya musik maupun mengatakan tentang berbagai manfaat musik, maka cukuplah kita katakana kepada mereka, apakah engkau mengaku lebih mengetahui kebenaran dan kebaikan daripada Allah dan Rasul-Nya ?
Bingkisan Istimewa untuk Saudariku agar Bersegera Meninggalkan Musik dan Lagu

Ya ukhty, salah satu tanda syukurmu atas nikmat yang diberikan oleh Allah adalah engkau menggunakan nikmat-Nya untuk beribadah kepada-Nya. Serta engkau tidak menggunakan nikmat-Nya untuk bermaksiat kepada-Nya. Ingatlah bahwa tidak ada sesuatu pun nikmat pada dirimu melainkan nikmat itu berasal dari Allah. Maka janganlah engkau gunakan nikmat-nikmat Allah itu untuk sesuatu hal yang tiada berguna terlebih lagi dengan perkara yang telah jelas keharamannya.

Ukhty, engkau telah mengetahui bahwa biasanya kesudahan hidup seseorang itu pertanda dari apa yang dilakukannya selama di dunia, lahir dan batin. Dan diantara tanda seseorang itu husnul khotimah atau su’ul khotimah adalah ucapan yang sering ia ucapkan di akhir hayatnya. Karena itu, demi Allah! Janganlah engkau menganggap remeh masalah musik ini. Engkau mungkin mengatakan, “Ah, aku hanya mendengarnya sekali dua kali saja. aku mendengarnya hanya untuk mengisi waktu senggang atau ketika bosan. Kupikir itu tidak akan berpengaruh pada diriku.” Tahukah engkau ukhty, sesungguhnya pelaku maksiat itu terbiasa karena ia mengizinkan satu dua kali tindakan maksiat. Meskipun hanya sekali dua kali, itu tetaplah maksiat dan bisa mendatangkan murka Allah.

Sekali engkau mendengar atau menyanyikannya, maka sebuah noktah telah kau torehkan pada hatimu. Dan karena telah sekali engkau terlena, engkau pun cenderung melakukannya lagi sehingga makin sulit engkau berlepas diri dari musik dan nyanyian. Dan ketika musik telah menjadi kebiasaan, sungguh dikhawatirkan ia akan menjadi kebiasaan hingga akhir hidup. Betapa sering telinga ini mendengar kisah tentang orang-orang yang mengakhiri hidupnya dengan lantunan musik dan lagu. Mereka tidak bisa mengucapkan syahadat Laailaha illallaah, meski dengan terbata-bata. Justru lantunan musik yang terdengar dari lisan mereka - Na’udzubillahi min dzalik. Meski mungkin mereka pun menginginkan untuk mengucapkan kalimat syahadat, tetapi tenyata lisan mereka terasa ‘berat’ dan telah terlanjur terbiasa dengan musik.

Ukhty, kita memohon pada Allah kesudahan hidup yang baik. Meninggal sebagai muwahid dan syahadat Laailaha illallaah sebagai penutup hidup kita. Aamiin…

Maraji’:
- 70 Fatwa Tentang Al-Qur’an (Abu Anas Ali bin Husain Abu Luz)
- Berbenah Diri untuk Penghafal Al-Qur’an (Dr. Anis Ahmad Kurzun), Majalah As Sunnah, edisi Ramadhan 06-07/ Tahun XI/ 1428H/ 2007M
- Bersanding dengan Bidadari di Surga (Dr. Muhammad bin Ibrahim An-Naim)
- Hukum Musik dan Lagu, Rasa’ilut Taujihaat Al Islamiyyah, 1/ 514 – 516 (Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu)
- Kiat Mengatasi Kendala Membaca dan Menghafal Al-Qur’an (Haya Ar-Rasyid)
***

Dikutip dari: http://www.muslimah.or.id

Sabtu, 06 September 2008

Seperlima Abad

***
6 September 1988 – 6 September 2008
24 Muharram 1409 – 6 Ramadhan 1429

Tak ada yang istimewa dari diri yang semakin dekat dengan nisan ini. Melangkahi detik-detik yang terpancar warna-warni, melewati batas-batas bawah sadar, menggeliat cari aduan, di tempat asing yang telah temani jasad di sebagian masa.

Bertanya diri tentang lintasan ini, merengkuh titik-titik persinggahan, terukurkah dengan bijak? Atau cuma sekedar cerita tentang kesia-siaan? Tentang diri yang buram melihat bayangan, bahkan buram melihat sang penguasa.

Dimana engkau selama ini sobat? Nafasmu masih berhembus harmonis dengan aliran darahmu. Detak jantungmu masih mampu mengirim darah sampai ke kapiler terkecil di balik korteks serebri. Otakmu masih ciptakan ribuan reaksi kimia dan lonjakan-lonjakan listrik.

Tapi apa jiwamu sesehat ragamu?
Mencari arti memang tak mudah, apalagi di sela sang hidup yang begitu kompleks. Mengiring tawa berbayang lirih pada sya’ir-syai’r kedamaian. Saat sempurna naungi kealpaan akan kasih sayang. Terlupa riuh gema sabda, yang cantik berhias taman-taman rindang. Pada oase penghilang dahaga jiwa yang kering. Bahkan kepahaman tentang arti itu masih dipertanyakan.

Hidup ini berbatas sobat…
Engkau tak lebih hanya menunggu akhir hidupmu. Menunggu jiwamu diambil, dan engkau terbujur kaku di liang sempit, menanti saat berjumpa penciptamu. Mungkin itu akan menjadi taman surgamu, atau malah menjadi ruang kesengsaraanmu. Yah…semuanya kembali pada catatan-catatan di lintasanmu, pada tinta yang telah engkau torehkan…

Mengalir dan terus mengalir, hanya syukur dan pujian tertinggi untuk yang maha tinggi. Seperlima abad ini masih menjadi otoritasku atas izin-Nya. Entah kapan otoritas ini akan dicabut. Mereka-reka pastinya bukan hal yang baik. Hanya konstruktor kebaikan yang harus terus bekerja tanpa henti, hingga tak sanggup lagi mengalir pada untaian ayat-ayat maha sempurna. Dan destruktor keburukan yang juga mau bekerja layaknya konstruktor kebaikan tadi.

Tangis jiwa ini masih terdengar samar-samar. Sesak sesal jadi hiasan yang terkadang datang hibur diri, kala jiwa dan raga tak mau kompromi. Menahan asa dan memeluk gelisah, memetik sari suci dan merajut kapas tapak cinta, hanya temani diri, bukan tak mau pergi, terus merangkak, panjat tanjakan berduri, terluka dan tertatih dalam jeram…Inilah…inilah sang hidup. Terus pekik suara lembut, manusia tak peduli padanya, berbisik tolak kegelapan, tapi manusia malah halangi dan giring kegelapan itu mendekat. Semakin terasing, tak tahu hitam putih mereka. Diri hendak teranginya, dan musuh tetap pada kegelapannya. Inilah…inilah sang hidup, di terminal ke dua puluh.
Ingin terus ku berdiri di lintasan ini, yang terang memberi petunjuk, pada diri ini, dan diri-diri lain yang selalu di hati, dengan cinta-Nya, sampai akhir nafas ini, sampai kafan menutupi tubuh ini.

Ya Allah…
Ampuni aku atas kesia-siaan yang kulakukan di seperlima abad hidupku
Jadikan tahun-tahunku berikutnya lebih baik dan lebih berarti
Berikan aku ilmu yang bermanfaat, amal yang saleh, dan rezeki yang berkah
Tetapkanlah aku pada istiqomah dan kesabaran di jalan-Mu
Dan jika hidupku harus berakhir, maka matikanlah aku sebagai syuhada di jalan-Mu

Ya Allah…
Aku tak tahu, apa aku akan merasakan 6 September 2009, atau tidak
Semua dari-Mu, dan akan kembali pada-Mu…

Jakarta, 6 September 2008
01.53
Di tahunku yang ke-20