Senin, 16 Februari 2009

Mayat-Mayat Cinta (Sebuah Risalah Penegur Jiwa)

***



Alhamdulillah, setelah tertunda beberapa lama karena ke(“sok”)sibukan saya, akhirnya resensi buku ini selesai juga saya tulis. Buku ini saya beli pada tanggal 17 Dzulqaidah 1429 H / 15 November 2008, setelah ta’lim di mesjid Al-I’tishom, Dukuh Atas. Dan telah sempat saya ceritakan di posting blog saya yang berjudul Back to ta’lim…Alhamdulillah . Selamat membaca dan berkomentar.





Data Teknis Buku

Judul : Mayat-Mayat Cinta (Sebuah Risalah Penegur Jiwa)

Penulis : ‘Amr bin Suroif Al-Indunisy

Penerbit : Toobagus publishing

Tebal : i-viii + 240 halaman + cover

Dimensi(p x l x t) : (21 x 14 x 1,2) cm





…dan orang-orang yang beriman lebih mencintai Allah ta’ala…(QS.Al-Baqarah:165)





Mendengar judulnya, mungkin anda mengira buku ini adalah buku yang penuh dengan kengerian. Atau mungkin anda mengira buku ini adalah plesetan dari novel Ayat-Ayat Cinta, karangan Habiburrahman El-Shirazy, yang disebut-sebut sebagai novel fenomenal itu.

Sabar-sabar…jangan terburu-buru menjustifikasi. Saya akan menjelaskan beberapa isi pokok buku ini.





Secara umum, buku ini mengandung beberapa poin,yakni:

Pertama, Penjelasan tentang cinta dari sisi syar’i. Baik definisi, jenis-jenis, dll





Kedua, Penjelasan tentang Al-Isyq, yakni salah satu jenis cinta yang tidak baik. Yakni cinta yang berlebihan dan mengandung syahwat, dan ini merupakan sebuah penyakit. Buku ini cukup gamblang dan terperinci dalam membahas masalah Al-Isyq ini, sehingga pembahasannya ada pada 6 bab.





Ketiga, Setelah menjelaskan panjang lebar tentang Al-Isyq, penulis lalu memaparkan obat dan terapi dari penyakit Al-Isyq. Diantara obat itu adalah: menundukkan pandangan mata, Ikhlas, Al-Qur’an, Doa, dan tentunya…..MENIKAH





Keempat, Kisah orang-orang bertakwa yang terhindar dari godaan wanita





Kelima, Ada satu bab khusus yang berjudul sama dengan bukunya, yakni “MAYAT-MAYAT CINTA”, berisi tentang kisah-kisah tragis para pemuja cinta.





“Wahai Adinda,…

Kupersembahkan hidup dan matiku,…Hanya untuk-Mu

Bila engkau mati,…Aku pun mati”

(Hal.176)





Yah, dikarenakan rasa cinta yang berlebihan, kisah-kisah cinta mereka berakhir dengan kematian yang mengerikan. Na’udzu billahi min dzalika.





Keenam, Nah..bab 23, bisa jadi bagian yang paling menarik dari buku ini, yakni berisi: Nasehat untuk Habiburrahman El-Shirazy. Nah lo?? Emangnya ada apa dengan kang abik? Atau lebih spesifik, ada apa dengan Novel Ayat-Ayat Cinta?





Untuk menjawabnya, berikut penjelasan dalam buku ini:





Bab ini dibuka dengan ayat:





“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS.Al-Ashr:1-3)





Dan hadits:





Dari Abu Ruqoyah Tamim Ad Daari radhiallahuanhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Agama adalah nasehat, kami berkata : Kepada siapa ? beliau bersabda : Kepada Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya dan kepada pemimpan kaum muslimin dan rakyatnya. (Riwayat Bukhori dan Muslim)





Yah…itu adalah dalil yang menyatakan wajibnya saling menasehati.





Dan nasehat penulis kepada kang Abik adalah (kutipan berikut tidak sama persis dengan tulisan di bukunya, untuk mempersingkat dan memberi penjelasan):





Nasehat pertama: Hendaklah engkau ikhlas.

Ini merupakan nasehat umum, yang tentunya patut kita nasehatkan kepada siapa saja.





Nasehat kedua: Dalam novelmu tedapat talbis (Pengaburan) Al Haq bil Bathil dan menyembunyikan kebenaran.





Syubhat pertama

“Tidak mudah untuk membid’ahkan suatu perbuatan terpuji yang tiada larangan dalam Al-Qur’an dan Sunnah”. (Novel AAC hal.116)

Padahal kejadian sebenarnya ialah:”…ibu-ibu di desa (itu) rayakan tanda neptu untuk menyenangkan anak kecil. Karena kanjeng Nabi ialah teladan. Beliau paling suka menyenangkan hati anak kecil”. (Novel AAC hal.115 – 116)





Jawabannya

Masalah membid’ahkan sesuatu itu mempunyai kaidah-kaidah yang disandarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan untuk masalah ini, sebenarnya perlu penjelasan yang panjang lebar, terutama bagi orang-orang yang belum mengenal apa itu bid’ah.





Oke, saya (iroel) akan sedikit menjelaskan masalah ini:

Definisi Bid’ah secara syar’i adalah segala perbuatan/perkara baru yang dianggap ibadah, namun tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah.







Seperti yang telah kita ketahui bersama, bahwa syarat diterimanya amal ibadah seseorang ada dua, yakni: Ikhlas dan mengikuti contoh/petunjuk Rasulullah. Nah, jadi segala bentuk ibadah yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah merupakan bid’ah yang sesat. Sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits Irbadh bin Sariyah:





“…dan berhati-hatilah kalian dari perkara-perkara baru dalam agama, karena setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka” (HR.Tirmidzi, Nasa’I, dll)





Amalan-amalan bid’ah juga tertolak, sebagaimana dalam hadits:





Dari Ummul mukminin, Ummu 'Abdillah, ‘Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami ini yang bukan dari kami, maka dia tertolak".



(Bukhari dan Muslim. Dalam riwayat Muslim : “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai urusan kami, maka dia tertolak”)

[Bukhari no. 2697, Muslim no. 1718]





Ya, selain itu, agama islam merupakan agama yang telah sempurna, sebagaimana Allah berfirman:





“Pada hari ini telah kusempurnakan untukmu agamamu.” (QS.Al-Maidah:3)





Karena islam telah sempurna, maka cukuplah ajaran Rasulullah yang menjadi pegangan kita. Apa yang menjadi bagian dari agama pada saat itu (Zaman Rasulullah), maka ia akan tetap menjadi bagian dari agama pada saat ini, dan sampai akhir zaman nanti. Begitu pula sebaliknya, apa yang tidak menjadi bagian dari agama pada saat itu, maka tidak akan menjadi bagian dari agama selama-lamanya.





Adapun Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memang paling senang membuat hati anak-anak kecil menjadi senang, dan ini tidak diragukan lagi. Tetapi apakah caranya dengan merayakan acara neptu? Tentu yang demikian adalah perkara baru dalam agama ini.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya tidak pernah merayakan acara neptu untuk membahagiakan hati anak kecil walaupun mereka anggap baik. Tetapi kebaikan dan keburukan itu ada timbangannya, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, dan seburuk-buruk perkara adalah perkara bid’ah yang diada-adakan dalam islam.





Syubhat kedua

Tentang kemerdekaan beragama: “Kita harus memanusiakan manusia tanpa menyentuh sedikitpun kemerdekaannya. Meyakini agama yang dianutnya. Tak lebih dan tak kurang.” (Novel AAC hal.83)





Jawabannya

Yaa Shirazy kemanakah ilmumu? Bukankah kamu orang yang berpendidikan agama? Sudah menghafal Al-Qur’an! Bukankah Allah سبحانه و تعالى menceritakan tentang orang-orang yahudi dan nasrani dalam Al-Qur’an, bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir dari Islam? Dan mereka termasuk orang-orang yang musyrik!





“Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang-orang Nasrani berkata: "Al masih itu putera Allah". Demikianlah itu Ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka sampai berpaling?” (QS.At-taubah:30)

Dan merekapun dilaknat oleh Allah سبحانه و تعالى:





"Telah dila'nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (QS.Al-Maaidah:78-79)







Dan mereka adalah sejelek-jelek kaum, bahkan lebih buruk daripada keledai yang tidak paham isi Al-Kitab (QS.Al-Jumu’ah 62:5)





Mereka adalah orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang beriman (QS.Al-Maaidah 5:82)





Lalu kamu mau membiarkan kebebasan beragama?

Ketahuilah bahwa wihdatul adyan (penyatuan agama) mempunyai beberapa kerusakan (Ada 9 poin yang disebutkan).







Kemudian pembahasan poin ini ditutup dengan fatwa Lajnah Daimah yang saat itu diketuai oleh Syaikh bin Baaz, tentang propaganda penyatuan agama: Pemikiran tersebut tertolak menurut syar’i dan haram hukumnya berdasarkan dalil-dalil syar’i dari Al-Qur’an, As-Sunnah, dan Ijma’.





Kontroversi dalam novelmu

Kisah seorang santri salaf, yang bertalaqi Al-Qur’an dan Qiro’ah Sab’ah hafidzul Qur’an, makan bersama perempuan yang bukan mahram di restauran, menyimak lagu sambil menikmati perempuan yang memainkan biola kemudian dia diajak berdansa dan menolaknya.





“Maafkan aku Maria. Maksudku aku tidak mungkin bisa melakukannya. Ajaran Al-Qur’an dan Sunnah melarang aku untuk bersentuhan dengan perempuan kecuali dia istri atau mahramku…” (Novel AAC hal.133)





Ucapanmu benar bahwa ajaran Al-Qur’an dan Sunnah melarang bersentuhan, berbicara, bertatapan muka, menikmati keindahan wanita apalagi jalan berdua dengan wanita yang bukan mahram. Tetapi kenyataannya jauh berbeda. Sayangnya ia sendiri tidak mempraktekannya. Ucapannya pun ia langgar sendiri.





Nasehat ketiga: Berhati-hatilah engkau dengan fitnah perempuan





Dari Usamah bin Zaid, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “dan tidaklah fitnah yang paling berbahaya setelah hidupku terhadap kaum laki-laki adalah perempuan” (HR.Bukhari dalam kitabun nikah no.67)





“Dan sesungguhnya dunia ini manis dan hijau. Dan sesungguhnya Allah telah menjadikan kalian sebagai pemimpin di muka bumi, maka Dia (Allah) melihat segala perbuatan kalian. Maka hati-hatilah kalian dengan wanita. Sesungguhnya awal fitnah yang menimpa Bani Israil adalah perempaun.” (HR.Muslim no.7124)





Mencegah terjadinya fitnah lebih mudah daripada penyembuhannya. Dan Allah dan Rasul-Nya telah menerangkan hal tersebut. Allah berfirman:





"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".

Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung." (QS.An-Nur:30-31)





Nasehat keempat:Haramnya menampilkan gambar bernyawa (terdapat gambar wajah wanita dalam cover bukumu)





Dari Abu Hurairah رضي الله عنها berkata bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Allah سبحانه و تعالى berfirman:





“Tidak ada orang yang lebih zalim daripada orang-orang yang menggambar dan menciptakan seperti ciptaan-Ku. Hendaklah mereka menciptakan semua semut kecil. Dan hendaknya mereka menciptakan biji-bijian atau biji gandum” (HR.Bukhari)





Seorang yang menggambar makhluk hidup seperti apa-apa yang diciptakan Allah سبحانه و تعالى, baik itu gambar manusia atau binatang yang, maka hal tersebut sudah menyerupai dan menandingi ciptaan Allah سبحانه و تعالى. Hal tersebut akan menjadi azab bagi pelakunya di hari kiamat, sebagaimana Rasulullah shlallahu ‘alaihi wasallam bersabda:





Dari Aisyah radiallahu ‘anha:

“Seberat-berat siksaan manusia pada hari kiamat adalah orang-orang yang menyerupai dengan penciptaan Allah” (HR.Bukhari no.5953 dan Muslim no.2016)





Orang-orang tersebut akan diperintahkan oleh Allah سبحانه و تعالى untuk menghidupkan dan memberikan ruh tapi tidak mampu untuk menghidupkannya. Maka ia diazab dengan azab yang pedih sebagaimana Rasulullah shlallahu ‘alaihi wasallam bersabda:





“Setiap orang yang menggambar berada di dalam neraka. Orang tersebut akan diperintahkan untuk menghidupkannya dan diperintahkan untuk memberikan ruh, dia pun diazab dalam api neraka” (HR.Muslim no.5662)





“Barangsiapa yang menggambar (yang bernyawa) di dunia. Dia akan diperintah meniupkan ruh padanya dan dia tidak mampun untuk menghidupkannya (HR. Bukhari no.5963, dan Muslim no.2110)





Sehingga yang demikian termasuk dosa-dosa besar karena diancam dengan api neraka. Maka Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam pernah memerintahkan kepada Ali bin Abi Thalib radiallahu ‘anhu agar menghapus seluruh gambar.





Dari Abu Hayaj, bahwa Ali radiallahu ‘anhu pernah berkata kepadaku:

“Maukah kamu aku utus sebagaimana aku diutus oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam? Jangan kamu biarkan gambar (yang bernyawa) melainkan kamu hapus. Dan janganlah kamu biarkan kuburan yang tinggi (melebihi satu jengkal) kecuali engkau ratakan!” (HR Muslim No.2287)





Nah…untuk masalah gambar ini, sebenarnya perlu pembahasan khusus yang lebih terperinci. Penjelasan di atas hanya penjelasan singkat saja. Insya Allah akan kita bahas di lain kesempatan.





Ungkapan berlebihan dalam novel AAC

Di dalam novel ini, terdapat ungkapan yang berlebihan bahkan sampai tingkatan kesyirikan seperti:





Ucapan seorang wanita: “… saat kau baca suratku ini anggaplah aku ada di hadapanmu dan menangis sambil mencium telapak kakimu karena rasa terima kasihku padamu yang tiada taranya.” (Novel AAC hal.165)





“..Anggaplah saat ini aku sedang mencium kedua telapak kakimu dengan ait mata haruku. Kalau kau berkenan dan Tuhan mengizinkan aku ingin jadi abdi dan budakmu dengan penuh rasa cinta. Menjadi abdi dan budak bagi orang saleh…” (Novel AAC hal.166)





Dan ucapan “Seorang santri salaf yang belajar talaqqi Qiro’ah sab’ah”. Berkata kepada istrinya:

“Cintaku kepadamu seperti cintanya seorang penyembah kepada sesembahannya” (Novel AAC hal. 382)





Ucapan diatas merupakan sebuah bentuk kesyirikan dalam mahabbah (cinta). Yah…kita tidak boleh menyamakan cinta kita kepada Allah dengan cinta kepada makhluk.





Penutup

Buku ini ditutup dengan nasehat penulis kepada seluruh membaca untuk memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya untuk beribadah dan beramal saleh.

Semoga Allah menjaga kita dari su’ul khatimah dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang mencintai karena Allah سبحانه و تعالى. Amin.





Catatan dari saya[iroel]:

- Tujuan saya menulis resensi ini sama dengan tujuan penulis buku, yakni memberikan nasehat. Karena sebagian dari kita mungkin belum tahu tentang hal-hal yang diungkapkan dalam buku ini.

- Ini juga memberikan pelajaran kepada kita, agar berhati-hati dalam memilih bacaan. Walaupun terlihat bagus, namun karena keterbatasan ilmu, kita kadang-kadang tidak bisa melihat hal-hal yang syubhat (samar) dalam sebuah buku. Maka disinilah pentingnya, mengapa harus ada buku seperti Mayat-Mayat Cinta ini.

- Saya juga berharap agar kita lebih mengutamakan membaca Al-Qur’an, Al-Hadits, serta buku-buku agama yang baik, dibandingkan novel, yang hanya merupakan cerita fiktif.

- Dalam beragama, hendaklah kita tidak mengedepankan akal dan perasaan, namun yang kita kedepankan adalah dua hal yang mulia yakni: Al-Qur’an dan As-Sunnah. Apa yang mencocoki keduanya, maka termalah. Dan apa yang menyelisihinya, maka tinggalkanlah.





Wallahu ta’ala A’lam bishawab.



Barakallahu fiikum.





1 komentar:

  1. Blum baca tuh buku tapi kalau sampai diuraikan sejelas dan sepanjang lebar itu kayaknya nih buku bakalan menyusul buku fenomenalnya ustd. Luqman___JAzaKallah Khoir.

    BalasHapus