***
Kala muram menyapa
Dengan tak sopan ia berdengung
Bukan karena hati gelisah
Tapi kelam tak mau pergi
Pada insan dibalik tempurung
Berserakan di tepi zaman
Luruh sudah di penghujung jalan
Bagai musafir yang tak ingin berhenti
Mencari arti dari langkah kakinya
Menuai kisah dari hembusan nafasnya
Yang masih terengah
Dalam pacuan berharap cerah
Pikul cahaya diatas pundaknya
Tak henti-hentinya ia melontar
Satu, dua, dan tiga senyuman
Yang ubah warnanya
Dan tak cukup, maka seribu senyum terlontar
Yang ubah dunianya, ubah segalanya
Karena senyumnya luluhkan hati
Bagi insan-insan tercinta
Mereka takluk dalam keberdayaan
Dan tak mati jiwanya
Sebab senyuman itu
Ialah penawar sang hati yang gundah
Ia hidupkan cinta, yang masih setia untuk bungkam
Sampai tiba waktunya
Saat senyum beradu senyum
Dan syair indah kembali berkumadang
Pada suatu hari yang syahdu
Jakarta, 13 Juli 2011-07-13
22.01
Tidak ada komentar:
Posting Komentar