Rabu, 20 Mei 2009

Apakah Anda Orang Asing Itu?

Aku diminta menulis artikel tentang kebangkitan syiar islam, untuk buletin rohis (BPI) yang aku ketuai (Nama buletinnya Dentist=Dental Islamic Journalistic). Sebenarnya aku agak bingung menulis artikel tentang tema ini, namun akhirnya akupun menulisnya, dengan sudut pandang yang berbeda, berikut artikel yang kutulis itu:

Apakah Anda Orang Asing Itu?
Oleh: Abu Hanifah Al-Kindary

Kajian Singkat Perkembangan Syiar Islam (dari awal turunnya hingga akhir zaman)

Berbicara tentang syiar islam, kebanyakan orang pasti akan langsung berpikir tentang da’i, ustadz, kiai, atau yang sejenisnya. Tentu pemahaman seperti harus dikoreksi, karena harus diketahui, bahwa pada hakekatnya, setiap muslim adalah seorang da’i, yang berkewajiban menyebarkan syiar islam semaksimal kemampuannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“agama adalah nasehat…” (HR.Muslim)

“Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman.”
(HR.Muslim)

Perhatikan kedua hadits ini, telah dijelaskan dengan sangat gamblang bahwa menasehati/ berdakwah adalah bagian dari agama, dan orang yang hanya mampu menolak kemunkaran dengan hatinya, dicap sebagai orang yang paling lemah imannya.

Oleh karena itu, permasalahan syiar islam perlu dipahami oleh setiap muslim. Nah…tulisan ini akan berfokus pada perkembangan syiar islam secara umum, mulai dari pertama kali diturunkan, sampai ke akhir zaman nanti, fitnah-fitnah akhir zaman, serta solusi menghadapinya, tentunya dengan singkat (karena keterbatasan tempat)
Perkembangan syiar islam serta keadaan umat islam sebenarnya telah diramalkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam banyak hadits, antara lain:

"Sesungguhnya Islam dimulai dengan keterasingan dan akan kembali asing sebagaimana awalnya, mereka berlindung diantara dua masjid sebagaimana ular berlindung dalam lubangnya" (HR.Muslim) "Keuntungan besar bagi orang-orang yang asing. Yaitu orang-orang shalih di lingkungan orang banyak yang berperangai buruk, orang yang mendurhakainya lebih banyak daripada orang yang menta'atinya." (HR.Ahmad)

Yah…asing…sekarang anda pasti sudah tahu apa maksud dari judul artikel ini.
Dalah hadits tersebut dijelaskan bahwa islam turun dalam keadaan asing. Jika kita membaca sejarah dakwah Rasulullah, kita tentu mengetahui bagaimana Rasulullah pertama kali berdakwah, yakni dengan sembunyi-sembunyi, dan orang-orang yang mengetahui dakwah Rasulullah menganggap bahwa Rasulullah adalah orang gila, karena membawa ajaran baru yang bertolak belakang dengan kebiasaan nenek moyang mereka.

Percaya atau tidak (harus percaya dong, kan kata Rasulullah), keadaan seperti itu akan terjadi lagi di akhir zaman. Orang-orang yang mendakwahkan kebenaran akan dianggap orang asing. Dan percaya atau tidak (lagi), keadaan seperti ini sudah mulai terasa, terutama bagi orang-orang yang bergelut di dunia dakwah (gak percaya? Silahkan tanya anak BPI). Di tengah gejolak globalisasi dan modernisasi, manusia seakan-akan tidak peduli lagi dengan agamanya, dan lebih mementingkan urusan dunianya. Persoalan agama seolah hanya menjadi agenda sampingan. Naudzubillah…

Sekarang tanya diri anda, apakah kita termasuk orang-orang asing yang telah disebutkan oleh Rasululah itu, atau malah sebaliknya. Jika anda merasa terasing dengan kesibukan anda belajar agama dan mendakwahkan ilmu tersebut, maka saya ucapkan congratulation, karena anda adalah orang yang beruntung.

Disini ada satu hal yang perlu menjadi catatan, yakni jumlah yang banyak (mayoritas), tidak menjamin kebenaran atau keselamatan. Karena justru yang selamat adalah golongan yang sedikit. Bahkan jika kita mengikuti kebanyakan orang, maka akan semakin mungkin kita terjerumus dalam kesesatan.

“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)” (QS.Al-An’aam:116) Maka hendaklah kita semua berhati-hati terhadap fitnah perkembangan zaman. Di satu sisi, perkembangan zaman mendatangkan banyak sekali sisi positif, seperti perkembangan IPTEK, dll, namun di sisi lain, semakin berkembang zaman ini, maka semakin dekat pula dengan akhir dunia. Dan Rasulullah telah mengingatkan dalam sebuah hadits:

"Bersabarlah engkau sekalian, sebab sesungguhnya tidaklah datang suatu zaman melainkan apa yang sesudahnya itu tentu lebih buruk daripada zaman itu sendiri, demikian itu sehingga engkau sekalian menemui Tuhanmu” (HR.Bukhari) Sadarkah kita bahwa kita sekarang telah berada di zaman yang sangat jauh rentan waktunya dengan zaman Rasulullah, dan kita bisa melihat bagaimana keadaan ummat di zaman ini. Maka apakah yang akan terjadi pada zaman anak cucu kita? Tentu lebih buruk dibanding zaman ini.

SOLUSI
Membaca penjelasan diatas, mungkin anda bertanya-tanya, apakah sudah tidak ada orang baik dan berilmu yang mendakwahkan kebenaran? Jawabannya adalah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berikut:

"Senantiasa ada segolongan dari umatku yang memperjuangkan kebenaran, tidak membahayakan mereka orang yang menghinakan mereka sehingga datang keputusan Allah." (HR. Muslim)

Rasulullah telah menjanjikan bahwa akan selalu ada orang-orang yang menyeru pada kebaikan. Namun perlu diingat, bahwa jumlah orang-orang tersebut semakin lama akan semakin berkurang dan nantinya akan benar-benar habis (ilmu akan dicabut), dan itulah tanda-tanda kiamat.

“Hari kiamat semakin mendekat, ilmu akan dicabut, fitnah akan banyak muncul, sifat kikir akan merajalela dan banyak terjadi haraj. Para sahabat bertanya: Apakah haraj itu? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: Yaitu pembunuhan” (HR.Muslim) Lantas, bagaimana solusi untuk menghadapi fitnah zaman yang semakin dahsyat? Jawabannya, mari kita flash back pekembangan dakwah islam mulai dari awal turun sampai mencapai puncaknya. Ternyata, masa keemasan dakwah islam berada pada tiga generasi, sebagaimana Rasululah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Sebaik-baik generasi adalah generasiku (sahabat), kemudian yang setelahnya (tabi’in), kemudian yang setelahnya (tabi’ut tabi’in)” (HR.Muslim) Dan secara umum, Rasulullah telah bersbda:

“Telah kutinggalkan kepada kalian dua hal, kalian tidak akan tersesat jika berpegang teguh pada keduanya, yakni Kitabullah dan Sunnahku” (HR.Malik dan Hakim) Maka solusinya adalah berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman generasi terbaik ummat islam, yakni para sahabat, tabi’in (murid para sahabat), dan tabi’ut tabi’in (murid para tabi’in). Rasulullah telah menyebutkan secara gamblang tentang wajibnya berpegang teguh pada sunnahnya dan sunnah para sahabat:

“…barangsiapa yang hidup lama diantara kalian, niscaya ia akan melihat banyak perselisihan, maka berpegangteguhlah kalian dengan sunnah-ku dan sunnah para khulafaurrasyidin yang mendapat petunjuk…” (HR.Tirmidzi, Nasa’I, Abu Dawud, dll)
Dan para sahabat serta orang-orang yang mengikut mereka, juga telah mendapat pujian dan keutamaan langsung dari Allah subhana wa ta’ala:

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS.At-Taubah:100) Dan masih banyak lagi dalil-dalil yang menyatakan keutamaan-keutamaan para sahabat, dan wajibnya kita mengikuti jalan mereka.

Maka siapakah orang-orang yang asing itu? Tak lain dan tak bukan adalah orang-orang yang berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahamannya para sahabat. Apakah anda termasuk didalamnya?

Referensi:
Al-Qur’anul Karim
Shahih Bukhari

Shahih Muslim

Arbain An-Nawawi
. Imam An-Nawawi
Al-Firqotun Naajiyah. Syekh Muhammad Jamil Zainu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar