Sabtu, 29 Agustus 2009

RAMADHAN UNDERCOVER: MENGUNGKAP TABIR SYUBHAT DI BULAN PENUH HIKMAH

***
Teman-teman sekalian rahimakumullah, setelah vakum beberapa lama dari dunia blog dan notes, karena laptop yang mati suri, kini saya kembali meramaikan dunia maya untuk berbagi ilmu. Oke, kali ini saya mengambil judul “Ramadhan Undercover”. Sebenarnya judul ini direncanakan akan dijadikan tema IRAMA BPI (Indahnya Ramadhan bersama BPI-->sebuah rangkaian acara ramadhan yang rutin di adakan oleh BPI FKG UI) tahun ini, namun karena ditolak mentah-mentah oleh dosen, gak jadi deh…hehe. So,daripada gak terpakai sama sekali, mending dijadiin judul artikel aja. Selain itu, momennya pun sangat tepat untuk menjelaskan beberapa syubhat (kerancuan) yang muncul menjelang maupun selama bulan ramadhan. Syubhat-syubhat ini telah lama muncul dan telah mendarahdaging di masyarakat, bahkan telah diyakini memiliki keutamaan-keutamaan

Saya mengangkat tema ini, karena melihat masih sangat banyak saudara-saudara kita yang belum paham tentang masalah ini, sehingga masih sering mengamalkannya. Sehingga sebagai seorang muslim, wajib bagi kita untuk mengingatkannya.

Tulisan ini merupakan suat bentuk tashfiyah (pembersihan) dari amalan-amalan yang salah. Namun, bukan untuk menjatuhkan pribadi-pribadi yang melakukan atau meyakini kebenaran amalan-amalan tersebut.

Baiklah, mari kita bahas satu persatu syubhat-syubhat yang dimaksud:

1. Maaf-maafan sebelum masuk Ramadhan

Sudah menjadi hal yang hampir pasti, bahwa setiap menjelang ramadhan, inbox handphone kita jadi FULL dengan sms kata-kata mutiara nan indah, yang intinya adalah mohon maaf lahir dan batin sebelum ramadhan, begitu juga di message atau wall facebook kita. Di dunia nyata pun demikian, satu persatu kerabat kita datang menghampiri kita untuk meminta maaf. Bahkan kadang-kadang orang yang tidak kita kenal pun datang dan tiba-tiba minta maaf (nah lo, kenal aja nggak, ngapain minta maaf mas? Hehe). Hmm…pernahkah teman-teman bertanya atau memikirkan darimana kebiasaan ini berasal? Saya sendiri pun baru saja tahu di awal ramadhan tahun ini, dan sekarang saya akan memberitahu, bahwa kebiasaan ini muncul dari sebuah hadits yang berbunyi:

Menjelang bulan ramadhan, Jibril berdoa kepada Allah: “Ya Allah, tolong abaikan puasa umat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan ramadhan dia belum meminta maaf kepada kedua orang tuanya, bermaafan antara suami istri, dan bermaafan dengan orang-orang sekitarnya”. Kemudian Rasulullah mengamininya 3 kali.

Wah, ternyata ada haditsnya loh…namun sayang sekali bahwa hadits ini adalah hadits maudhu’ alias palsu. Dan hadits palsu sudah jelas tertolak dan tidak boleh diamalkan sama sekali. Hadits ini tidak pernah ditemukan di kitab-kitab hadits manapun, maka entah siapa yang mengarangnya. Yang jelas, setiap hadits palsu itu selalu datang dari pihak-pihak selain islam, yang ingin menghancurkan islam dari dalam, dengan mengacaukan syariat-syariatnya. Yah, hadits palsu, bagi orang yang tidak paham akan menyebabkan ia melakukan suatu amalan yang tidak pernah disyariatkan, ataupun melakukan amalan yang disyariatkan dengan cara atau keyakinan yang salah. Kalau syariat kita udah kacau, maka akan sangat mudah untuk diserang.

Tidak diragukan lagi, bahwa meminta maaf atas kesalahan-kesalahan kita kepada manusia adalah perbuatan yang baik dan terpuji. Ia juga merupakan salah satu syarat diterimanya taubat seseorang kepada Allah. Karena dosa kepada manusia hanya bisa terhapus jika kita minta maaf kepada orang tersebut, tidak cukup hanya dengan bertaubat kepada Allah.

Untuk mengkhususkan meminta maaf setiap menjelang ramadhan, diperlukan dalil dari Al-Qur’an atau Hadits. Kenyataannya tidak ada satupun ayat maupun hadits shahih yang menerangkannya, dengan kata lain, Rasulullah صلی الله عليه وسلم beserta pada sahabatnya tidak pernah mencontohkannya. Padahal merekalah orang-orang yang paling paham ilmu agama. Jika perbuatan itu baik, tentu mereka akan mendahului kita dalam melaksanakannya.

Adapun waktu yang paling tepat untuk meminta maaf adalah sesegera mungkin setelah kita berbuat salah, atau sesegera mungkin setelah kita ingat pernah berbut salah, jadi gak perlu nunggu ramadhan. Kalau jauh sebelum ramadhan Allah memanggil kita (baca:meninggal), sementara kita belum sempat minta maaf, dan orang itu belum memaafkan kita, kan bisa repot tuh. Jadi saran saya, kalo punya salah sama orang lain, segeralah minta maaf, jangan nunggu besok.

Sekarang pilihan ada di tangan kita, apakah kita tetap mau melestarikan kebiasaan yang berasal dari hadits palsu ini? Atau mulai mencoba meninggalkannya karena Allah, sebagai bentuk penolakan kita terhadap seruan hadits palsu, dan sebagai bentuk kehati-hatian kita dalam beragama.

Catatan: Saya sendiri masih sedikit mengamalkannya di awal ramadhan ini, karena belum tahu. Namun alhamdulillah, Allah memberi saya pemahaman atas masalah ini melalui jalan yang tidak disangka-sangka, dan ini baru saja terjadi, di awal-awal ramadhan ini.

2. Ziarah Kubur Sebelum Masuk Ramadhan

Secara umum, ziarah kubur memang disyariatkan, sebagaimana sabda Rasulullah صلی الله عليه وسلم

زُوْرُوا الْقُبُوْرَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ اْلآخِرَةَ

"Ziarahilah kuburan karena sesungguhnya itu bisa mengingatkan kalian kepada akhirat."
[HR. Muslim dalam Al-Jana'iz (108-976)]

Namun, nabi صلی الله عليه وسلم tidak pernah mengkhususkan suatu waktu untuk berziarah kubur, bahkan beliau melarang untuk berziarah kubur secara rutin:

“Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan, dan janganlah kalian menjadikan kuburanku sebagai ‘ied (sesuatu yang dikujungi berulang-ulang secara rutin). Bershalawatlah kalian kepadaku, karena sesungguhnya shalawat kalian disampaikan kepadaku di mana pun kalian berada”
[HR. Abu Dawud dalam Al-Manasik (2042), Ahmad (2/367)]

Yang dimaksudkan dengan ‘ied disini adalah kegiatan yang berulang secara teratur, misalnya setahun sekali, sebulan sekali, 2 minggu sekali, dll. Inilah mengapa hari raya ummat islam disebut dengan ‘ied, karena ia berulang setiap tahun. Maka perhatikan hadits yang mulia ini, jika kuburan nabi saja dilarang untuk dikunjungi secara rutin, maka terlebih lagi kuburan manusia biasa.

Apabila kita menetapkan berziarah kubur setiap awal bulan ramadhan, maka berarti kita telah menjadikan kuburan sebagai ‘ied, dan ini dilarang, berdasarkan hadits diatas.

3. Melafadzkan Niat Setiap Malam Bulan Ramadhan

Kebiasaan ini telah diajarkan kepada kita sejak duduk di bangku SD. Biasanya setiap selesai shalat tarawih, imam berkata: marilah kita sama-sama berniat untuk berpuasa besok. Kemudian dibacalah niat puasa yang telah kita hafal (bahkan telah dijadikan nyanyian oleh Afgan :-] ), yakni: Nawaitu shaumaghadin ‘an ‘ada’ifardhu syahri ramadhana hadzihissanati lillahi ta’ala.

Perlu kita ketahui, bahwa Rasulullah صلی الله عليه وسلم beserta para sahabatnya tidak pernah sekalipun melafadzkan niat, baik untuk puasa, shalat, dan ibadah-ibadah lainnya. Adapun lafadz-lafadz nawaitu, ushalli, dll merupakan hal yang diada-adakan oleh manusia. Dan hendaklah kita takut dengan ancaman dari Rasulullah صلی الله عليه وسلم terhadap perbuatan yang diada-adakan dalam agama, sebagaimana dalam hadits:

مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيْهِ فَهُوَ رَدٌّ

"Barangsiapa membuat sesuatu yang baru dalam urusan kami (dalam Islam) yang tidak terdapat (tuntunan) padanya, maka ia tertolak."
[Disepakati keshahihannya: Al-Bukhari dalam Ash-Shulh (2697), Muslim dalam Al-Aqdhiyah (1718)]

Dalam riwayat Muslim disebutkan, bahwa beliau bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

"Barangsiapa yang melakukan suatu amal yang tidak kami perintahkan maka ia tertolak."
[Al-Bukhari menyatakan mu'allaq. Sementara Muslim menyambungnya dalam Al-Aqdhiyah (18-1718)]

Disebutkan pula dalam shahih Muslim, dari Jabir bin Abdullah Al-Anshari -rodhiallaahu'anhu-, dari Nabi صلی الله عليه وسلم, bahwa dalam salah satu khutbah Jum'at beliau mengatakan,

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرُّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

"Amma ba'du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan Muhammad صلی الله عليه وسلم, seburuk-buruk perkara adalah hal-hal baru yang diada-adakan dan setiap hal baru adalah sesat."

An-Nasa'i pun mengeluarkan hadits ini dengan tambahan,

وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ

"dan setiap yang sesat itu (tempatnya) di neraka."
[HR. Muslim dalam Al-Jumu'ah (867), An-Nasa'i dalam Al-'Idain (3/118-189)]

Yang benar, niat itu tempatnya di dalam hati, dan tidak ada lafadz tertentu yang disyaria’tkan, walaupun kita menganggap lafadz-lafadz itu baik. Karena sesuatu yang baik harus diletakkan pada tempatnya, dan kebaikan yang hakiki adalah dengan mengikuti tuntunan nabi صلی الله عليه وسلم, bukan berdasarkan pendapat pribadi. Apa yang menurut kita baik belum tentu baik disisi Allah, begitu pula apa yang kita anggap buruk belum tentu buruk di sisi Allah.

Allah سبحانه و تعالى berfirman:
“Bisa jadi kamu membenci sesuatu padahal itu baik bagimu, dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu padahal sebenarnya itu buruk bagimu, Allahlah yang maha tahu sedangkan kalian tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)

Sederhananya, kalo ingin selamat dalam beragama, maka ikutilah apa yang berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahamannya para sahabat, karena itu sudah pasti benar dan baik, dan jangan ikuti yang menyelisihinya.

4. Waktu Imsak

Waktu-waktu imsak atau batas akhir sahur, banyak menyebar di jadwal-jadwal imsakiyah ramadhan yang biasa dibagi-bagikan kepada masyarakat, dan sering juga terlihat di TV-TV. Waktu imsak biasanya ditetapkan sekitar 10-15 menit sebelum azan subuh.

Penetapan waktu imsak ini juga tidak pernah ada di jaman nabi صلی الله عليه وسلم. Syekh Utsaimin rahimahullah, ulama besar saudi arabia, ketika ditanya tentang masalah imsak menjawab:Hal ini termasuk bid’ah, tiada dalilnya dari sunnah, bahkan sunnah bertentangan dengannya, karena Allah berfirman di dalam kitabnya yang mulia,

“Makan dan minumlah hingga jelas bagimu benang merah dari benang putih yaitu fajar”
(Al-Baqarah : 187)

dan Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda.

“Artinya : Sesungguhnya Bilal mengumandangkan adzan di malam hari, makan dan minumlah sampai Ibnu Umi Maktum mengumandangkan adzan, karena dia tidak beradzan sampai terbit fajar”
[Diriwayatkan oleh Bukhari : Kitab Shaum/Bab Sabda Nabi صلی الله عليه وسلم. “Janganlah mencegah kalian benar-benar …” (1918) dan Muslim : Kitab Shiyam/Bab Keterangan bahwa masuknya waktu puasa ditandai dengan terbit fajar …” (1092)]

Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:

"Jika salah seorang kalian mendengar adzan padahal gelas ada ditangannya, janganlah ia letakan hingga memenuhi hajatnya."
[HR Abu Daud (235), Ibnu Jarir (3115), Al-Hakim (1/426), Al-Baihaqi (2/218), Ahmad (3/423), dari jalan Hamad dari Muhammad bin Amr dari Abi Salamah dari Abu Hurairah sanadnya HASAN]

Jadi yang benar, batas waktu untuk makan dan minum adalah sampai terbit fajar, atau sederhananya ketika azan subuh. Itupun kita masih diberi keringanan jika makanan atau minuman kita belum habis(tinggal dikit, nanggung), maka masih diperbolehkan menghabiskannya.

Orang yang mendukung imsak ini kebanyakan berdalih bahwa hal tersebut dilakukan untuk kehati-hatian. Maka kita katakan kepada mereka: itu bukanlah suatu kehati-hatian tapi sesuatu yang berlebih-lebihan, bahkan cenderung tidak mau memanfaatkan keringanan yang diberikan oleh Allah, padahal Allah tidak ingin menyulitkan kita dalam beribadah.

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” (Al-Baqarah:185)

Dan ketika Allah memberi kita keringanan, maka hal itu diibaratkan seperti manusia yang bersedekah. Kita tentu senang jika sedekah kita diterima oleh orang. Begitu pula Allah akan senang jika sedekahnya diterima oleh hamba-Nya, dan sedekah Allah berupa keringanan-keringanan dalam beribadah (misalnya: shalat jamak qashar, tidak wajib puasa bagi orang sakit, dll)

Ditambah lagi ada contoh dari Rasulullah صلی الله عليه وسلم dan para sahabatnya yang membolehkan makan dan minum sampai tiba azan subuh. Apakah kita merasa lebih baik dan lebih paham masalah agama dari Rasulullah dan para sahabatnya. Padahal sekali lagi, merekalah orang yang paling paham tentang ilmu agama.


5. Doa berbuka puasa

Doa berbuka puasa yang benar adalah:

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ وَثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ
Dzahabazhoma‘u wabtallatil ‘uruuqu wa tsabatal ajru insyaa Allahu

“Telah hilang rasa haus, dan urat-urat telah basah serta pahala akan tetap, insya Allah.”
[HR. Abu Dawud (2/306), Baihaqi (4/239), Al Hakim (1/422), Ibnu Sunni (128), Ad Daraquthni III/1401 no. 2247. hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Kitab Irwaa-ul Ghaliil no. 920. Lihat Hisnul Muslim Bab Doa Buka Puasa]

Sementara doa yang diajarkan kepada kita sejak SD, berasal dari sebuah hadits:

Dari Mu'adz bin Zuhrah, bahwasannya telah sampai kepadanya, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan:
"Allahumma lakasumtu wabika amantu wa’ala rizqika afthortu …”
[HR Abu Dawud no. 2358, Baihaqi 4/239 dan lainnya]

Hadits tersebut di atas dikatakan mursal karena Mu’adz bin Zuhrah adalah
seorang tabi’in bukan seorang sahabat, jadi ada sanadnya yang terputus antara sahabat dan tabi'in sehingga haditsnya dikategorikan dha’if.

Nah…ini dia sedikit penjelasan tentang hal-hal tentang ramadhan yang selama ini kita anggap biasa, namun ternyata salah dalam timbangan syari’at. Tentu saja ini baru sebagian kecil yang saya ketahui. Masih banyak lagi hal-hal semacam ini yang belum sempat dijelaskan. Maka saya sarankan untuk banyak-banyak mencari tahu, dengan bertanya kepada orang yang berilmu atau dengan membaca. Semoga kita semua dapat mengambil pelajaran dan manfaat. Wallahu ta ‘ala a’lam bishawab.

Referensi:
1. Al-Qu’anul Karim
2. Sifat Puasa Nabi. Syaikh Salim Bin Ied Al Hilaly dan Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid
3. Hishnul Muslim. Syaikh Sa’id bin Wahf Al Qahtani
4. Artikel:Hukum Menziarahi Kuburan dan Membacakan Surat Al-Fatihah Di Kuburan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz. E-Book SalafiDB
5. Artikel:Hukum mengusahakan berziarah ke kuburan nabi صلی الله عليه وسلم oleh: Syaikh Abdullah Bin Abdurrahman Al-Jibrin. E-Book SalafiDB
6. Artikel:Apakah imsak memiliki dalil dari as-sunnah ataukah merupakan bid'ah? Oleh: Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin. E-Book SalafiDB
7. Hadits Dha'if dan Hasan Tentang Doa Berbuka Puasa. http://www.mail-archive.com/manhaj-salaf@yahoogroups.com/msg00413.html
8. Hadits shahih dan dho’if Seputar Puasa Ramadhan. http://al-ilmu.web.id/index.php/category/ahlussunnahwebid/page/7/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar