Sabtu, 05 September 2009

1/5 abad + 1 tahun

***
ﺑﺴﻢاﷲﺍﻟﺮﺣﻤﻦﺍﻟﺮﺣﻴﻢ

6 September 1988 – 6 September 2009
24 Muharram 1409 – 16 Ramadhan 1430


Semakin merangkak saja hari ini. Dengan tangis atau tawa yang memekak terombang-ambing. Hari-hari ini terus bergulir, tanpa minta izin, tanpa berbisik setitik kata. Aku masih menunggangi waktu, tak tahu kapan berhenti, hanya siapkan bekal tuk berhenti. Karena hati tak ingin merintih di ujung jalan sepi.

Sang waktu itu semakin sombong, ia tak menoleh ke belakang kecuali hanya sedikit…mudah saja membuatku mengejar-ngejarnya, seperti budak lapar yang mengejar makan. Ah…Jiwa kerdil ini semakin tak berdaya di tepi zaman. Saat refleksi kembali bercerita, ia kembali bertutur tentang sepi kami di jalan terang, ditengah picingan mata orang-orang tak berhikmah, namun kami tetap merajut pondasi jiwa manusia dengan tangan-tangan kami yang hampir lunglai, kami tetap berlari mengejar mimpi tertinggi dengan kaki-kaki kami yang hampir merangkak, kami tetap memikirkan kebaikan-kebaikan dengan hati kami yang selalu berbolak-balik. Bukan…bukan karena ketidakpahaman kami, tapi karena kelemahan kami akan serangan tentara-tentara yang bergerilya dibalik topeng syubhat. Semoga mereka bergabung di jalan terang, atau binasa tanpa arti.

Kuingat akan ketidaktahuan pada hari ini, saat itu…di waktu yang sama. Ternyata Engkau menyampaikanku pada hari ini, maka tak ada tutur yang paling benar, selain maha suci Engkau dan segala puji hanya untuk-Mu. Dan kini ku kembali bertanya tentang hal yang sama, apakah pit stop selanjutnya masih boleh kusinggahi, atau ini adalah yang terakhir. Maka kumohon waktu yang berkah dan manfaat, untukku dan semua orang.

Kuucap doa dalam temaram, di persinggahan sementara ini. Sedetik kedepan adalah misteri, tak tahu seperti apa. Jiwa-jiwa makin tertunduk, ratapi kesiapan maupun kesia-siaan. Tak guna raungan sesal yang menggema di pelataran hati, jika raungan-raungan itu meronta ingkari terbijak. Hanya bisik sesal yang mengalun lembut di sisi sutra, yang pantas terucap, karena tak lain kita sedang mengkritisi kebodohan kita sendiri.

Langkah-langkah terus berdetak seiring jejak. Terus cari bekal dan buang kekosongan, karena tak ada lagi yang dapat kau lakukan, di saat misteri itu…yakni, saat nisan satu jengkal di depan matamu.

Jakarta, 6 September 2009 (01.04 WIB)
١٦ ﺭﻣﻀﺎن ١٤٣٠ ﻫ

Amirul Ihlas Hiroshi / Abu Hanifah Al-Furqan bin Hiroshi Al-Kindary
ٲﻤﻲﺭﻭﺍﻹﺨﻼﺹ ﺤﻴﺭﺍﺼﻲ / ﺃﺒﻭ ﺤﻨﻴﻔﺔ ﺍﻠﻔﺮﻗﺎﻥ ﺒﻦ ﺤﻴﺭﺍﺼﻲ ﺍﻠﻜﻴﻨﺪﺍﺮﻱ


Tidak ada komentar:

Posting Komentar