Minggu, 30 November 2008

Ta’lim and the Lab…

Sabtu, 29 November 2008

Aku tiba di masjid Al-I’tishom sekitar pukul 09.10. Ta’im belum dimulai. Aku pun masuk dan shalat tahiyatul masjid, kemudian langsung mengambil tempat di baris ketiga. Sekitar pukul -09.30, Ust.Dzulqarnain Al-Makassari pun datang, ikhwan-ikhwan pun langsung meletakkan alat-alat perekam mereka diatas meja, termasuk aku. Tema kajian kali ini adalah seputar kaidah tahzir, tabdi’, dan hajr.
Bagi yang belum tahu, Tahzir adalah memperingatkan ummat/manusia dari kesalahan/kesesatan seseorang/kaum.
Tabdi’ adalah menjatuhkan vonis ahlul bid’ah.
Sedangkan Hajr adalah pemboikotan terhadap seseorang/kaum yang melakukan kesalahan/kesesatan.

Tentunya untuk melakukan ketiga hal tersebut tidaklah mudah, sehingga harus ada kaidah-kaidah syar’i yang harus diperhatikan. Dan tentunya kaidah-kaidah ini bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Perlu diingat bahwa dalam dakwah, harus ada tarbiyah (menjelaskan kebenaran) dan tashfiyah (menjelaskan/membantah kesalahan/kesesatan). Sesuatu itu dikenal karena ada lawannya. Manis dikenal karena ada lawannya, yakni pahit. Ilmu dikenal karena ada lawannya, yakni kebodohan. Tauhid dikenal karena ada lawannya, yakni kesyirikan. Dan sunnah dikenal karena ada lawannya, yakni bid’ah.

Maka, melakukan tahzir, tabdi’, dan hajr adalah bentuk tashfiyah. Dan merupakan salah satu bentuk amar ma’ruf nahi munkar, dan bentuk kecintaan seorang muslim terhadap saudaranya. Yah…jika kita mencintai saudara kita, maka tentu kita tidak mau saudara kita itu terjerumus dalam kesesatan. Maka wajib bagi kita untuk memperingatkannya.
Oke…aku tidak perlu bicara panjang lebar masalah ini, karena keterbatasan ilmu-ku. Untuk lebih baiknya, silahkan antum-antum mendengar sendiri penjelasan dari Ust.Dzulqarnain, silahkan download melalui link ini:

Kaidah tahzir, tabdi, dan hajr.zip

Oh ya,,, selepas ta’lim, aku membeli sebuah CD ceramah, yang mungkin bagi sebagian orang, pasti terlihat kontroversi dan berlebih-lebihan, judulnya:

The Kufr Of Magic and the Evil Of Harry Potter
Penjelasan Kerusakan Novel Harry Potter
Oleh: Abu Hamzah Yusuf

Buku dengan judul yang sama juga telah terbit, namun aku belum membelinya.
Waw…ada fans harry potter disini??? Sorry bro…jangan emosi dulu. Aku juga sebenarnya suka dengan Harry Potter, semua filmnya tidak pernah aku lewatkan. Tapi itu dulu…alhamdulillah setelah melihat (baru melihat) cover dan backcober buku-nya dan juga CD ini, aku langung tersadar. Alhamdulillah…

Kalau mau tahu…silahkan di dengar saja. Insya Allah, semua penjelasannya bersumber dari Al-Qur’an dan As-sunnah.

Oke…setelah ta’lim, aku langsung menuju ke kampus, karena ada jadwal nge-lab alias riset. Setelah mendapat instruksi dari Prof.Dr.Elza Ibrahim A, drg.,M.Biomed, aku dan 5 orang temanku pun langsung bekerja di Laboratorium Biologi Oral FKG UI. Kami melakukan ekstraksi dan isolasi DNA saliva, sebanyak 14 sampel. Kami selesai pukul 00.20.

Huuh…sekali lagi, hari yang melelahkan…

Ta’lim pekan ini: Lanjutan bantahan syubhat hizbiyyun dan kaidah penerapan sunnah

Sabtu, 22 November 2008

Seharian ini alhamdulillah, aku menyibukkan diriku dengan menuntut ilmu syar’i. Aku berangkat dari kosan sejak pukul 09.30, dan kembali pukul 17.30.

Masjid Al-I’tishom, Jakarta Pusat, 10.30 – 11.30
Ta’lim pekan ini diisi oleh ust.Muh.Umar As-Sewed, yang terdiri dari lanjutan pembahasan kitab Risyadul Bariyah, yang berisi bantahan terhadap syubhat yang dilontarkan hizbiyyun terhadap ahlussunnah. Pembahasannya telah sampai pada bantahan terhadap syubhat ke-9, yakni ahlussunnah di tuduh sekuler dan tidak peduli pada masalah politik. Sebelumnya telah dibahas juga bantahan terhadap syubhat ke-8, yakni ahlussunnah dituduh murji’ah terhadap penguasa, dan khawarij pada para da’i. bagi antum-antum yang ingin dowload rekaman audio-nya, bisa melalui link di bawah ini:



Risyadul Bariyah - Syubhat ke 8 dan 9.zip


Masjid Al-Mujahidin, Slipi, 14.00 – 16.00
Ta’lim dilanjutkan di mesjid Al-Mujahidin, Slipi, masih bersama Ust.Muh.Umar As-Sewed, yang membahas kaidah-kaidah penerapan sunnah, pembahasan baru sampai kaidah ke-1 dan ke-2.
Kaidah ke-1: kerjakan sunnah itu,meskipun asing / orang-orang meninggalkannya
Kaidah ke-2: sampaikan sunnah dan jangan diperdebatkan
Silahkan download:

Kaidah Penerpan Sunnah - kaidah 1 dan 2.zip


Sungguh melelahkan memang, tapi ingatlah bahwa keutamaan berpegang teguh pada As-Sunnah bisa mengalahkan segala kelelahan itu.

Untuk seluruh pembaca, terutama saudara-saudara dan teman-temanku, tak ada hal lain yang bisa kunasehatkan, selain mengajak untuk menuntut ilmu syar’i, dan tentunya tetap berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman yang benar, yakni pemahamannya para sahabat.
"Aku tinggalkan padamu dua perkara yang kalian tidak akan tersesat apabila (berpegang teguh) kepada keduanya, yaitu Kita-bullah dan Sunnahku. Tidak akan bercerai-berai sehingga kedua-nya menghantarku ke telaga (Surga)." (Di-shahih-kan Al-Albani dalam kitab Shahihul Jami' )


أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفاً كًثِيْراً. فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ، فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
[رَوَاه داود والترمذي وقال : حديث حسن صحيح]

"Saya memberi wasiat kepadamu agar tetap bertaqwa kepada Alloh yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia, tetap mendengar dan ta'at walaupun yang memerintahmu seorang hamba sahaya (budak). Sesungguhnya barangsiapa diantara kalian masih hidup niscaya bakal menyaksikan banyak perselisihan. karena itu berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang lurus (mendapat petunjuk) dan berpeganglah kamu dengan kepada sunnah-sunnah itu dengan kuat. Dan jauhilah olehmu hal-hal baru karena sesungguhnya semua bid'ah itu sesat."
(HR. Abu Daud dan At Tirmidzi, Hadits Hasan Shahih )

Ya Allah berikanlah kami kesabaran dan istiqomah dalam menegakkan sunnah dan menuntut ilmu syar’i
Barakallahu fiikum. Semoga bermanfaat…

Minggu, 16 November 2008

Back to ta'lim...Alhamdulillah

***
Akhirnya, setelah vakum sekitar 2 bulan dari menuntut ilmu syar’i, Alhamdulillah Allah masih memberiku kesempatan pagi ini untuk kembali ke riyadushalihin, majelis ilmu syar’i yang mulia. Kembali ku mengingatkan untuk diriku sendiri, dan siapapun yang membaca tulisan ini tentang keutamaan menuntut ilmu syar’i:

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu , katanya: "Saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Ingatlah, sesungguhnya dunia itu dilaknat, dilaknat pula segala sesuatu yang ada di dalamnya, melainkan berzikir kepada Allah dan apa-apa yang menyamainya, juga orang yang alim serta orang yang menuntut ilmu."
Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.

“Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu syar’i, maka Allah akan mudahkan jalannya menuju surga”(HR.Muslim)

Ta’lim terakhirku sebelum ini ialah pada tanggal 9 agustus 2008, ketika 2 orang syeikh datang memberikan nasehat, dan itu telah kuceritakan pada posting-ku yang sebelumnya. Selama 2 bulan ini aku hanya belajar sendiri dari buku-buku, e-book, dan rekaman-rekaman ceramah yag kusimpan di laptopku.

Aku tiba di mesjid Al-I’tishom sekitar pukul 09.15, ceramah pertama telah dimulai. Setelah berwudhu dan shalat tahiyatul masjid, aku langsung bergabung di majelis yang belum terlalu ramai. Aku duduk dua baris di depan ustadz Abu Ayyub yang sedang membahas kitab Al-Qawa’idul Arba, karya Syekh Muhammad bin Abdul Wahab. Kitab ini membahas 4 kaidah dalam mengenal kesyirikan. Mengenal disini bukan berarti untuk mengamalkannya, namun agar kita berhati-hati agar tidak terjerumus ke dalamnya. Hal ini tentu sagat penting, mengingat syirik merupakan dosa yang paling besar, yang dapat mengeluarkan kita dari islam.

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” (An-Nisaa:116)

"Sesungguhnya syirik itu adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (Luqman: 13)

Saat aku datang, pembahasan baru sampai pada kaidah pertama. Aku tidak merekam ceramah ini, karena aku tidak mendapatkan awalnya. Sehingga aku memutuskan untuk mencatatnya saja. Aku jadi teringat perkataan imam Syafi’i, yang kurang lebih maknanya seperti ini:

Ilmu itu adalah buruan, dan tulisan adalah pengikatnya. Alangkah bodohnya orang yang menangkap hewan buruan, kemudian tidak mengikatnya, tentu hewan buruannya akan lari.

Adapaun 4 kaidah itu (yang sempat kucatat) adalah:
1. Kesyirikan yang terjadi pada zaman Rasulullah bukan pada masalah rububiyah Allah. Karena kaum musyrikin pada zaman itu mengakui bahwa Allah lah yang menciptakan dan mengatur segala sesuatunya.

2. Kaum musyrikin pada zaman Rasulullah menganggap bahwa sesembahan-sesembahan mereka selain Allah, bisa mendekatkan mereka kepada Allah, dan bisa memberi mereka syafaat. Dengan kata lain, kesyirikan mereka terletak pada masalah uluhiyah. Mereka menganggap ada sesembahan lain yang berhak diibadahi selain Allah, dan mereka menjadikan sesembahan-sesembahan mereka itu sebagai perantara dalam berhubungan dengan Allah.

3. Pada zaman Rasulullah  , sesembahan-sesembahan kaum musyrikin berbeda-beda dan beranekaragam. Ada yang menyembah poho, patung, nabi, malaikat, dll. Semua dari mereka disamakan dan tidak dibedakan hukumnya, karea Allah tidak meridhai kesyirikan dan tidak melihat siapa yag menjadi tandingannya.

4. Kesyirikan di zaman sekarang lebih parah dibanding pada zaman Rasulullah  . Karena:

- pada zaman itu, mereka beribadah kepada selain Allah hanya dalam keadaan lapang, sedangkan dalam keadaan sempit, mereka kembali beribadah kepada Allah. Sedangkan pada zaman sekarang, kaum musyrikin beribadah kepada selain Allah dalam keadaan lapang maupun sempit
- Kesyirikan jaman sekarang bukan hanya pada masalah uluhiah, tapi telah mencapai pada masalah rububiyah Allah
- Kesyirikan pada zaman dahulu menyembah orang-orang yang saleh. Sedangkan pada zaman sekarang, tidak peduli dia orang saleh atau bukan, tetap saja disembah

Setelah pembahasan tersebut, ta’lim dilanjutkan dengan pembahasan kitab fiqih bulughul maram, karya Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Atsqalani, yang dibawakan oleh ust. Ibnul Mubaraq yang membahas masalah nikah, dan ust. Abdul Barr yang membahas hal-hal yang membatalkan wudhu, dalam hal ini adalah darah istihadlah, yakni darah yang keluar dari kemaluan wanita, yang bukan darah haid atau nifas. Hal ini berdasarkan hadits nomor 73 dalam kitab ini, yakni:

'Aisyah رضي الله عنها berkata: Fathimah binti Abu Hubaisy datang ke hadapan Nabi
صلالله عليه وسلم seraya berkata: Wahai Rasulullah, sungguh, aku ini perempuan yang selalu keluar darah (istihadlah) dan tidak pernah suci, bolehkah aku meninggalkan shalat? Rasul menjawab: "Tidak boleh, itu hanya penyakit dan bukan darah haid. Apabila haidmu datang tinggalkanlah shalat dan apabila ia berhenti maka bersihkanlah dirimu dari darah itu (mandi) lalu shalatlah." (Muttafaq Alaihi)

Pembahasan dari ust.Ibnul Mubaraq tadinya ingin kurekam, namun ternyata aku lupa menekan tombol record, sehingga tak ada yang terekam sama sekali. Kesalahanku itu tak kuulangi saat pembahasan oleh ust. Abdul Barr, sehingga aku berhasil merekamnya dengan sempurna. Bagi anda yang ingin mendegarnya, khususnya wanita, silahkan:


download disini


Sedangkan, kalau mau kitab bulughul maram versi e-book (terjemahan), anda bisa mendapatkannya di salafidb, yang telah kujelaskan di posting sebelumnya, anda bisa mendowloadnya dari link di posting tersebut, atau langsung saja Download disini

Oke, kembali ke ceritaku. Setelah ta’lim selesai dan shalat dzuhur, aku melihat-lihat buku yang dijajakan di sekitar mesjid, aku membeli 3 buku, buku pertama yang kubeli adalah buku yang telah lama aku cari,yakni: “Beda Salafi Dengan Hizbi:Memang Beda, Kenapa Sama,” yang merupakan bantahan terhadap buku: “Beda Salaf Dengan Salafi:Harusnya Sama, Kenapa Beda?


Tentunya ini buku yang sangat menarik, dan perlu dibaca, karena di dalamnya terdapat klarifikasi dan pelurusan terhadap fitnah-fitnah dan tuduhan terhadap salafiyyun yang dilontarkan penulis buku Beda Salaf Dengan Salafi (BSDS) yang tidak bertanggung jawab.

Aku mencari buku Beda Salafi Dengan Hizbi disebabkan oleh adanya oknum yang menyerang salafiyyun di kampusku (FKG UI) melalui milis dengan ber-hujjah-kan buku BSDS yang penuh dengan syubhat itu. Untungnya, alhamdulillah, Allah masih memberi kami kekuatan untuk menegakkan hujjah yang haq, dan serangan itu dapat kami bantah dengan hujjah yang syar’i dan ilmiyah. Aku berharap oknum itu mau membaca buku ini, agar tidak lagi terjebak dalam syubhat yang mengerikan.

Buku kedua yang kubeli adalah buku terbitan baru, yang berjudul Mayat-Mayat Cinta (Sebuah Risalah Penegur Jiwa). Hmm…mendengar judulnya, anda pasti teringat akan novel best seller karangan Habiburrahman El-Shirazy, Ayat-Ayat Cinta. Ya, anda tepat, buku ini berisi diantaranya: paradigma cinta dari perspektif syariat islam yang shahih, tingkatan-tingkatan cinta, obat dan terapi menghilangkan trauma-trauma cinta, kisah-kisah tragis para pemuja cinta, dan nasehat terhadap Habibirrahman El-Shirazy, khusunya tentang isi novelnya. Penasaran? Tunggu resensiku segera. Atau kalau nggak sabar, silahkan beli bukunya =).


Buku ketiga yang kubeli adalah “Adakah bid’ah hasanah?” karya Abdul Qayyum bin Muhammad bin Nashir As Sahaibani. Buku yang juga sangat baik, tentunya dalam membantah syubhat-syubhat yang dilontarkan oleh Ahlul bid’ah, yang mengatakan adanya bid’ah hasanah, untuk membenarkan perbuatan mereka yang gemar mengerjakan bid’ah. Padahal telah jelas keterangan dari Rasulullah :


“Seburuk-buruknya perkara adalah perkara yang diada-adakan, setiap yang diada-adakan adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesasatan tempatnya di neraka.“(HR.Tirmidzi, Nasa’i, dll)

Dari Ummul mukminin, Ummu 'Abdillah, ‘Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami ini yang bukan dari kami, maka dia tertolak". (Bukhari dan Muslim. Dalam riwayat Muslim : “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai urusan kami, maka dia tertolak”)
Dan dalil-dalil lain yang bisa dibaca dalam buku ini. Semoga Allah menjaga kita dari perkara-perkara bid’ah dalam agama.

Oh ya, ini adalah kali ke dua aku membeli buku ini. Sebelumnya aku telah membelinya, namun dihilangkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Wallahu ta’ala a’lam, menurutku itu adalah kehilangan yang disengaja. Semoga saja orang menghilangkannya bukan bermaksud untuk menjauhkan orang-orang dari petunjuk yang haq.

Walhamdulillah, inilah pengalaman dan pengetahuan yang dapat kubagi pada hari ini. Semoga bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Barakallahu fiikum.

15 November 2008
Pukul 23.00

Sabtu, 08 November 2008

Cerita dalam Dunia Anak

***
Penulis: Al-Ustadzah Ummu 'Abdirrahman Bintu 'Imran
Sakinah, Permata Hati, 20 - Juni - 2008, 02:35:54

Cerita fiksi, dengan niat sebaik apapun -termasuk “berdakwah”, tetaplah kedustaan. Sehingga tak sepantasnya anak-anak kita dijejali oleh beragam cerita rekaan yang hanya akan memperkuat fantasi khayalnya. Terlebih cerita-cerita tersebut, baik yang berbentuk cerpen, komik, ataupun novel, mengandung hal-hal yang bisa merusak akidah mereka.

Kalau kita berkunjung ke perpustakaan atau toko buku, deretan buku cerita untuk anak-anak sangat mudah kita jumpai. Dari cerita legenda sampai yang bertema agama. Mulai cerita daerah sampai cerita yang diadopsi dari negeri asing.
Memang, anak-anak –sebagaimana orang dewasa– sangat menyukai cerita. Cerita memang bisa menjadi media yang sangat efektif untuk menyampaikan dan menanamkan berbagai nilai, baik positif maupun negatif, pada diri anak.
Namun sayang, sebagian besar cerita yang disuguhkan kepada anak-anak adalah cerita fiksi. Dengan kata lain, menyuguhkan kedustaan dan khayalan. Ironisnya, cerita-cerita seperti inilah yang justru digemari oleh anak-anak, termasuk anak-anak kaum muslimin. Karakter-karakter khayal dan asing dengan alur cerita yang mengasyikkan membuat mereka menjadi pengkhayal; ingin menjadi seorang “jagoan” yang perkasa atau seorang “putri” yang lembut dan jelita.

Isi cerita pun turut mendukung kerusakan yang ada. Cerita yang seram dan menakutkan membuat anak menjadi ciut nyali dan kehilangan keberaniannya. Bahkan banyak cerita yang nyaris meruntuhkan tauhid. Cerita tentang “kantong ajaib” sampai “peri yang baik” bisa membuat anak percaya, segala yang mereka inginkan bisa tercapai bukan melalui kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wal ‘iyadzu billah!
Kalaupun ada cerita bertema agama –baik yang tercantum di rubrik-rubrik kisah majalah anak ataupun yang terbukukan–, seringkali yang ada adalah cerita rekaan, atau kisah-kisah yang benar namun dibumbui dengan berbagai tambahan dan pengurangan. Semuanya berujung pada kedustaan.

Tidak dipungkiri, cerita dapat menimbulkan pengaruh bagi yang mendengar atau membacanya. Oleh karena itulah di dalam Al-Qur`an kita dapati berbagai kisah yang bermanfaat, tentang para nabi ataupun umat-umat terdahulu. Begitu pula Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, menuturkan kisah-kisah dengan bahasa yang begitu fasih, penyampaian yang begitu jelas dan gamblang.
Namun bedanya, kisah-kisah dalam Al-Qur`an maupun yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berisi tentang kenyataan yang benar-benar terjadi dan jauh dari sekadar dusta dan khayalan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي اْلأَلْبَابِ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَى وَلَكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal. Al-Qur`an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi sebagai pembenar kitab-kitab yang sebelumnya dan penjelas segala sesuatu, dan sebagai petunjuk serta rahmat bagi kaum yang beriman.” (Yusuf: 111)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman pula tentang Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى. إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوْحَى
“Tidaklah dia berkata dari hawa nafsunya. Yang dikatakannya itu tidak lain wahyu yang diwahyukan.” (An-Najm: 3-4)

Maka dari itu, mestinya kita benar-benar memerhatikan ketika hendak memilihkan bacaan, menuliskan cerita atau menuturkan kisah kepada anak-anak. Tak boleh ada unsur kedustaan sepanjang cerita itu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Kitab-Nya:
إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْكَاذِبُونَ
“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta.” (An-Nahl: 105)

Dusta, biarpun dalam rangka berkisah yang sifatnya menghibur anak-anak, tetaplah dilarang. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyatakan hal itu dalam sabda beliau yang diriwayatkan oleh Bahz bin Hakim dari ayahnya dari kakeknya, dia berkata: Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ بِالْحَدِيْثِ لِيُضْحِكَ بِهِ القَوْمَ فَيَكْذِبُ، وَيْلٌ لَهُ، وَيْلٌ لَهُ
“Binasalah orang yang berbicara untuk membuat orang-orang tertawa dengan ucapannya, lalu dia berdusta. Binasalah dia, binasalah dia!” (HR. At-Tirmidzi no. 2315, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)

Oleh karena itu, kita perlu waspada dan ekstra hati-hati agar tidak terjerumus dalam perbuatan seperti ini. Apalagi jika kita terbiasa membuat-buat dongeng atau cerita rekaan, hingga tanpa terasa kita jadi terbiasa berdusta. Sementara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan bahwa orang yang terbiasa berdusta akan dicatat di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai seorang pendusta. Na’udzu billah!

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى البِرِّ وَإِنَّ البِرَّ يَهْدِي إلَى الْجَنَّةِ ومَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيْقًا، وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُوْرِ وَإِنَّ الْفُجُوْرَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَلاَ يَزَالُ الْعَبْدُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا
“Sesungguhnya kejujuran akan membimbing pada kebaikan, dan kebaikan akan membimbing ke surga, dan seseorang senantiasa jujur dan membiasakan untuk jujur hingga dicatat di sisi Allah sebagai seorang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta akan membimbing pada kejahatan, dan kejahatan akan membimbing ke neraka, dan seorang hamba senantiasa berdusta dan membiasakan untuk dusta hingga dicatat di sisi Allah sebagai seorang pendusta.” (HR. Al-Bukhari no. 6094 dan Muslim no. 2607)

Dusta juga termasuk perangai orang munafik. Demikian dinyatakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ
“Tanda orang munafik itu ada tiga: bila bicara dia dusta, bila berjanji dia mengingkari, dan bila diberi amanah dia mengkhianati.” (HR. Al-Bukhari no. 33 dan Muslim no. 107)

Lebih dari itu, dusta merupakan dosa besar yang diancam dengan azab di neraka, sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Samurah bin Jundab radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa suatu pagi, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabat:
إِنَّهُ أَتَانِي اللَّيْلَةَ آتِيَانِ وَإِنَّهُمَا ابْتَعَثَانِي وَإِنَّهُمَا قَالاَ لِي: انْطَلِقْ. وَإِنِّي انْطَلَقْتُ مَعَهُمَا...- الْحَدِيثَ- وَفِيهِ: وَأَمَّا الرَّجُلُ الَّذِي أَتَيْتَ عَلَيْهِ يُشَرْشِرُ شِدْقَهُ إِلَى قَفَاهُ وَمِنْخَرَهُ إِلَى قَفَاهُ وَعَيْنَهُ إِلَى قَفَاهُ فَإِنَّهُ الرَّجُلُ يَغْدُو مِنْ بَيْتِهِ فَيَكْذِبُ الْكِذْبَةَ تَبْلُغُ الْآفَاقَ
“Semalam aku didatangi oleh dua orang malaikat, lalu mereka berdua mengajakku pergi. Mereka berkata padaku, ‘Mari kita pergi!’ Aku pun pergi bersama mereka berdua….” (sampai beliau mengatakan), “Adapun orang yang kaulihat sedang merobek/memotong mulutnya hingga ke tengkuknya, hidungnya hingga ke tengkuknya, kedua matanya hingga ke tengkuknya adalah orang yang suka berangkat di pagi hari dari rumahnya, lalu dia membuat kedustaan, sampai kedustaan itu mencapai seluruh penjuru.” (HR. Al-Bukhari no. 7047)

Orang seperti ini berhak mendapatkan azab, karena berbagai kerusakan yang timbul dari kedustaan yang dibuatnya. Sementara, dia melakukan dusta itu dengan keinginannya, bukan karena dipaksa atau karena terdesak. (Fathul Bari, 12/557)

Ancaman apa lagi yang lebih mengerikan daripada azab seperti ini?
Kalau memang kita ingin memberikan kisah-kisah untuk memberikan pelajaran kepada anak dan menanamkan akhlak yang baik, kita bisa mengambil cerita-cerita yang ada di dalam Al-Qur`an dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih. Atau melalui kisah hidup Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat beliau radhiyallahu ‘anhum, dari kitab-kitab biografi yang ditulis oleh para ulama, yang di dalamnya sarat dengan keteladanan dan pelajaran serta dituturkan sebagaimana jalan cerita yang ada, tanpa pengurangan dan penambahan, sekalipun kita menuturkannya dengan bahasa anak-anak.

Yang banyak pula ditemukan sekarang ini, kisah-kisah para tokoh Islam, baik dari kalangan para rasul, sahabat, dan yang lainnya, dalam bentuk cerita bergambar. Nabi Adam ‘alaihissalam maupun nabi-nabi yang lain digambarkan sedemikian rupa dalam ilustrasi buku cerita maupun karakter film kartun. Begitu pula tokoh-tokoh yang lainnya.

Yang seperti ini dilarang, karena jelas-jelas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita membuat gambar-gambar makhluk bernyawa ataupun menyimpannya di dalam rumah. Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma pernah mengatakan:
سَمِعْتُ مُحَمَّدًا صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: مَنْ صَوَّرَ صُوْرَةً فِي الدُّنْيَا كُلِّفَ أَنْ يَنْفُخَ فِيْهَا الرُّوْحَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَيْسَ بِنَافِخٍ
“Aku pernah mendengar Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Siapa yang membuat sebuah gambar (makhluk hidup) di dunia, ia akan dibebani untuk meniupkan ruh kepada gambar tersebut pada hari kiamat, padahal ia tidak bisa meniupkannya’.” (HR. Al-Bukhari no. 5963 dan Muslim no. 5507)

Jabir radhiyallahu ‘anhu juga mengatakan:
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَنِ الصُّوْرَةِ فِي الْبَيْتِ وَنَهَى أَنْ يَصْنَعَ ذَلِكَ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memasukkan gambar (makhluk hidup) ke dalam rumah dan melarang untuk membuat yang seperti itu.” (HR. At-Tirmidzi no. 1749, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menyampaikan pula bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
إِنَّ أَصْحَابَ هَذِهِ الصُّوَرِ يُعَذَّبُوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَيُقَالُ: أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ. وَقَالَ: إِنَّ الْبَيْتَ الَّذِي فِيْهِ الصُّوَرُ لاَ تَدْخُلُهُ الْمَلاَئِكَةُ
“Sesungguhnya pembuat gambar-gambar (makhluk bernyawa) seperti ini akan diazab pada hari kiamat dan dikatakan pada mereka, ‘Hidupkan apa yang kalian ciptakan ini!’.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Sesungguhnya rumah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar (makhluk bernyawa) tidak akan dimasuki oleh malaikat.” (HR. Al-Bukhari no. 5961 dan Muslim no. 2107)

Di samping itu, perbuatan semacam ini mengandung pelecehan terhadap para nabi dan para tokoh yang digambarkan. Demikian difatwakan oleh para ulama, sebagaimana termaktub dalam fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhutsil ‘Ilmiyyah wal Ifta` yang diketuai oleh Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baz t: “Dilarang menggambar para sahabat atau salah seorang di antara mereka, karena hal itu mengandung peremehan dan pelecehan terhadap mereka, serta mengakibatkan penghinaan terhadap para sahabat. Walaupun diyakini di sana ada maslahat, namun mafsadah yang ditimbulkan jauh lebih besar. Sementara segala sesuatu yang mafsadahnya lebih besar itu terlarang.

Keputusan tentang larangan atas hal ini telah ditetapkan dalam Majlis Hai`ah Kibaril ‘Ulama. (Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhutsil ‘Ilmiyyah wal Ifta`, 1/712 no. 2044)
Bagaimana kiranya dengan menggambar para nabi yang lebih mulia daripada para sahabat? Tentu lebih jelas lagi pelarangannya.
Sudah semestinya kita bersikap bijak untuk memilah, mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang menyelamatkan dan mana yang membahayakan, baik untuk anak-anak maupun diri kita.

Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.

dikutip dari: http://www.asysyariah.com/

Selasa, 04 November 2008

Hukum Foto

***
Menanggapi pertanyaan ukhti mia yang disampaikan di shoutmix:

Setahu saya, masalah foto ada perbedaan pendapat diantara ulama salaf kontemporer, ada yang melarangnya secara mutlak karena dianggap sama dengan gambar, dan ada yang memperbolehkannya karena dianggap berbeda dengan gambar. Salah satu ulama yang membolehkannya adalah syekh shalih al-utsaimin, beliau mengambil pengandaian mesin fotocopy. Jika kita menulis sebuah kata di atas kertas, kemudian tulisan itu difotocopy, maka apakah tulisan itu tulisan kita atau tulisan mesin fotocopy? Maka jawabannya adalah itu tetap tulisan kita, begitu pula dengan foto, kita tidak menciptakan sebuah gambar baru, namun hanya memindahkan yang asli ke media tertentu.

Namun perlu diingat, bahwa hukum foto (juga menurut syekh utsaimin), tergantung dari tujuannya, jika tujuannya untuk yang haram, maka hukumnya juga haram, dst.

Berikut Fatwa-Fatwa Ulama tentang hal tersebut:

Hukum Mengenakan Pakaian Yang Bergambar Dan Menyimpan Foto Sebagai Kenangan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan:
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum mengenakan pakaian yang bergambar ?

Jawaban:
Seseorang dilarang untuk mengenakan pakaian yang bergambar hewan atau manusia, dan juga dilarang untuk mengenakan sorban serta jubah atau yang menyerupai itu yang didalamnya terdapat gambar hewan atau manusia atau makhluk bernyawa lainnya. Karena Nabi صلی الله عليه وسلم telah menegaskan hal itu dengan sabdanya.

"Artinya : Malaikat enggan memasuki rumah yang didalamnya terdapat lukisan" [Hadits Riwayat Al-Bukhari, bab Bad'ul Khalq 3226, Muslim bab Al-Libas 2106]

Maka dari itu hendaklah seseorang tidak menyimpan atau memiliki gambar berupa foto-foto yang oleh sebaigian orang dianggap sebagai album kenangan, maka wajib baginya untuk menanggalkan foto-foto tersebut, baik yang ditempel di dinding, ataupun yang disimpan dalam labum dan lain sebagainya. Karena keberadaan benda-benda tersebut menyebabkan malaikat haram (enggan) memasuki rumah mereka. Hadits yang menunjukkan hal itu adalah hadits shahih dari Nabi صلی الله عليه وسلم, Wallahu a'lam[Ibn Utsaimin, Al-Majmu 'Ats-Tsamin, hal 199]

MENYIMPAN FOTO SEBAGAI KENANGAN

Pertanyaan:
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum menyimpan gambar atau foto sebagai kenangan ?

Jawaban:
Menyimpan gambar atau foto untuk dijadikan sebagai kenangan adalah haram, karena Nabi صلی الله عليه وسلم telah menjelaskan bahwa malaikat enggan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat gambar. Hal ini menunjukkan bahwa menyimpan gambar atau foto di dalam rumah hukumnya adalah haram. Semoga Allah memberi kita pertolongan.

[Ibn Utsaimin, Al-Majmu 'Ats-Tsamin, hal 200][Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-3, Darul Haq]


Hukum Foto Untuk KTP - SIM - Ijazah
Lajnah Daimah

Pertanyaan:
Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia sangat memerlukan gambar atau foto untuk diletakkan pada Kartu Tanda Pengenal (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), Kartu Jaminan Sosial (Jamsos), Ijazah, Surat Izin Perjalanan (paspor) dan untuk keper-luan lainnya. Yang menjadi pertanyaan adalah: Apakah kita boleh berfoto untuk keperluan tersebut, jika tidak boleh, bagaimana dengan mereka yang berkecimpung dalam suatu bidang (memiliki jabatan tertentu), apakah mereka harus keluar atau terus berkecimpung di dalamnya?

Jawaban:
Segala puji semata-mata ditujukan kepada Allah, dan shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada rasulNya beserta keluarga dan para sahabatnya. Amma ba'du:Mengambil gambar atau berfoto hukumnya haram sebagaimana yang ditegaskan dalam hadits-hadits shahih dari Rasulullah صلی الله عليه وسلم bahwa beliau melaknat siapa saja yang membuat gambar dan penjelasan beliau bahwa mereka adalah orang yang paling berat mendapatkan siksa. Hal itu disebabkan bahwa gambar atau lukisan merupakan sarana kepada kemusyrikan, dan karena perbuatan tersebut sama dengan menyerupakan makhluk Allah.

Tetapi jika hal itu terpaksa dilakukan untuk keperluan pembuatan Kartu Tanda Pengenal, Pasport, ijazah, atau untuk keperluan yang sangat penting lainnya, maka ada pengecualian (rukhshah) dalam hal yang demikian sesuai dengan kadar kepentingannya, jika ia tidak menemukan cara lain untuk menghindarinya. Sedangkan bagi mereka yang berkecimpung dalam suatu bidang dan tidak menemukan cara selain dengan cara yang demikian, atau pekerjaannya dilakukan demi kemaslahatan umum yang hanya dapat dilakukan dengan cara itu, maka bagi mereka ada pengecualian (rukhshah) karena adanya kepentingan tersebut, sebagaimana firman Allah,

"Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkanNya atasmu, kecuali apa yang kalian dipaksa kepadanya." (Al-An'am: 119).

Rujukan:Fatawa al-Lajnah ad-Da'imah Lil Buhuts al-'Ilmiyah wal Ifta', (1/494).Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.


Membuat Gambar dengan Tangan dan Kamera
Syaikh Ibnu Utsaimin

Pertanyaan:
Dengan segala hormat, saya memohon penjelasan anda tentang hukum menggambar, baik dengan menggunakan tangan (melukis), atau dengan alat pembuat gambar (kamera), apa hukum menggantung gambar di atas dinding, dan apa hukum memiliki gambar hanya sekedar dijadikan sebagai kenangan?

Jawaban:
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, shalawat dan salam disampaikan kepada junjungan kita Nabi Muhammad صلی الله عليه وسلم serta para sahabatnya. Melukis dengan tangan adalah perbuatan yang diharamkan, bahkan melukis termasuk salah satu dosa besar. Karena Nabi صلی الله عليه وسلم melaknat para pembuat gambar (pelukis), sedangkan laknat tidak akan ditujukan kecuali terhadap suatu dosa besar, baik yang digambar untuk tujuan mengungkapkan keindahan, atau yang digambar sebagai alat peraga bagi para pelajar, atau untuk hal-hal lainnya, maka hal itu adalah haram. Tetapi bila seseorang menggambar bagian dari tubuh, seperti tangan saja, atau kepala saja, maka hal itu diperbolehkan.

Adapun mengambil gambar dengan menggunakan alat fotografi, maka hal itu diperbolehkan karena tidak termasuk pada perbuatan melukis. Yang menjadi pertanyaan adalah: Apa maksud dari pengambilan gambar tersebut? Jika pengambilan gambar (pemotretan) itu dimaksudkan agar dimiliki oleh seseorang meskipun hanya dijadikan sebagai kenangan, maka pengambilan gambar tersebut hukumnya menjadi haram, hal itu dikarenakan segala macam sarana tergantung dari tujuan untuk apa sarana tersebut digunakan, sedangkan memiliki gambar hukumnya adalah haram. Karena Nabi صلی الله عليه وسلم telah menjelaskan bahwa malaikat enggan memasuki rumah yang ada gambar di dalamnya, di mana hal itu menunjukkan kepada haramnya memiliki dan meletakkan gambar di dalam rumah. Adapun menggantungkan gambar atau foto di atas dinding adalah haram hukumnya sehingga tidak diperbolehkan untuk menggantungnya meskipun sekedar untuk kenangan, karena malaikat enggan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat gambar.

Rujukan:Fatwa-fatwa Syaikh Ibn Utsaimin yang beliau tanda tangani.Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.