Minggu, 30 November 2008

Ta’lim and the Lab…

Sabtu, 29 November 2008

Aku tiba di masjid Al-I’tishom sekitar pukul 09.10. Ta’im belum dimulai. Aku pun masuk dan shalat tahiyatul masjid, kemudian langsung mengambil tempat di baris ketiga. Sekitar pukul -09.30, Ust.Dzulqarnain Al-Makassari pun datang, ikhwan-ikhwan pun langsung meletakkan alat-alat perekam mereka diatas meja, termasuk aku. Tema kajian kali ini adalah seputar kaidah tahzir, tabdi’, dan hajr.
Bagi yang belum tahu, Tahzir adalah memperingatkan ummat/manusia dari kesalahan/kesesatan seseorang/kaum.
Tabdi’ adalah menjatuhkan vonis ahlul bid’ah.
Sedangkan Hajr adalah pemboikotan terhadap seseorang/kaum yang melakukan kesalahan/kesesatan.

Tentunya untuk melakukan ketiga hal tersebut tidaklah mudah, sehingga harus ada kaidah-kaidah syar’i yang harus diperhatikan. Dan tentunya kaidah-kaidah ini bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Perlu diingat bahwa dalam dakwah, harus ada tarbiyah (menjelaskan kebenaran) dan tashfiyah (menjelaskan/membantah kesalahan/kesesatan). Sesuatu itu dikenal karena ada lawannya. Manis dikenal karena ada lawannya, yakni pahit. Ilmu dikenal karena ada lawannya, yakni kebodohan. Tauhid dikenal karena ada lawannya, yakni kesyirikan. Dan sunnah dikenal karena ada lawannya, yakni bid’ah.

Maka, melakukan tahzir, tabdi’, dan hajr adalah bentuk tashfiyah. Dan merupakan salah satu bentuk amar ma’ruf nahi munkar, dan bentuk kecintaan seorang muslim terhadap saudaranya. Yah…jika kita mencintai saudara kita, maka tentu kita tidak mau saudara kita itu terjerumus dalam kesesatan. Maka wajib bagi kita untuk memperingatkannya.
Oke…aku tidak perlu bicara panjang lebar masalah ini, karena keterbatasan ilmu-ku. Untuk lebih baiknya, silahkan antum-antum mendengar sendiri penjelasan dari Ust.Dzulqarnain, silahkan download melalui link ini:

Kaidah tahzir, tabdi, dan hajr.zip

Oh ya,,, selepas ta’lim, aku membeli sebuah CD ceramah, yang mungkin bagi sebagian orang, pasti terlihat kontroversi dan berlebih-lebihan, judulnya:

The Kufr Of Magic and the Evil Of Harry Potter
Penjelasan Kerusakan Novel Harry Potter
Oleh: Abu Hamzah Yusuf

Buku dengan judul yang sama juga telah terbit, namun aku belum membelinya.
Waw…ada fans harry potter disini??? Sorry bro…jangan emosi dulu. Aku juga sebenarnya suka dengan Harry Potter, semua filmnya tidak pernah aku lewatkan. Tapi itu dulu…alhamdulillah setelah melihat (baru melihat) cover dan backcober buku-nya dan juga CD ini, aku langung tersadar. Alhamdulillah…

Kalau mau tahu…silahkan di dengar saja. Insya Allah, semua penjelasannya bersumber dari Al-Qur’an dan As-sunnah.

Oke…setelah ta’lim, aku langsung menuju ke kampus, karena ada jadwal nge-lab alias riset. Setelah mendapat instruksi dari Prof.Dr.Elza Ibrahim A, drg.,M.Biomed, aku dan 5 orang temanku pun langsung bekerja di Laboratorium Biologi Oral FKG UI. Kami melakukan ekstraksi dan isolasi DNA saliva, sebanyak 14 sampel. Kami selesai pukul 00.20.

Huuh…sekali lagi, hari yang melelahkan…

Ta’lim pekan ini: Lanjutan bantahan syubhat hizbiyyun dan kaidah penerapan sunnah

Sabtu, 22 November 2008

Seharian ini alhamdulillah, aku menyibukkan diriku dengan menuntut ilmu syar’i. Aku berangkat dari kosan sejak pukul 09.30, dan kembali pukul 17.30.

Masjid Al-I’tishom, Jakarta Pusat, 10.30 – 11.30
Ta’lim pekan ini diisi oleh ust.Muh.Umar As-Sewed, yang terdiri dari lanjutan pembahasan kitab Risyadul Bariyah, yang berisi bantahan terhadap syubhat yang dilontarkan hizbiyyun terhadap ahlussunnah. Pembahasannya telah sampai pada bantahan terhadap syubhat ke-9, yakni ahlussunnah di tuduh sekuler dan tidak peduli pada masalah politik. Sebelumnya telah dibahas juga bantahan terhadap syubhat ke-8, yakni ahlussunnah dituduh murji’ah terhadap penguasa, dan khawarij pada para da’i. bagi antum-antum yang ingin dowload rekaman audio-nya, bisa melalui link di bawah ini:



Risyadul Bariyah - Syubhat ke 8 dan 9.zip


Masjid Al-Mujahidin, Slipi, 14.00 – 16.00
Ta’lim dilanjutkan di mesjid Al-Mujahidin, Slipi, masih bersama Ust.Muh.Umar As-Sewed, yang membahas kaidah-kaidah penerapan sunnah, pembahasan baru sampai kaidah ke-1 dan ke-2.
Kaidah ke-1: kerjakan sunnah itu,meskipun asing / orang-orang meninggalkannya
Kaidah ke-2: sampaikan sunnah dan jangan diperdebatkan
Silahkan download:

Kaidah Penerpan Sunnah - kaidah 1 dan 2.zip


Sungguh melelahkan memang, tapi ingatlah bahwa keutamaan berpegang teguh pada As-Sunnah bisa mengalahkan segala kelelahan itu.

Untuk seluruh pembaca, terutama saudara-saudara dan teman-temanku, tak ada hal lain yang bisa kunasehatkan, selain mengajak untuk menuntut ilmu syar’i, dan tentunya tetap berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman yang benar, yakni pemahamannya para sahabat.
"Aku tinggalkan padamu dua perkara yang kalian tidak akan tersesat apabila (berpegang teguh) kepada keduanya, yaitu Kita-bullah dan Sunnahku. Tidak akan bercerai-berai sehingga kedua-nya menghantarku ke telaga (Surga)." (Di-shahih-kan Al-Albani dalam kitab Shahihul Jami' )


أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفاً كًثِيْراً. فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ، فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
[رَوَاه داود والترمذي وقال : حديث حسن صحيح]

"Saya memberi wasiat kepadamu agar tetap bertaqwa kepada Alloh yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia, tetap mendengar dan ta'at walaupun yang memerintahmu seorang hamba sahaya (budak). Sesungguhnya barangsiapa diantara kalian masih hidup niscaya bakal menyaksikan banyak perselisihan. karena itu berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang lurus (mendapat petunjuk) dan berpeganglah kamu dengan kepada sunnah-sunnah itu dengan kuat. Dan jauhilah olehmu hal-hal baru karena sesungguhnya semua bid'ah itu sesat."
(HR. Abu Daud dan At Tirmidzi, Hadits Hasan Shahih )

Ya Allah berikanlah kami kesabaran dan istiqomah dalam menegakkan sunnah dan menuntut ilmu syar’i
Barakallahu fiikum. Semoga bermanfaat…

Minggu, 16 November 2008

Back to ta'lim...Alhamdulillah

***
Akhirnya, setelah vakum sekitar 2 bulan dari menuntut ilmu syar’i, Alhamdulillah Allah masih memberiku kesempatan pagi ini untuk kembali ke riyadushalihin, majelis ilmu syar’i yang mulia. Kembali ku mengingatkan untuk diriku sendiri, dan siapapun yang membaca tulisan ini tentang keutamaan menuntut ilmu syar’i:

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu , katanya: "Saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Ingatlah, sesungguhnya dunia itu dilaknat, dilaknat pula segala sesuatu yang ada di dalamnya, melainkan berzikir kepada Allah dan apa-apa yang menyamainya, juga orang yang alim serta orang yang menuntut ilmu."
Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.

“Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu syar’i, maka Allah akan mudahkan jalannya menuju surga”(HR.Muslim)

Ta’lim terakhirku sebelum ini ialah pada tanggal 9 agustus 2008, ketika 2 orang syeikh datang memberikan nasehat, dan itu telah kuceritakan pada posting-ku yang sebelumnya. Selama 2 bulan ini aku hanya belajar sendiri dari buku-buku, e-book, dan rekaman-rekaman ceramah yag kusimpan di laptopku.

Aku tiba di mesjid Al-I’tishom sekitar pukul 09.15, ceramah pertama telah dimulai. Setelah berwudhu dan shalat tahiyatul masjid, aku langsung bergabung di majelis yang belum terlalu ramai. Aku duduk dua baris di depan ustadz Abu Ayyub yang sedang membahas kitab Al-Qawa’idul Arba, karya Syekh Muhammad bin Abdul Wahab. Kitab ini membahas 4 kaidah dalam mengenal kesyirikan. Mengenal disini bukan berarti untuk mengamalkannya, namun agar kita berhati-hati agar tidak terjerumus ke dalamnya. Hal ini tentu sagat penting, mengingat syirik merupakan dosa yang paling besar, yang dapat mengeluarkan kita dari islam.

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” (An-Nisaa:116)

"Sesungguhnya syirik itu adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (Luqman: 13)

Saat aku datang, pembahasan baru sampai pada kaidah pertama. Aku tidak merekam ceramah ini, karena aku tidak mendapatkan awalnya. Sehingga aku memutuskan untuk mencatatnya saja. Aku jadi teringat perkataan imam Syafi’i, yang kurang lebih maknanya seperti ini:

Ilmu itu adalah buruan, dan tulisan adalah pengikatnya. Alangkah bodohnya orang yang menangkap hewan buruan, kemudian tidak mengikatnya, tentu hewan buruannya akan lari.

Adapaun 4 kaidah itu (yang sempat kucatat) adalah:
1. Kesyirikan yang terjadi pada zaman Rasulullah bukan pada masalah rububiyah Allah. Karena kaum musyrikin pada zaman itu mengakui bahwa Allah lah yang menciptakan dan mengatur segala sesuatunya.

2. Kaum musyrikin pada zaman Rasulullah menganggap bahwa sesembahan-sesembahan mereka selain Allah, bisa mendekatkan mereka kepada Allah, dan bisa memberi mereka syafaat. Dengan kata lain, kesyirikan mereka terletak pada masalah uluhiyah. Mereka menganggap ada sesembahan lain yang berhak diibadahi selain Allah, dan mereka menjadikan sesembahan-sesembahan mereka itu sebagai perantara dalam berhubungan dengan Allah.

3. Pada zaman Rasulullah  , sesembahan-sesembahan kaum musyrikin berbeda-beda dan beranekaragam. Ada yang menyembah poho, patung, nabi, malaikat, dll. Semua dari mereka disamakan dan tidak dibedakan hukumnya, karea Allah tidak meridhai kesyirikan dan tidak melihat siapa yag menjadi tandingannya.

4. Kesyirikan di zaman sekarang lebih parah dibanding pada zaman Rasulullah  . Karena:

- pada zaman itu, mereka beribadah kepada selain Allah hanya dalam keadaan lapang, sedangkan dalam keadaan sempit, mereka kembali beribadah kepada Allah. Sedangkan pada zaman sekarang, kaum musyrikin beribadah kepada selain Allah dalam keadaan lapang maupun sempit
- Kesyirikan jaman sekarang bukan hanya pada masalah uluhiah, tapi telah mencapai pada masalah rububiyah Allah
- Kesyirikan pada zaman dahulu menyembah orang-orang yang saleh. Sedangkan pada zaman sekarang, tidak peduli dia orang saleh atau bukan, tetap saja disembah

Setelah pembahasan tersebut, ta’lim dilanjutkan dengan pembahasan kitab fiqih bulughul maram, karya Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Atsqalani, yang dibawakan oleh ust. Ibnul Mubaraq yang membahas masalah nikah, dan ust. Abdul Barr yang membahas hal-hal yang membatalkan wudhu, dalam hal ini adalah darah istihadlah, yakni darah yang keluar dari kemaluan wanita, yang bukan darah haid atau nifas. Hal ini berdasarkan hadits nomor 73 dalam kitab ini, yakni:

'Aisyah رضي الله عنها berkata: Fathimah binti Abu Hubaisy datang ke hadapan Nabi
صلالله عليه وسلم seraya berkata: Wahai Rasulullah, sungguh, aku ini perempuan yang selalu keluar darah (istihadlah) dan tidak pernah suci, bolehkah aku meninggalkan shalat? Rasul menjawab: "Tidak boleh, itu hanya penyakit dan bukan darah haid. Apabila haidmu datang tinggalkanlah shalat dan apabila ia berhenti maka bersihkanlah dirimu dari darah itu (mandi) lalu shalatlah." (Muttafaq Alaihi)

Pembahasan dari ust.Ibnul Mubaraq tadinya ingin kurekam, namun ternyata aku lupa menekan tombol record, sehingga tak ada yang terekam sama sekali. Kesalahanku itu tak kuulangi saat pembahasan oleh ust. Abdul Barr, sehingga aku berhasil merekamnya dengan sempurna. Bagi anda yang ingin mendegarnya, khususnya wanita, silahkan:


download disini


Sedangkan, kalau mau kitab bulughul maram versi e-book (terjemahan), anda bisa mendapatkannya di salafidb, yang telah kujelaskan di posting sebelumnya, anda bisa mendowloadnya dari link di posting tersebut, atau langsung saja Download disini

Oke, kembali ke ceritaku. Setelah ta’lim selesai dan shalat dzuhur, aku melihat-lihat buku yang dijajakan di sekitar mesjid, aku membeli 3 buku, buku pertama yang kubeli adalah buku yang telah lama aku cari,yakni: “Beda Salafi Dengan Hizbi:Memang Beda, Kenapa Sama,” yang merupakan bantahan terhadap buku: “Beda Salaf Dengan Salafi:Harusnya Sama, Kenapa Beda?


Tentunya ini buku yang sangat menarik, dan perlu dibaca, karena di dalamnya terdapat klarifikasi dan pelurusan terhadap fitnah-fitnah dan tuduhan terhadap salafiyyun yang dilontarkan penulis buku Beda Salaf Dengan Salafi (BSDS) yang tidak bertanggung jawab.

Aku mencari buku Beda Salafi Dengan Hizbi disebabkan oleh adanya oknum yang menyerang salafiyyun di kampusku (FKG UI) melalui milis dengan ber-hujjah-kan buku BSDS yang penuh dengan syubhat itu. Untungnya, alhamdulillah, Allah masih memberi kami kekuatan untuk menegakkan hujjah yang haq, dan serangan itu dapat kami bantah dengan hujjah yang syar’i dan ilmiyah. Aku berharap oknum itu mau membaca buku ini, agar tidak lagi terjebak dalam syubhat yang mengerikan.

Buku kedua yang kubeli adalah buku terbitan baru, yang berjudul Mayat-Mayat Cinta (Sebuah Risalah Penegur Jiwa). Hmm…mendengar judulnya, anda pasti teringat akan novel best seller karangan Habiburrahman El-Shirazy, Ayat-Ayat Cinta. Ya, anda tepat, buku ini berisi diantaranya: paradigma cinta dari perspektif syariat islam yang shahih, tingkatan-tingkatan cinta, obat dan terapi menghilangkan trauma-trauma cinta, kisah-kisah tragis para pemuja cinta, dan nasehat terhadap Habibirrahman El-Shirazy, khusunya tentang isi novelnya. Penasaran? Tunggu resensiku segera. Atau kalau nggak sabar, silahkan beli bukunya =).


Buku ketiga yang kubeli adalah “Adakah bid’ah hasanah?” karya Abdul Qayyum bin Muhammad bin Nashir As Sahaibani. Buku yang juga sangat baik, tentunya dalam membantah syubhat-syubhat yang dilontarkan oleh Ahlul bid’ah, yang mengatakan adanya bid’ah hasanah, untuk membenarkan perbuatan mereka yang gemar mengerjakan bid’ah. Padahal telah jelas keterangan dari Rasulullah :


“Seburuk-buruknya perkara adalah perkara yang diada-adakan, setiap yang diada-adakan adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesasatan tempatnya di neraka.“(HR.Tirmidzi, Nasa’i, dll)

Dari Ummul mukminin, Ummu 'Abdillah, ‘Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami ini yang bukan dari kami, maka dia tertolak". (Bukhari dan Muslim. Dalam riwayat Muslim : “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai urusan kami, maka dia tertolak”)
Dan dalil-dalil lain yang bisa dibaca dalam buku ini. Semoga Allah menjaga kita dari perkara-perkara bid’ah dalam agama.

Oh ya, ini adalah kali ke dua aku membeli buku ini. Sebelumnya aku telah membelinya, namun dihilangkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Wallahu ta’ala a’lam, menurutku itu adalah kehilangan yang disengaja. Semoga saja orang menghilangkannya bukan bermaksud untuk menjauhkan orang-orang dari petunjuk yang haq.

Walhamdulillah, inilah pengalaman dan pengetahuan yang dapat kubagi pada hari ini. Semoga bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Barakallahu fiikum.

15 November 2008
Pukul 23.00

Sabtu, 08 November 2008

Cerita dalam Dunia Anak

***
Penulis: Al-Ustadzah Ummu 'Abdirrahman Bintu 'Imran
Sakinah, Permata Hati, 20 - Juni - 2008, 02:35:54

Cerita fiksi, dengan niat sebaik apapun -termasuk “berdakwah”, tetaplah kedustaan. Sehingga tak sepantasnya anak-anak kita dijejali oleh beragam cerita rekaan yang hanya akan memperkuat fantasi khayalnya. Terlebih cerita-cerita tersebut, baik yang berbentuk cerpen, komik, ataupun novel, mengandung hal-hal yang bisa merusak akidah mereka.

Kalau kita berkunjung ke perpustakaan atau toko buku, deretan buku cerita untuk anak-anak sangat mudah kita jumpai. Dari cerita legenda sampai yang bertema agama. Mulai cerita daerah sampai cerita yang diadopsi dari negeri asing.
Memang, anak-anak –sebagaimana orang dewasa– sangat menyukai cerita. Cerita memang bisa menjadi media yang sangat efektif untuk menyampaikan dan menanamkan berbagai nilai, baik positif maupun negatif, pada diri anak.
Namun sayang, sebagian besar cerita yang disuguhkan kepada anak-anak adalah cerita fiksi. Dengan kata lain, menyuguhkan kedustaan dan khayalan. Ironisnya, cerita-cerita seperti inilah yang justru digemari oleh anak-anak, termasuk anak-anak kaum muslimin. Karakter-karakter khayal dan asing dengan alur cerita yang mengasyikkan membuat mereka menjadi pengkhayal; ingin menjadi seorang “jagoan” yang perkasa atau seorang “putri” yang lembut dan jelita.

Isi cerita pun turut mendukung kerusakan yang ada. Cerita yang seram dan menakutkan membuat anak menjadi ciut nyali dan kehilangan keberaniannya. Bahkan banyak cerita yang nyaris meruntuhkan tauhid. Cerita tentang “kantong ajaib” sampai “peri yang baik” bisa membuat anak percaya, segala yang mereka inginkan bisa tercapai bukan melalui kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wal ‘iyadzu billah!
Kalaupun ada cerita bertema agama –baik yang tercantum di rubrik-rubrik kisah majalah anak ataupun yang terbukukan–, seringkali yang ada adalah cerita rekaan, atau kisah-kisah yang benar namun dibumbui dengan berbagai tambahan dan pengurangan. Semuanya berujung pada kedustaan.

Tidak dipungkiri, cerita dapat menimbulkan pengaruh bagi yang mendengar atau membacanya. Oleh karena itulah di dalam Al-Qur`an kita dapati berbagai kisah yang bermanfaat, tentang para nabi ataupun umat-umat terdahulu. Begitu pula Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, menuturkan kisah-kisah dengan bahasa yang begitu fasih, penyampaian yang begitu jelas dan gamblang.
Namun bedanya, kisah-kisah dalam Al-Qur`an maupun yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berisi tentang kenyataan yang benar-benar terjadi dan jauh dari sekadar dusta dan khayalan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي اْلأَلْبَابِ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَى وَلَكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal. Al-Qur`an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi sebagai pembenar kitab-kitab yang sebelumnya dan penjelas segala sesuatu, dan sebagai petunjuk serta rahmat bagi kaum yang beriman.” (Yusuf: 111)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman pula tentang Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى. إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوْحَى
“Tidaklah dia berkata dari hawa nafsunya. Yang dikatakannya itu tidak lain wahyu yang diwahyukan.” (An-Najm: 3-4)

Maka dari itu, mestinya kita benar-benar memerhatikan ketika hendak memilihkan bacaan, menuliskan cerita atau menuturkan kisah kepada anak-anak. Tak boleh ada unsur kedustaan sepanjang cerita itu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Kitab-Nya:
إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْكَاذِبُونَ
“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta.” (An-Nahl: 105)

Dusta, biarpun dalam rangka berkisah yang sifatnya menghibur anak-anak, tetaplah dilarang. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyatakan hal itu dalam sabda beliau yang diriwayatkan oleh Bahz bin Hakim dari ayahnya dari kakeknya, dia berkata: Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ بِالْحَدِيْثِ لِيُضْحِكَ بِهِ القَوْمَ فَيَكْذِبُ، وَيْلٌ لَهُ، وَيْلٌ لَهُ
“Binasalah orang yang berbicara untuk membuat orang-orang tertawa dengan ucapannya, lalu dia berdusta. Binasalah dia, binasalah dia!” (HR. At-Tirmidzi no. 2315, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)

Oleh karena itu, kita perlu waspada dan ekstra hati-hati agar tidak terjerumus dalam perbuatan seperti ini. Apalagi jika kita terbiasa membuat-buat dongeng atau cerita rekaan, hingga tanpa terasa kita jadi terbiasa berdusta. Sementara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan bahwa orang yang terbiasa berdusta akan dicatat di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai seorang pendusta. Na’udzu billah!

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى البِرِّ وَإِنَّ البِرَّ يَهْدِي إلَى الْجَنَّةِ ومَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيْقًا، وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُوْرِ وَإِنَّ الْفُجُوْرَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَلاَ يَزَالُ الْعَبْدُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا
“Sesungguhnya kejujuran akan membimbing pada kebaikan, dan kebaikan akan membimbing ke surga, dan seseorang senantiasa jujur dan membiasakan untuk jujur hingga dicatat di sisi Allah sebagai seorang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta akan membimbing pada kejahatan, dan kejahatan akan membimbing ke neraka, dan seorang hamba senantiasa berdusta dan membiasakan untuk dusta hingga dicatat di sisi Allah sebagai seorang pendusta.” (HR. Al-Bukhari no. 6094 dan Muslim no. 2607)

Dusta juga termasuk perangai orang munafik. Demikian dinyatakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ
“Tanda orang munafik itu ada tiga: bila bicara dia dusta, bila berjanji dia mengingkari, dan bila diberi amanah dia mengkhianati.” (HR. Al-Bukhari no. 33 dan Muslim no. 107)

Lebih dari itu, dusta merupakan dosa besar yang diancam dengan azab di neraka, sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Samurah bin Jundab radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa suatu pagi, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabat:
إِنَّهُ أَتَانِي اللَّيْلَةَ آتِيَانِ وَإِنَّهُمَا ابْتَعَثَانِي وَإِنَّهُمَا قَالاَ لِي: انْطَلِقْ. وَإِنِّي انْطَلَقْتُ مَعَهُمَا...- الْحَدِيثَ- وَفِيهِ: وَأَمَّا الرَّجُلُ الَّذِي أَتَيْتَ عَلَيْهِ يُشَرْشِرُ شِدْقَهُ إِلَى قَفَاهُ وَمِنْخَرَهُ إِلَى قَفَاهُ وَعَيْنَهُ إِلَى قَفَاهُ فَإِنَّهُ الرَّجُلُ يَغْدُو مِنْ بَيْتِهِ فَيَكْذِبُ الْكِذْبَةَ تَبْلُغُ الْآفَاقَ
“Semalam aku didatangi oleh dua orang malaikat, lalu mereka berdua mengajakku pergi. Mereka berkata padaku, ‘Mari kita pergi!’ Aku pun pergi bersama mereka berdua….” (sampai beliau mengatakan), “Adapun orang yang kaulihat sedang merobek/memotong mulutnya hingga ke tengkuknya, hidungnya hingga ke tengkuknya, kedua matanya hingga ke tengkuknya adalah orang yang suka berangkat di pagi hari dari rumahnya, lalu dia membuat kedustaan, sampai kedustaan itu mencapai seluruh penjuru.” (HR. Al-Bukhari no. 7047)

Orang seperti ini berhak mendapatkan azab, karena berbagai kerusakan yang timbul dari kedustaan yang dibuatnya. Sementara, dia melakukan dusta itu dengan keinginannya, bukan karena dipaksa atau karena terdesak. (Fathul Bari, 12/557)

Ancaman apa lagi yang lebih mengerikan daripada azab seperti ini?
Kalau memang kita ingin memberikan kisah-kisah untuk memberikan pelajaran kepada anak dan menanamkan akhlak yang baik, kita bisa mengambil cerita-cerita yang ada di dalam Al-Qur`an dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih. Atau melalui kisah hidup Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat beliau radhiyallahu ‘anhum, dari kitab-kitab biografi yang ditulis oleh para ulama, yang di dalamnya sarat dengan keteladanan dan pelajaran serta dituturkan sebagaimana jalan cerita yang ada, tanpa pengurangan dan penambahan, sekalipun kita menuturkannya dengan bahasa anak-anak.

Yang banyak pula ditemukan sekarang ini, kisah-kisah para tokoh Islam, baik dari kalangan para rasul, sahabat, dan yang lainnya, dalam bentuk cerita bergambar. Nabi Adam ‘alaihissalam maupun nabi-nabi yang lain digambarkan sedemikian rupa dalam ilustrasi buku cerita maupun karakter film kartun. Begitu pula tokoh-tokoh yang lainnya.

Yang seperti ini dilarang, karena jelas-jelas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita membuat gambar-gambar makhluk bernyawa ataupun menyimpannya di dalam rumah. Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma pernah mengatakan:
سَمِعْتُ مُحَمَّدًا صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: مَنْ صَوَّرَ صُوْرَةً فِي الدُّنْيَا كُلِّفَ أَنْ يَنْفُخَ فِيْهَا الرُّوْحَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَيْسَ بِنَافِخٍ
“Aku pernah mendengar Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Siapa yang membuat sebuah gambar (makhluk hidup) di dunia, ia akan dibebani untuk meniupkan ruh kepada gambar tersebut pada hari kiamat, padahal ia tidak bisa meniupkannya’.” (HR. Al-Bukhari no. 5963 dan Muslim no. 5507)

Jabir radhiyallahu ‘anhu juga mengatakan:
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَنِ الصُّوْرَةِ فِي الْبَيْتِ وَنَهَى أَنْ يَصْنَعَ ذَلِكَ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memasukkan gambar (makhluk hidup) ke dalam rumah dan melarang untuk membuat yang seperti itu.” (HR. At-Tirmidzi no. 1749, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menyampaikan pula bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
إِنَّ أَصْحَابَ هَذِهِ الصُّوَرِ يُعَذَّبُوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَيُقَالُ: أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ. وَقَالَ: إِنَّ الْبَيْتَ الَّذِي فِيْهِ الصُّوَرُ لاَ تَدْخُلُهُ الْمَلاَئِكَةُ
“Sesungguhnya pembuat gambar-gambar (makhluk bernyawa) seperti ini akan diazab pada hari kiamat dan dikatakan pada mereka, ‘Hidupkan apa yang kalian ciptakan ini!’.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Sesungguhnya rumah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar (makhluk bernyawa) tidak akan dimasuki oleh malaikat.” (HR. Al-Bukhari no. 5961 dan Muslim no. 2107)

Di samping itu, perbuatan semacam ini mengandung pelecehan terhadap para nabi dan para tokoh yang digambarkan. Demikian difatwakan oleh para ulama, sebagaimana termaktub dalam fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhutsil ‘Ilmiyyah wal Ifta` yang diketuai oleh Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baz t: “Dilarang menggambar para sahabat atau salah seorang di antara mereka, karena hal itu mengandung peremehan dan pelecehan terhadap mereka, serta mengakibatkan penghinaan terhadap para sahabat. Walaupun diyakini di sana ada maslahat, namun mafsadah yang ditimbulkan jauh lebih besar. Sementara segala sesuatu yang mafsadahnya lebih besar itu terlarang.

Keputusan tentang larangan atas hal ini telah ditetapkan dalam Majlis Hai`ah Kibaril ‘Ulama. (Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhutsil ‘Ilmiyyah wal Ifta`, 1/712 no. 2044)
Bagaimana kiranya dengan menggambar para nabi yang lebih mulia daripada para sahabat? Tentu lebih jelas lagi pelarangannya.
Sudah semestinya kita bersikap bijak untuk memilah, mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang menyelamatkan dan mana yang membahayakan, baik untuk anak-anak maupun diri kita.

Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.

dikutip dari: http://www.asysyariah.com/

Selasa, 04 November 2008

Hukum Foto

***
Menanggapi pertanyaan ukhti mia yang disampaikan di shoutmix:

Setahu saya, masalah foto ada perbedaan pendapat diantara ulama salaf kontemporer, ada yang melarangnya secara mutlak karena dianggap sama dengan gambar, dan ada yang memperbolehkannya karena dianggap berbeda dengan gambar. Salah satu ulama yang membolehkannya adalah syekh shalih al-utsaimin, beliau mengambil pengandaian mesin fotocopy. Jika kita menulis sebuah kata di atas kertas, kemudian tulisan itu difotocopy, maka apakah tulisan itu tulisan kita atau tulisan mesin fotocopy? Maka jawabannya adalah itu tetap tulisan kita, begitu pula dengan foto, kita tidak menciptakan sebuah gambar baru, namun hanya memindahkan yang asli ke media tertentu.

Namun perlu diingat, bahwa hukum foto (juga menurut syekh utsaimin), tergantung dari tujuannya, jika tujuannya untuk yang haram, maka hukumnya juga haram, dst.

Berikut Fatwa-Fatwa Ulama tentang hal tersebut:

Hukum Mengenakan Pakaian Yang Bergambar Dan Menyimpan Foto Sebagai Kenangan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan:
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum mengenakan pakaian yang bergambar ?

Jawaban:
Seseorang dilarang untuk mengenakan pakaian yang bergambar hewan atau manusia, dan juga dilarang untuk mengenakan sorban serta jubah atau yang menyerupai itu yang didalamnya terdapat gambar hewan atau manusia atau makhluk bernyawa lainnya. Karena Nabi صلی الله عليه وسلم telah menegaskan hal itu dengan sabdanya.

"Artinya : Malaikat enggan memasuki rumah yang didalamnya terdapat lukisan" [Hadits Riwayat Al-Bukhari, bab Bad'ul Khalq 3226, Muslim bab Al-Libas 2106]

Maka dari itu hendaklah seseorang tidak menyimpan atau memiliki gambar berupa foto-foto yang oleh sebaigian orang dianggap sebagai album kenangan, maka wajib baginya untuk menanggalkan foto-foto tersebut, baik yang ditempel di dinding, ataupun yang disimpan dalam labum dan lain sebagainya. Karena keberadaan benda-benda tersebut menyebabkan malaikat haram (enggan) memasuki rumah mereka. Hadits yang menunjukkan hal itu adalah hadits shahih dari Nabi صلی الله عليه وسلم, Wallahu a'lam[Ibn Utsaimin, Al-Majmu 'Ats-Tsamin, hal 199]

MENYIMPAN FOTO SEBAGAI KENANGAN

Pertanyaan:
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum menyimpan gambar atau foto sebagai kenangan ?

Jawaban:
Menyimpan gambar atau foto untuk dijadikan sebagai kenangan adalah haram, karena Nabi صلی الله عليه وسلم telah menjelaskan bahwa malaikat enggan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat gambar. Hal ini menunjukkan bahwa menyimpan gambar atau foto di dalam rumah hukumnya adalah haram. Semoga Allah memberi kita pertolongan.

[Ibn Utsaimin, Al-Majmu 'Ats-Tsamin, hal 200][Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-3, Darul Haq]


Hukum Foto Untuk KTP - SIM - Ijazah
Lajnah Daimah

Pertanyaan:
Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia sangat memerlukan gambar atau foto untuk diletakkan pada Kartu Tanda Pengenal (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), Kartu Jaminan Sosial (Jamsos), Ijazah, Surat Izin Perjalanan (paspor) dan untuk keper-luan lainnya. Yang menjadi pertanyaan adalah: Apakah kita boleh berfoto untuk keperluan tersebut, jika tidak boleh, bagaimana dengan mereka yang berkecimpung dalam suatu bidang (memiliki jabatan tertentu), apakah mereka harus keluar atau terus berkecimpung di dalamnya?

Jawaban:
Segala puji semata-mata ditujukan kepada Allah, dan shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada rasulNya beserta keluarga dan para sahabatnya. Amma ba'du:Mengambil gambar atau berfoto hukumnya haram sebagaimana yang ditegaskan dalam hadits-hadits shahih dari Rasulullah صلی الله عليه وسلم bahwa beliau melaknat siapa saja yang membuat gambar dan penjelasan beliau bahwa mereka adalah orang yang paling berat mendapatkan siksa. Hal itu disebabkan bahwa gambar atau lukisan merupakan sarana kepada kemusyrikan, dan karena perbuatan tersebut sama dengan menyerupakan makhluk Allah.

Tetapi jika hal itu terpaksa dilakukan untuk keperluan pembuatan Kartu Tanda Pengenal, Pasport, ijazah, atau untuk keperluan yang sangat penting lainnya, maka ada pengecualian (rukhshah) dalam hal yang demikian sesuai dengan kadar kepentingannya, jika ia tidak menemukan cara lain untuk menghindarinya. Sedangkan bagi mereka yang berkecimpung dalam suatu bidang dan tidak menemukan cara selain dengan cara yang demikian, atau pekerjaannya dilakukan demi kemaslahatan umum yang hanya dapat dilakukan dengan cara itu, maka bagi mereka ada pengecualian (rukhshah) karena adanya kepentingan tersebut, sebagaimana firman Allah,

"Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkanNya atasmu, kecuali apa yang kalian dipaksa kepadanya." (Al-An'am: 119).

Rujukan:Fatawa al-Lajnah ad-Da'imah Lil Buhuts al-'Ilmiyah wal Ifta', (1/494).Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.


Membuat Gambar dengan Tangan dan Kamera
Syaikh Ibnu Utsaimin

Pertanyaan:
Dengan segala hormat, saya memohon penjelasan anda tentang hukum menggambar, baik dengan menggunakan tangan (melukis), atau dengan alat pembuat gambar (kamera), apa hukum menggantung gambar di atas dinding, dan apa hukum memiliki gambar hanya sekedar dijadikan sebagai kenangan?

Jawaban:
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, shalawat dan salam disampaikan kepada junjungan kita Nabi Muhammad صلی الله عليه وسلم serta para sahabatnya. Melukis dengan tangan adalah perbuatan yang diharamkan, bahkan melukis termasuk salah satu dosa besar. Karena Nabi صلی الله عليه وسلم melaknat para pembuat gambar (pelukis), sedangkan laknat tidak akan ditujukan kecuali terhadap suatu dosa besar, baik yang digambar untuk tujuan mengungkapkan keindahan, atau yang digambar sebagai alat peraga bagi para pelajar, atau untuk hal-hal lainnya, maka hal itu adalah haram. Tetapi bila seseorang menggambar bagian dari tubuh, seperti tangan saja, atau kepala saja, maka hal itu diperbolehkan.

Adapun mengambil gambar dengan menggunakan alat fotografi, maka hal itu diperbolehkan karena tidak termasuk pada perbuatan melukis. Yang menjadi pertanyaan adalah: Apa maksud dari pengambilan gambar tersebut? Jika pengambilan gambar (pemotretan) itu dimaksudkan agar dimiliki oleh seseorang meskipun hanya dijadikan sebagai kenangan, maka pengambilan gambar tersebut hukumnya menjadi haram, hal itu dikarenakan segala macam sarana tergantung dari tujuan untuk apa sarana tersebut digunakan, sedangkan memiliki gambar hukumnya adalah haram. Karena Nabi صلی الله عليه وسلم telah menjelaskan bahwa malaikat enggan memasuki rumah yang ada gambar di dalamnya, di mana hal itu menunjukkan kepada haramnya memiliki dan meletakkan gambar di dalam rumah. Adapun menggantungkan gambar atau foto di atas dinding adalah haram hukumnya sehingga tidak diperbolehkan untuk menggantungnya meskipun sekedar untuk kenangan, karena malaikat enggan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat gambar.

Rujukan:Fatwa-fatwa Syaikh Ibn Utsaimin yang beliau tanda tangani.Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.

Rabu, 15 Oktober 2008

Muslim Ideal, Siapakah?

Bicara mengenai muslim yang ideal, tentunya tidak ada sosok yang paling pantas untuk menyandangnya selain Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam. Sang pembawa risalah kebenaran dan keselamatan, yakni Al-Islam. Maka sudah sepantasnya kita untuk Ittiba’ kepada beliau, yakni dengan berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang merupakan petunjuk utama yang beliau bawa.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu…” (QS.Al-Ahzab:21)



”Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (QS.AL-Hasyr:7)

"Kemudian jika kamu berselisih tentang sesuatu, maka kembali-kanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (An-Nisaa': 59)

"Aku tinggalkan padamu dua perkara yang kalian tidak akan tersesat apabila (berpegang teguh) kepada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku. Tidak akan bercerai-berai sehingga keduanya menghantarku ke telaga (Surga)." (Di-shahih-kan Al-Albani dalam kitab Shahihul Jami)

Sosok lain yang tidak boleh kita lupakan adalah para sahabat radiallahu ‘anhum. Mereka adalah orang-orang yang paling mengetahui ilmu syar’i setelah Rasulullah, dan diantara mereka telah dipastikan masuk surga, sehingga tidak heran jika Rasulullah tidak hanya menyuruh kita untuk mengikuti sunnahnya, tapi juga sunnah para sahabat, sebagaimana Rasulullah bersabda:

"Saya memberi wasiat kepadamu agar tetap bertaqwa kepada Alloh yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia, tetap mendengar dan ta'at walaupun yang memerintahmu seorang hamba sahaya (budak). Sesungguhnya barangsiapa diantara kalian masih hidup niscaya bakal menyaksikan banyak perselisihan. karena itu berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang lurus (mendapat petunjuk) dan berpeganglah kamu dengan kepada sunnah-sunnah itu dengan kuat. Dan jauhilah olehmu hal-hal baru karena sesungguhnya semua bid'ah itu sesat." (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi, Hadits Hasan Shahih )


Selain itu, para sahabat, beserta tabi’in (murid para sahabat), dan tabi’ut tabi’in (murid para tabi’in), telah diklaim oleh Rasulullah sebagai generasi terbaik dari ummat islam.

Dari Imran bin Hushain: ia berkata:Bahwa Rasulullah bersabda: Sesungguhnya orang yang terbaik di antara kamu ialah yang hidup pada zaman kurunku (sahabat), kemudian orang-orang yang hidup sesudah kurunku (tabiin), kemudian orang-orang yang hidup sesudah mereka (tabiit tabiin), kemudian orang-orang yang hidup sesudah mereka. (HR.MUSLIM)

Mereka adalah generasi saleh terdahulu (salafussaleh), yang memiliki pemahaman yang sangat mendalam terhadap ilmu agama, sehingga alangkah baiknya bagi kita untuk menyandarkan pemahaman kita dalam beragama pada mereka. Generasi islam yang telah diklaim terbaik oleh Rasulullah, tidak mungkin memiliki pemahaman yang salah lagi menyesatkan.

Ulama pewaris para Nabi

Setelah generasi salafussaleh, maka siapakah yang mewarisi ilmu agama yang hakiki? Merekalah para ulama. Orang-orang yang memahami ilmu syar’i dan sangat takut kepada Allah. Begitu mulianya kedudukan ulama dalam islam, hingga Rasulullah menyebut mereka dengan pewaris para nabi.

"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun." (Fathir: 8)

Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. At Tirmidzi, dishahihkan Al Imam Al Albani)

Ciri-Ciri Ulama

Diantara ciri-ciri ulama adalah:
1. Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang-orang yang tidak menginginkan kedudukan, dan membenci segala bentuk pujian serta tidak menyombongkan diri atas seorang pun.” Al-Hasan mengatakan: “Orang faqih adalah orang yang zuhud terhadap dunia dan cinta kepada akhirat, bashirah (berilmu) tentang agamanya dan senantiasa dalam beribadah kepada Rabbnya.” Dalam riwayat lain: “Orang yang tidak hasad kepada seorang pun yang berada di atasnya dan tidak menghinakan orang yang ada di bawahnya dan tidak mengambil upah sedikitpun dalam menyampaikan ilmu Allah.” (Al-Khithabul Minbariyyah, 1/177)

2. Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang yang tidak mengaku-aku berilmu, tidak bangga dengan ilmunya atas seorang pun, dan tidak serampangan menghukumi orang yang jahil sebagai orang yang menyelisihi As-Sunnah.”

3. Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang yang berburuk sangka kepada diri mereka sendiri dan berbaik sangka kepada ulama salaf. Dan mereka mengakui ulama-ulama pendahulu mereka serta mengakui bahwa mereka tidak akan sampai mencapai derajat mereka atau mendekatinya.”

4. Mereka berpendapat bahwa kebenaran dan hidayah ada dalam mengikuti apa-apa yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:“Dan orang-orang yang diberikan ilmu memandang bahwa apa yang telah diturunkan kepadamu (Muhammad) dari Rabbmu adalah kebenaran dan akan membimbing kepada jalan Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Terpuji.” (Saba: 6)

5. Mereka adalah orang yang paling memahami segala bentuk permisalan yang dibuat Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam Al Qur’an, bahkan apa yang dimaukan oleh Allah dan Rasul-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:“Demikianlah permisalan-permisalan yang dibuat oleh Allah bagi manusia dan tidak ada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (Al-’Ankabut: 43)

6. Mereka adalah orang-orang yang memiliki keahlian melakukan istinbath(mengambil hukum) dan memahaminya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:“Apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Kalau mereka menyerahkan kepada rasul dan ulil amri diantara mereka, tentulah orang-orang yang mampu mengambil hukum (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil amri). Kalau tidak dengan karunia dan rahmat dari Allah kepada kalian, tentulah kalian mengikuti syaithan kecuali sedikit saja.” (An-Nisa: 83)

7. Mereka adalah orang-orang yang tunduk dan khusyu’ dalam merealisasikan perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:“Katakanlah: ‘Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: “Maha Suci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi”. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.” (Al-Isra: 107-109)

Contoh-contoh Ulama Rabbani

Pembahasan ini bukan membatasi mereka akan tetapi sebagai permisalan hidup ulama walau mereka telah menghadap Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mereka hidup dengan jasa-jasa mereka terhadap Islam dan muslimin dan mereka hidup dengan karya-karya peninggalan mereka. Sebagai berikut :
1. Generasi shahabat yang langsung dipimpin oleh empat khalifah Ar-Rasyidin: Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, dan ‘Ali.

2. Generasi tabiin dan diantara tokoh mereka adalah Sa’id bin Al-Musayyib (meninggal setelah tahun 90 H), ‘Urwah bin Az-Zubair (meninggal tahun 93 H), ‘Ali bin Husain Zainal Abidin (meninggal tahun 93 H), Muhammad bin Al-Hanafiyyah (meninggal tahun 80 H), ‘Ubaidullah bin Abdullah bin ‘Utbah bin Mas’ud (meninggal tahun 94 H atau setelahnya), Salim bin Abdullah bin ‘Umar (meninggal tahun 106 H), Al-Hasan Al-Basri (meninggal tahun 110 H), Muhammad bin Sirin (meninggal tahun 110 H), ‘Umar bin Abdul ‘Aziz (meninggal tahun 101 H), dan Muhammad bin Syihab Az-Zuhri (meninggal tahun 125 H).

3. Generasi atba’ at-tabi’in dan diantara tokoh-tokohnya adalah Al-Imam Malik (179 H), Al-Auza’i (107 H), Sufyan bin Sa’id Ats-Tsauri (161 H), Sufyan bin ‘Uyainah (198 H), Ismail bin ‘Ulayyah (193 H), Al-Laits bin Sa’d (175 H), dan Abu Hanifah An-Nu’man (150 H).

4. Generasi setelah mereka, diantara tokohnya adalah Abdullah bin Al-Mubarak (181 H), Waki’ bin Jarrah (197 H), Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i (203 H), Abdurrahman bin Mahdi (198 H), Yahya bin Sa’id Al-Qaththan (198 H), ‘Affan bin Muslim (219 H).

5. Murid-murid mereka, diantara tokohnya adalah Al-Imam Ahmad bin Hanbal (241 H), Yahya bin Ma’in (233 H), ‘Ali bin Al-Madini (234 H).

6. Murid-murid mereka seperti Al-Imam Bukhari (256 H), Al-Imam Muslim (261 H), Abu Hatim (277 H), Abu Zur’ah (264 H), Abu Dawud (275 H), At-Tirmidzi (279 H), dan An-Nasai (303 H).

7. Generasi setelah mereka, diantaranya Ibnu Jarir (310 H), Ibnu Khuzaimah (311 H), Ad-Daruquthni (385 H), Al-Khathib Al-Baghdadi (463 H), Ibnu Abdil Bar An-Numairi (463 H).

8. Generasi setelah mereka, diantaranya adalah Abdul Ghani Al-Maqdisi, Ibnu Qudamah (620 H), Ibnu Shalah (643 H), Ibnu Taimiyah (728 H), Al-Mizzi (743 H), Adz-Dzahabi (748 H), Ibnu Katsir (774 H) berikut para ulama yang semasa mereka atau murid-murid mereka yang mengikuti manhaj mereka dalam berpegang dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah sampai pada hari ini.

9. Contoh ulama di masa ini adalah Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz, Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, Asy-Syaikh Muhammad Aman Al-Jami, Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i, dan selain mereka dari ulama yang telah meninggal di masa kita. Berikutnya Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi, Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Asy-Syaikh Zaid Al-Madkhali, Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz Alu Syaikh, Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-’Abbad, Asy-Syaikh Al-Ghudayyan, Asy-Syaikh Shalih Al-Luhaidan, Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali, Asy-Syaikh Shalih As-Suhaimi, Asy-Syaikh ‘Ubaid Al-Jabiri dan selain mereka yang mengikuti langkah-langkah mereka.

Bagaimana menjadi muslim ideal?

Dari penjabaran diatas dapat kita simpulkan orang-orang yang termasuk muslim yang ideal, yakni:
- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
- Para Sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in
- Para ulama

Untuk menjadi muslim yang benar-benar ideal seperti Rasulullah dan para salafussaleh tentu sangat tidak mungkin bagi kita. Begitu pula untuk menjadi pewaris para nabi seperti para ulama. Namun bukan berarti kita tidak bisa menjadi muslim yang baik. Berikut beberapa nasehat untuk menjadi muslim yang baik:

1. Berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman yang benar. Yakni dengan pemahaman generasi terbaik ummat islam, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya. Berpegang teguh pada dua hal ini akan menghindarkan kita dari segala bentuk kesesatan, baik berupa syahwat, maupun syubhat.

2. Menjauhi segala bentuk syubhat dan perkara-perkara yang diada-adakan (bid’ah) dalam agama
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka siapa yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan.” (HR.Bukhari dan Muslim)

“Seburuk-buruknya perkara adalah perkara yang diada-adakan, setiap yang diada-adakan adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesasatan tempatnya di neraka.“(HR.Tirmidzi, Nasa’i, dll)


Dari Ummul mukminin, Ummu 'Abdillah, ‘Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami ini yang bukan dari kami, maka dia tertolak". (Bukhari dan Muslim. Dalam riwayat Muslim : “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai urusan kami, maka dia tertolak”)

Ibnu Mas’ud radiallahu ‘anhu berkata: “Sederhana dalam Sunnah, lebih baik daripada bersungguh-sungguh dalam bid’ah”

3. Menuntut ilmu syar’i / ilmu agama
Satu-satunya jalan untuk memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah dengan menuntut ilmu agama.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu , katanya: "Saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Ingatlah, sesungguhnya dunia itu dilaknat, dilaknat pula segala sesuatu yang ada di dalamnya, kecuali yang berzikir kepada Allah dan apa-apa yang menyamainya, juga orang yang alim serta orang yang menuntut ilmu."
(Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan)

Menuntut ilmu agama wajib hukumnya bagi setiap muslim, dan merupakan salah satu sebab yang dapat memasukkan kita ke dalam surga.

“Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu syar’i, maka Allah akan mudahkan jalannya menuju surga”(HR.Muslim)

Umar bin Abdul Aziz berkata: "Jika engkau bisa, jadilah seorang ulama. Jika engkau tidak mampu, maka jadilah penuntut ilmu. Bila engkau tidak bisa menjadi seorang penuntut ilmu, maka cintailah mereka. Dan jika kau tidak mencintai mereka, janganlah engkau benci mereka."

Khatimah

Saudaraku, setelah membaca penjelasan diatas, mari bercermin dan lihat diri kita. Apakah kita sudah menjadi orang yang berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah? Atau malah seorang ahli maksiat dan ahli bid’ah? Apakah kita sudah menjadi seorang penuntut ilmu syar’i? Atau seorang yang sangat awam terhadapnya, dan hanya sibuk dengan kesibukan-kesibukan dunia?
Semoga Allah senantiasa memberi kita petunjuk kepada kebenaran, dan memperlihatkan kepada kita mana yang salah, serta memberi kita kekuatan untuk mengikuti kebenaran dan menolak kesalahan itu.

Wallahu A’lam bishawab.

Referensi:
- Al-Qur’anul Karim
- Al-Firqotun Naajiyah (Jalan Golongan yang Selamat), Syekh Muhammad Jamil Zainu
- Syarhu Arbain An-Nawawi (Empat Puluh Hadits Shahih), Al Imam An-Nawawi
- Riyadushalihin (Taman Orang-Orang Saleh), Al Imam An-Nawawi
- Majalah Asy Syariah, Vol. I/No. 12/1425 H/2005, Ciri-Ciri Ulama, karya Al Ustadz Abu Usamah bin Rawiyah An Nawawi, http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=229)
- http://ulamasunnah.wordpress.com


Di Balik Merdunya Nyanyian dan Indahnya Lukisan

***
Penulis: Ummu Asma’

Siapa yang suka menyanyi atau menggambar? Atau siapa yang suka mendengarkan musik? Mungkin ada banyak orang akan menjawab “Saya!” Ketiga kegiatan tersebut menurut sebagian besar orang bagaikan garam dalam masakan. Banyak orang mengatakan dengan mendengarkan musik atau menggambar akan menjadikan hati yang sedih menjadi terhibur. Namun maukah kalian, wahai saudariku, melihat apa yang Allah Ta’ala dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perbuat terhadapnya? Jika memang kita mengaku sebagai hamba Allah serta pengikut Rasulullah yang setia, hendaknya kita memperhatikan masalah ini dengan sungguh-sungguh.

Dibalik Merdunya Nyanyian dan Musik

Mungkin ada di antara kita yang pernah mendengar bahwa Islam melarang adanya musik dan gambar. Padahal telah kita ketahui bahwa sesuatu yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya pasti memiliki banyak keburukan bagi manusia.

Allah Ta’ala berfirman, “Dan di antara manusia ada yang mempergunakan perkataan (suara) yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan.” (QS. Luqman: 6)

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata tentang ayat ini, “Al-Lahwu (suara) di sini adalah lagu (ghina‘).” Pendapat yang sama juga dikeluarkan oleh Ikrimah, Mujahid, al-Hasan, Sa’id bin Zubair, Qatadah dan Ibrahim rahimakumullah yang menyatakan bahwa yang dimaksud al-lahwu adalah lagu. Hasan Al-Basri berkata bahwa ayat tersebut turun untuk menjelaskan tentang nyanyian dan seruling.

Dalam sebuah riwayat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Nanti pasti ada beberapa kelompok dari umatku yang menganggap bahwa zina, sutra, arak dan musik hukumnya halal, (padahal itu semua hukumnya haram).” (HR. Imam Bukhari dan Abu Dawud)

Saudariku, sebenarnya mengapa Allah dan Rasul-Nya membenci musik dan nyanyian? Ibnu Taimiyyah rahimahullah menyebutkan beberapa di antara bahayanya:
Musik bagi jiwa seperti arak karena banyak orang yang melakukan berbagai kekejian seperti zina dan penganiayaan dikarenakan mabuknya musik dan penyanyi yang membawakannya. Al-Fadhil bin ‘Iyadh berkata, “Nyanyian adalah tangga menuju zina.”
Musik dapat menyebabkan pecandunya lebih mencintai penyanyi atau pemain musik lebih daripada cintanya kepada Allah sehingga cintanya tersebut dapat menjatuhkannya ke dalam kesyirikan tanpa dia sadari.

Musik melalaikan manusia dari ketaatan kepada Allah. Berapa banyak orang yang lebih menyukai musik daripada mendengarkan Al-Qur’an? Berapa banyak orang yang melalaikan sholat karena hatinya tertambat pada lagu atau musik? Maka benarlah apa yang dikatakan oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullah, “Tidak seorang pun yang mendengarkan nyanyian kecuali hatinya munafik yang ia sendiri tidak merasa. Andaikata ia mengerti hakikat kemunafikan pasti ia akan melihat kemunafikan itu di dalam hatinya, sebab tidak mungkin berkumpul di dalam hati seseorang antara ” cinta nyanyian” dan “cinta Al-Qur’an”, kecuali yang satu mengusir yang lain.” Juga perkataan Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, “Nyanyian menimbulkan kemunafikan dalam hati seperti air menumbuhkan sayuran, sedang dzikir menumbuhkan iman dalam hati seperti air menumbuhkan tanaman.” Serta Imam Ahmad rahimahullah, “Nyanyian itu dapat menumbuhkan kemunafikan di dalam hati.” Kemudian ketika ditanya tentang syair-syair Arab yang dinyanyikan, beliau berkata, “Aku tidak menyukainya, ia adalah amalan baru, tidak boleh duduk bersama untuk mendengarkannya.”

Jumhur ulama berpendapat bahwa musik dan nyanyian adalah sesuatu yang terlarang, seperti Imam Abu Hanifah dan Imam Asy-Syafi’i yang berpendapat bahwa nyanyian itu tidak disukai (baca = haram) karena menyerupai kebatilan, adapun mendengarkan lagu adalah termasuk dosa.

Nyanyian yang Diperbolehkan
Namun benarkah, dalam Islam semua bentuk nyanyian terlarang? Perlu kita ketahui bahwa ada beberapa nyanyian tanpa musik yang diperbolehkan dalam Islam, yaitu:

1. Nyanyian di hari raya yang dilakukan oleh wanita. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.
“Rasulullah masuk menemui ‘Aisyah. Di dekatnya ada dua anak perempuan yang sedang memainkan rebana. Lalu Abu Bakar membentak mereka, maka Rasulullah bersabda: biarkanlah mereka, karena setiap kaum mempunyai hari raya dan hari raya kita adalah hari ini.” (HR. Bukhari)

2. Nyanyian yang diiringi terbang (rebana) pada waktu pernikahan dengan maksud memeriahkan atau mengumumkan akad nikah dan mendorong orang untuk menikah tanpa berisi pujian akan kecantikan seseorang atau pelanggaran terhadap syari’at. Namun nyanyian ini dinyanyikan oleh wanita dan diperdengarkan di kalangan wanita pula.
Diriwayatkan dari Ar-Rubayyi’ binti Mu’awwidz, ia berkata, “Pernah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke tempatku ketika saya menikah. Beliau duduk di atas kasurku dan jarak beliau dengan saya seperti jarak tempat dudukku dengan tempat dudukmu. Untuk memeriahkan pernikahan kami, beberapa orang gadis tetangga kami menabuh rebana dan menyanyikan lagu-lagu yang mengisahkan para pahlawan Perang Badar. Ketika mereka asyik bernyanyi, ada salah seorang di antara mereka yang mendendangkan, ‘Di tengah-tengah kita ada Nabi yang mengetahui apa yang akan terjadi besok.’ Mendengar syair seperti itu Nabi berkata kepadanya, ‘Tinggalkan ucapan seperti itu! Bernyanyilah seperti nyanyian-nyanyian sebelumnya saja!’” (HR. Bukhari)

3. Nyanyian pada waktu kerja yang mendorong untuk giat dan rajin bekerja terutama bila mengandung do’a atau nyanyian yang berisi tauhid atau cinta kepada Rasulullah yang menyebut akhlaknya atau berisi ajakan jihad, memperbaiki budi pekerti, mengajak persatuan, tolong-menolong sesama umat atau menyebut dasar-dasar Islam.
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan rahimahullah berkata bahwa syair-syair yang diperdengarkan di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah dilantunkan dengan paduan suara semacam nyanyian-nyanyian, dan tidak pula dinamakan nasyid-nasyid Islami, namun ia hanyalah syair-syair Arab yang mencakup hukum-hukum dan tamtsil (permisalan), penunjukan sifat keperwiraan dan kedermawanan. Selain itu, para sahabat melantunkannya secara sendirian dikarenakan makna yang terdapat di dalamnya. Mereka melantunkan sebagai syair ketika bekerja yang melelahkan, seperti membangun (masjid) serta berjalan di waktu malam saat safar (jihad). Maka perbuatan mereka ini menunjukkan atas diperbolehkannya lantunan (syair) ini, dalam keadaan khusus (seperti) ini. Selain itu, mereka tidak pernah menjadikan nyanyian sebagai kebiasaan yang dilakukan terus-menerus, karena para shahabat adalah generasi yang selalu mengisi hari-harinya dengan Al-Qur’an dan tidak pernah tersibukkan dengan selain Al-Qur’an.

4. Adapun terbang (rebana) hanya boleh dimainkan pada waktu hari raya serta pernikahan dan tidak boleh dipakai ketika berdzikir seperti yang biasa dilakukan oleh kaum sufi, karena Rasulullah dan para shahabatnya tidak pernah melakukannya.

Obat Bagi Hati
Jika setiap penyakit ada obatnya, maka bagaimana cara untuk mengobati kecanduan akan musik dan nyanyian? Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullah menyebutkan 3 cara menghindari nyanyian dan musik:
1. Menjauhkan diri dari mendengarkan nyanyian dan musik melalui televisi, radio, dan lain-lain, terutama lagu-lagu yang seronok.

2. Membaca Al-Qur’an, terutama surat Al-Baqarah.
“Sesungguhnya syaitan lari dari rumah yang di dalamnya dibacakan surat Al-Baqarah.” (HR. Muslim)

3. Mempelajari riwayat hidup Rasulullah sebagai seorang yang berakhlak mulia serta para shahabatnya.

Untuk pertama kali, mungkin masih ada yang merasa sulit untuk menghilangkan kebiasaan mendengarkan musik. Namun saudariku, kita harus yakin bahwa dalam setiap larangan-Nya selalu ada hikmah yang besar bagi kita.

Hakikat Dibalik Keindahan Lukisan, Gambar dan Patung

Hakikat diutusnya para nabi dan rasul adalah untuk mendakwahkan kepada manusia agar menyembah pada Allah semata, yaitu memurnikan aqidah dari kesyirikan. “Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada setiap umat (yang berseru) sembahlah Allah dan tinggalkan thaghut itu. ” (QS. An-Nahl: 36)

Pada zaman dahulu, banyak orang menjadi kafir karena menyembah patung di samping menyembah Allah ‘Azza wa Jalla sebagaimana orang-orang Quraisy yang kafir karena menyembah berhala. Awal mula penyembahan patung adalah karena sikap orang-orang pada zaman Nuh ‘alahissalam berlebihan dalam mengagungkan orang shalih. Setelah orang-orang shalih itu meninggal, mereka kemudian membuat patung orang-orang shalih tersebut yang lama-kelamaan menjadikannya sebagai sesembahan. Inilah salah satu sebab mengapa Islam melarang memajang patung maupun membuat gambar makhluk bernyawa karena hal itu dapat menjadi sarana terjadinya kesyirikan.

Banyak orang yang berkata bahwa sekarang ini sudah tidak ada orang yang menyembah patung lagi. Namun hal tersebut adalah sebuah kekeliruan besar. Berapa banyak orang-orang yang kufur (Nasrani, Hindu, Budha, dll) karena mereka lebih memilih menyembah patung yang tidak memiliki kekuasaan sedikitpun daripada menyembah Allah ‘Azza wa Jalla? Apakah patung-patung tersebut mampu melindungi pemujanya ketika mereka dalam kesusahan? Jangankan membela pemujanya, membela diri mereka saja mereka tidak akan bisa. Yang ada justru pemujanya yang melindungi mereka, karena bagaimanapun patung-patung itu adalah benda mati yang dibuat oleh manusia.

Benarkah Islam telah melarang adanya patung dan membuat gambar-gambar makhluk bernyawa? Lalu apa buktinya? Allah Ta’ala berfirman, “Dan mereka berkata, Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwad, Yaghuts, Ya’uq dan Nashr. Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia).’” (QS. Nuh: 23-24)

Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangiku. waktu itu tirai penutup bilik saya berupa kain tipis yang penuh dengan gambar (dalam riwayat lain disebutkan: terdapat gambar kuda-kuda bersayap.) Melihat tirai tersebut, beliau merobeknya dan wajahnya terlihat merah padam. Beliau kemudian bersabda, ‘Wahai ‘Aisyah, manusia yang disiksa dengan siksaan yang paling keras pada hari kiamat kelak adalah orang-orang yang membuat sesuatu yang menyerupai ciptaan Allah’ (Dalam riwayat lain: ‘Sesungguhnya pembuat gambar-gambar ini kelak akan disiksa dan dikatakan kepadanya, ‘Hidupkanlah apa yang telah kamu ciptakan ini!” Beliau kemudian bersabda, “Sesungguhnya rumah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar tidak akan dimasuki malaikat.”) ‘Aisyah berkata, ‘Saya kemudian memotong kain tersebut dan menjadikan sebuah bantal atau dua bantal. (Saya kemudian melihat beliau duduk di atas salah satu dari dua bantal itu meskipun bantal tersebut masih bergambar.)’” (HR. Bukhari, Muslim, Al-Baihaqi, Al-Baghawi, Ats-Tsaqafi, ‘Abdurrazaq dan Ahmad)

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu Ta’ala mengomentari hadist tersebut dengan adanya dua petunjuk:

Pertama, haramnya menggantung gambar atau sesuatu yang mengandung gambar.
Kedua, larangan membuat gambar, baik berupa patung maupun gambar biasa. Dengan kata lain menurut mayoritas ulama, baik yang memiliki bayangan (3 dimensi) atau tidak.
Hadist di atas dikuatkan dengan hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang mengisahkan bahwa Jibril ‘alaihissalam mendatangi rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata kepada beliau, “Sesungguhnya di dalam rumah tersebut terdapat korden yang bergambar. Oleh karena itu, hendaklah kalian memotong kepala gambar-gambar tersebut, lalu jadikanlah sebagai hamparan atau bantal, lalu gunakanlah untuk bersandar, karena kami tidak mau memasuki rumah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah memerintahkan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, “Jangan kau biarkan patung-patung itu sebelum kau jadikan tidak berbentuk dan jangan pula kau tinggal kuburan yang menggunduk tinggi sebelum kau ratakan.” (HR. Muslim)

Adapun gambar bagian-bagian tubuh kecuali muka adalah diperbolehkan menurut sebagian ulama semisal gambar tangan, kaki, dan lain-lain. Hal ini berdasarkan hadist Rasulullah, “Di dalam rumah itu terdapat tirai dari kain tipis yang bergambar patung dan di dalam rumah itu terdapat seekor anjing. Perintahkan agar gambar kepala patung yang berada di pintu rumah itu dipotong sehingga bentuknya menyerupai pohon, dan perintahkan agar tirai itu dipotong dan dijadikan dua buah bantal untuk bersandar dan perintahkan agar anjing itu dikeluarkan dari rumah.” (HR. At-Tirmidzi dalam Al-Adab 2806)

Bahaya Patung dan Gambar
Islam tidak mengharamkan sesuatu kecuali adanya bahaya yang mengancam agama, akhlak dan harta manusia. Islam melarang patung dan gambar makhluk bernyawa karena banyak mendatangkan bahaya:

1. Patung dan gambar dapat menjadi sarana kesyirikan, karena awal mula dari kesyirikan dan kekufuran adalah adanya pemujaan terhadap patung dan berhala.

2. Pada masa sekarang ini banyak dipasang gambar-gambar wanita yang terbuka auratnya di sepanjang jalan dengan ukuran sangat besar. Hal ini seakan-akan sudah dianggap sebagai sesuatu yang biasa, padahal Islam sangat memuliakan wanita. Namun justru wanita sendiri yang rela dirinya dieksploitasi dengan dalih seni dan keindahan.

3. Manusia yang paling pedih siksanya adalah pelukis dan pembuat gambar karena mereka meniru ciptaan Allah.
“Orang yang paling mendapat siksa pada hari kiamat adalah para pembuat gambar (pelukis)” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Sesungguhnya pemilik gambar ini akan diadzab dan akan dikatakan kepada mereka. Hidupkanlah apa yang telah engkau ciptakan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

4. Membuat patung dan gambar adalah merupakan pemborosan karena biaya yang dihabiskan untuk membuat maupun membelinya kadang sampai mencapai jutaan rupiah.

5. Malaikat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat gambar atau lukisan makhluk yang bernyawa. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah, “Malaikat tidak akan masuk rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan lukisan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Gambar dan Patung yang Diperbolehkan
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu menyebutkan bahwa terdapat beberapa gambar dan patung yang diperbolehkan, yaitu:

1. Gambar dan patung selain makhluk bernyawa.
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Apabila anda harus membuat gambar, gambarlah pohon atau sesuatu yang tidak ada nyawanya.” (HR.Bukhari)

2. Gambar-gambar yang dipasang di kartu pengenal seperti paspor, SIM dan lain-lain yang diperbolehkan karena keperluan darurat.

3. Foto penjahat agar mereka dapat ditangkap untuk dihukum.

4. Barang mainan anak perempuan yang dibuat dari kain seperti boneka berupa anak kecil yang dipakaikan baju dengan maksud untuk mendidik rasa kasih sayang pada anak perempuan. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Saya bermain-main dengan boneka berbentuk anak perempuan di depan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari)

5. Diperbolehkan gambar yang dipotong kepalanya sehingga tidak menggambarkan makhluk bernyawa lagi. Hal ini berdasarkan perintah malaikat Jibril ‘alaihissalam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memotong kepala gambar seperti pada hadist yang telah disebutkan sebelumnya.

Demikianlah bagaimana agama yang hanif (lurus) ini telah menggariskan yang terbaik bagi manusia. Hanya orang-orang yang beriman yang akan mengikuti apa yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya dengan bersegera dan penuh keikhlasan. Semoga kita semua termasuk ke dalam golongan hamba-hamba-Nya yang bertaqwa. Allahu Ta’ala a’lam.

Maraji’
  • Adab Az-Zifaf (edisi terjemah) karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
  • Bimbingan UntukPribadi dan Masyarakat (Taujihaat Islamiyyah) karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
  • Al-Amru bil Ittiba’ wan Nahyu ‘anil Ibtida’ (edisi terjemah) karya Imam As-Suyuthi

***
Dikutip dari http://www.muslimah.or.id/



Nasyid Islami, bagaimana hukumnya?

***

Pertanyaan
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : Banyak beredar di kalangan pemuda muslim kaset-kaset nasyid yang mereka sebut "an-nasyid Islamiyyah". Bagaimana sebenarnya permasalahan ini ?

Jawaban
Jika an-nasyid ini tidak disertai alat-alat musik, maka saya katakan "pada dasarnya tidak mengapa", dengan syarat nasyid tersebut terlepas dari segala bentuk pelanggaran syari'at, seperti meminta pertolongan kepada selain Allah سبحانه و تعالى, bertawassul kepada makhluk, demikian pula tidak boleh dijadikan kebiasaan (dalam mendengarkannya,-pent), karena akan memalingkan generasi muslim dari membaca, mempelajari, dan merenungi Kitab Allah Azza wa Jalla yang sangat dianjurkan oleh Nabi صلی الله عليه وسلم dalam hadits-hadits yang shahih, di antaranya beliau bersabda."

Artinya : Barangsiapa yang tidak membaca Al-Qur'an dengan membaguskan suaranya, maka dia bukan dari golongan kami" [Hadits Riwayat Al-Bukhari no. 5023 dan Muslim no. 232-234]"

Artinya : Bacalah Al-Qur'an dan baguskanlah suaramu dengannya sebelum datang beberapa kaum yang tergesa-gesa mendapat balasan (upah bacaan), dan tidak sabar menanti untuk mendapatkan (pahalanya di akhirat kelak), maka bacalah Al-Qur'an dengan membaguskan suara(mu) dengannya".

Lagipula, barangsiapa yang mengamati perihal para sahabat رضي الله عنهم, dia tidak akan mendapatkan adanya annasyid-annasyid dalam kehidupan mereka, karena mereka adalah generasi yang sungguh-sungguh dan bukan generasi hiburan.

[Al-Ashaalah, 17 hal. 70-71]
[Disalin ulang dari buku Biografi Syaikh Al-Albani Rahimahullah Mujaddid dan Ahli Hadits Abad Ini. Penyusun Mubarak bin Mahfudh Bamuallim Lc, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i]WAJIB

WASPADA DARI NASYID-NASYID DAN MELARANG JUAL BELI SERTA PEREDARANNYA
Oleh:Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan

Sesuatu yang sepantasnya diperhatikan ialah, adanya kaset-kaset berisi nasyid-nasyid paduan suara yang beredar dikalangan para pemuda aktivis Islam yang mereka namakan nasyid Islam, padahal itu termasuk nyanyian. Dan kadangkala nasyid tersebut mengandung suara yang menggoda, dijual di pameran-pameran bersama kaset-kaset rekaman Al-Qur'an dan ceramah-ceramah agama.

Penamanaan nasyid ini dengan nasyid Islami adalah penamaan yang salah, karena Islam tidak mensyariatkan nasyid bagi kita. Tetapi mensyariatkan kepada kita dzikir kepada Allah, membaca Al-Qur'an, dan belajar ilmu yang bermanfaat. Adapun nasyid itu termasuk agama (tata-cara) orang sufi ahli bid'ah, yakni orang-orang yang menjadikan hal yang sia-sia dan permainan sebagai agamanya. Padahal menjadikan nasyid bagian dari agama adalah tasyabbuh dengan orang-orang Nashara yang menjadikan nyanyian bersama, serta senandung sebagai bagian (ibadah) agama mereka.

Maka dari itu wajib (bagi kaum muslimin) agar waspada dari nasyid-nasyid ini, serta melarang peredaran serta penjualannya disamping kandungan isinya yang jelek, yakni mengobarkan fitnah berupa semangat yang terburu nafsu (kurang perhitungan), dan menaburkan benih perselisihan diantara kaum muslimin.

Orang yang menyebar luaskan nasyid ini kadang berdalih bahwa Nabi صلی الله عليه وسلم pernah diperdengarkan disisi beliau syair-syair, dan beliau menikmatinya serta menetapkan (kebolehan)nya.

Maka jawabnya : Bahwa syair-syair yang diperdengarkan disisi beliau صلی الله عليه وسلم bukanlah dilantunkan dengan paduan suara semacam nyanyian-nyanyian, dan tidak pula dinamakan nasyid-nasyid Islami, namun ia hanyalah syair-syair Arab yang mencakup hukum-hukum dan tamtsil (permisalan), penunjukan sifat keperwiraan dan kedermawanan.

Para sahabat melantunkannya secara sendirian lantaran makna yang dikandungnya. Mereka melantunkan sebagan syair ketika bekerja melelahkan, seperti membangun (masjid), berjalan di waktu malam saat safar (jihad). Maka perbuatan mereka ini menunjukkan atas kebolehan macam lantunan (syair) ini, dalam keadaan khusus (seperti) ini. Bukannya dijadikan sebagai salah satu cabang ilmu pendidikan dan dakwah ! Sebagaimana hal ini merupakan kenyataan di zaman sekarang, yang mana para santri ditalqin (dilatih menghafal) nasyid-nasyid ini, lalu dikatakan sebagai nasyid-nasyid Islam. Ini merupakan perbuatan bid'ah dalam agama. Sedang ia merupakan agama kaum sufi ahli bid'ah. Mereka adalah orang-orang yang dikenali menjadikan nasyid-nasyid sebagai bagian agama.

Maka wajib memperhatikan makar-makar ini. Karena pada awalnya kejelekan itu bermula sedikit lalu berkembang lambat laun menjadi banyak, ketika tidak segera diberantas pada saat kemuculannya.
[Al-Khuthabul Minbariyah, Syaih Shalih Al-Fauzan]

TIDAK ADA YANG NAMANYA NASYID-NASYID ISLAMI DALAM KITAB-KITAB SALAF

Pertanyaan
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Wahai syaikh, banyak dibicarakan tentang nasyid Islami. Ada yang berfatwa membolehkannya. Ada juga yang mengatakan bahwa ia sebagai pengganti kaset nyanyian. Bagaimana menurut pandangan anda ?

Jawaban
Penamaan ini tidak benar. Ia adalah nama yang baru. Tidak ada penamaan nasyid-nasyid Islami dalam kitab para ulama salaf, serta ahlul ilmi yang pendapat mereka diperhitungkan. Dan sudah menjadi maklum bahwa kaum sufilah yang menjadikan nasyid-nasyid itu sebagai agama mereka dan inilah yang mereka sebut 'sama' (nyanyian).

Pada masa kita ini, ketika banyak muncul kelompok dan golongan, maka masing-masing kelompok memiliki nasyid yang mendorong semangat yang kadang mereka namakan nasyid-nasyid Islami. Penamaan ini adalah tidak benar. Dan tidak boleh mengambil nasyid-nasyid ini serta mengedarkannya dikalangan manusia. Wa billahit Taufiq.

[Majalah Ad-Dakwah Vol 1632, Tanggal 7-11-1416H]
[Disalin dari Majalah Al-Furqon Edisi 6 Tahun IV, hal.35-36. Penerbit Lajnah Dakwah Ma'had Al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik, Jatim]

Kategori: Gambar, Lagu, Mainan
Sumber: http://www.almanhaj.or.id/
Tanggal: Minggu, 15 Januari 2006 07:34:45 WIB

Dikutip dari Software E-Book SalafiDB http://salafidb.googlepages.com/

Apa itu Salafi database / SalafiDB??? mau tahu??? KLIK DISINI

Selasa, 23 September 2008

Bingkisan Istimewa untuk Saudariku agar Bersegera Meninggalkan Musik dan Lagu

***
Penyusun: Ummu Rumman
Muraja’ah: Ustadz Abu Salman

Suatu ketika seorang akhowat tengah duduk bersama beberapa temannya mengerjakan tugas kuliah. Tak jauh dari mereka, duduk pula seorang teman. Sepertinya ia sedang menunggu kedatangan seseorang. Sang akhowat terheran-heran melihat temannya. Telah satu jam lebih ia duduk tanpa melakukan apapun kecuali ia tampak berkonsentrasi penuh menghafalkan sesuatu yang tertulis dalam kertas yang dipegangnya. Ketika rasa ingin tahunya tak terbendung lagi akhowat tersebut pun bertanya, apakah gerangan yang ia hafalkan? apakah yang tertulis dalam kertas tersebut? Betapa kagetnya ketika ia dapati isi kertas tersebut adalah syair lagu-lagu (musik). Astagfirullah… wal ‘iyyadzubillahi min dzalik.

Ya ukhty, betapa melekatnya musik di kehidupan umat muslim saat ini. Di mana pun, kapan pun, bahkan saat kondisi apapun musik tidak terlepas dari mereka. Ada pendapat yang mengatakan bahwa sesungguhnya musik membantu proses belajar. Orang yang belajar dengan diiringi musik, maka ilmu itu akan lebih mudah terpatri di dalam dirinya. Sebagian lagi menganjurkan kepada wanita yang sedang hamil untuk secara rutin memperdengarkan musik klasik pada usia kehamilan tertentu untuk membantu perkembangan pertumbuhan otak sang jabang bayi. Dan pendapat yang tak kalah jahil adalah perkataan yang menyebutkan bahwa orang-orang yang tidak menyukai musik adalah orang yang kasar hatinya. Subhanallah… Maha suci Allah dari segala apa yang mereka tuduhkan…

Hukum Musik dan Lagu
Allah Ta’ala telah berfirman, “Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Luqman: 6) Sebagian besar mufassir (Ulama Ahli Tafsir -ed) berkomentar, yang dimaksud dengan “perkataan yang tidak berguna” dalam ayat tersebut adalah nyanyian. Hasan Al Basri berkata, “Ayat itu turun dalam masalah musik dan lagu.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kelak akan ada dari umatku beberapa kaum yang menghalalkan zina, sutera, minuman keras dan musik.” (HR. Bukhari dan Abu Dawud). Maksudnya adalah akan datang pada suatu masa di mana beberapa golongan dari umat Islam mempercayai bahwa zina, memakai sutera asli, minum minuman keras dan musik hukumnya halal, padahal semua itu adalah haram. Imam Syafi’i dalam kitab Al Qodho’ berkata, “Nyanyian adalah kesia-siaan yang dibenci, bahkan menyerupai perkara batil. Barangsiapa memperbanyak nyanyian maka dia adalah orang yang dungu, kesaksiannya tidak dapat diterima.”

Ya ukhty, telah jelas haramnya musik dan nyanyian. Maka janganlah engkau menjadi ragu hanya karena banyaknya orang yang menganggap bahwa musik itu halal. “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (QS. Al-An’am: 116)

Adapun orang-orang yang menyatakan tentang halalnya musik maupun mengatakan tentang berbagai manfaat musik, maka cukuplah kita katakana kepada mereka, apakah engkau mengaku lebih mengetahui kebenaran dan kebaikan daripada Allah dan Rasul-Nya ?
Bingkisan Istimewa untuk Saudariku agar Bersegera Meninggalkan Musik dan Lagu

Ya ukhty, salah satu tanda syukurmu atas nikmat yang diberikan oleh Allah adalah engkau menggunakan nikmat-Nya untuk beribadah kepada-Nya. Serta engkau tidak menggunakan nikmat-Nya untuk bermaksiat kepada-Nya. Ingatlah bahwa tidak ada sesuatu pun nikmat pada dirimu melainkan nikmat itu berasal dari Allah. Maka janganlah engkau gunakan nikmat-nikmat Allah itu untuk sesuatu hal yang tiada berguna terlebih lagi dengan perkara yang telah jelas keharamannya.

Ukhty, engkau telah mengetahui bahwa biasanya kesudahan hidup seseorang itu pertanda dari apa yang dilakukannya selama di dunia, lahir dan batin. Dan diantara tanda seseorang itu husnul khotimah atau su’ul khotimah adalah ucapan yang sering ia ucapkan di akhir hayatnya. Karena itu, demi Allah! Janganlah engkau menganggap remeh masalah musik ini. Engkau mungkin mengatakan, “Ah, aku hanya mendengarnya sekali dua kali saja. aku mendengarnya hanya untuk mengisi waktu senggang atau ketika bosan. Kupikir itu tidak akan berpengaruh pada diriku.” Tahukah engkau ukhty, sesungguhnya pelaku maksiat itu terbiasa karena ia mengizinkan satu dua kali tindakan maksiat. Meskipun hanya sekali dua kali, itu tetaplah maksiat dan bisa mendatangkan murka Allah.

Sekali engkau mendengar atau menyanyikannya, maka sebuah noktah telah kau torehkan pada hatimu. Dan karena telah sekali engkau terlena, engkau pun cenderung melakukannya lagi sehingga makin sulit engkau berlepas diri dari musik dan nyanyian. Dan ketika musik telah menjadi kebiasaan, sungguh dikhawatirkan ia akan menjadi kebiasaan hingga akhir hidup. Betapa sering telinga ini mendengar kisah tentang orang-orang yang mengakhiri hidupnya dengan lantunan musik dan lagu. Mereka tidak bisa mengucapkan syahadat Laailaha illallaah, meski dengan terbata-bata. Justru lantunan musik yang terdengar dari lisan mereka - Na’udzubillahi min dzalik. Meski mungkin mereka pun menginginkan untuk mengucapkan kalimat syahadat, tetapi tenyata lisan mereka terasa ‘berat’ dan telah terlanjur terbiasa dengan musik.

Ukhty, kita memohon pada Allah kesudahan hidup yang baik. Meninggal sebagai muwahid dan syahadat Laailaha illallaah sebagai penutup hidup kita. Aamiin…

Maraji’:
- 70 Fatwa Tentang Al-Qur’an (Abu Anas Ali bin Husain Abu Luz)
- Berbenah Diri untuk Penghafal Al-Qur’an (Dr. Anis Ahmad Kurzun), Majalah As Sunnah, edisi Ramadhan 06-07/ Tahun XI/ 1428H/ 2007M
- Bersanding dengan Bidadari di Surga (Dr. Muhammad bin Ibrahim An-Naim)
- Hukum Musik dan Lagu, Rasa’ilut Taujihaat Al Islamiyyah, 1/ 514 – 516 (Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu)
- Kiat Mengatasi Kendala Membaca dan Menghafal Al-Qur’an (Haya Ar-Rasyid)
***

Dikutip dari: http://www.muslimah.or.id

Sabtu, 06 September 2008

Seperlima Abad

***
6 September 1988 – 6 September 2008
24 Muharram 1409 – 6 Ramadhan 1429

Tak ada yang istimewa dari diri yang semakin dekat dengan nisan ini. Melangkahi detik-detik yang terpancar warna-warni, melewati batas-batas bawah sadar, menggeliat cari aduan, di tempat asing yang telah temani jasad di sebagian masa.

Bertanya diri tentang lintasan ini, merengkuh titik-titik persinggahan, terukurkah dengan bijak? Atau cuma sekedar cerita tentang kesia-siaan? Tentang diri yang buram melihat bayangan, bahkan buram melihat sang penguasa.

Dimana engkau selama ini sobat? Nafasmu masih berhembus harmonis dengan aliran darahmu. Detak jantungmu masih mampu mengirim darah sampai ke kapiler terkecil di balik korteks serebri. Otakmu masih ciptakan ribuan reaksi kimia dan lonjakan-lonjakan listrik.

Tapi apa jiwamu sesehat ragamu?
Mencari arti memang tak mudah, apalagi di sela sang hidup yang begitu kompleks. Mengiring tawa berbayang lirih pada sya’ir-syai’r kedamaian. Saat sempurna naungi kealpaan akan kasih sayang. Terlupa riuh gema sabda, yang cantik berhias taman-taman rindang. Pada oase penghilang dahaga jiwa yang kering. Bahkan kepahaman tentang arti itu masih dipertanyakan.

Hidup ini berbatas sobat…
Engkau tak lebih hanya menunggu akhir hidupmu. Menunggu jiwamu diambil, dan engkau terbujur kaku di liang sempit, menanti saat berjumpa penciptamu. Mungkin itu akan menjadi taman surgamu, atau malah menjadi ruang kesengsaraanmu. Yah…semuanya kembali pada catatan-catatan di lintasanmu, pada tinta yang telah engkau torehkan…

Mengalir dan terus mengalir, hanya syukur dan pujian tertinggi untuk yang maha tinggi. Seperlima abad ini masih menjadi otoritasku atas izin-Nya. Entah kapan otoritas ini akan dicabut. Mereka-reka pastinya bukan hal yang baik. Hanya konstruktor kebaikan yang harus terus bekerja tanpa henti, hingga tak sanggup lagi mengalir pada untaian ayat-ayat maha sempurna. Dan destruktor keburukan yang juga mau bekerja layaknya konstruktor kebaikan tadi.

Tangis jiwa ini masih terdengar samar-samar. Sesak sesal jadi hiasan yang terkadang datang hibur diri, kala jiwa dan raga tak mau kompromi. Menahan asa dan memeluk gelisah, memetik sari suci dan merajut kapas tapak cinta, hanya temani diri, bukan tak mau pergi, terus merangkak, panjat tanjakan berduri, terluka dan tertatih dalam jeram…Inilah…inilah sang hidup. Terus pekik suara lembut, manusia tak peduli padanya, berbisik tolak kegelapan, tapi manusia malah halangi dan giring kegelapan itu mendekat. Semakin terasing, tak tahu hitam putih mereka. Diri hendak teranginya, dan musuh tetap pada kegelapannya. Inilah…inilah sang hidup, di terminal ke dua puluh.
Ingin terus ku berdiri di lintasan ini, yang terang memberi petunjuk, pada diri ini, dan diri-diri lain yang selalu di hati, dengan cinta-Nya, sampai akhir nafas ini, sampai kafan menutupi tubuh ini.

Ya Allah…
Ampuni aku atas kesia-siaan yang kulakukan di seperlima abad hidupku
Jadikan tahun-tahunku berikutnya lebih baik dan lebih berarti
Berikan aku ilmu yang bermanfaat, amal yang saleh, dan rezeki yang berkah
Tetapkanlah aku pada istiqomah dan kesabaran di jalan-Mu
Dan jika hidupku harus berakhir, maka matikanlah aku sebagai syuhada di jalan-Mu

Ya Allah…
Aku tak tahu, apa aku akan merasakan 6 September 2009, atau tidak
Semua dari-Mu, dan akan kembali pada-Mu…

Jakarta, 6 September 2008
01.53
Di tahunku yang ke-20

Minggu, 31 Agustus 2008

Dua Tahun Di Kampus Perjuangan:Sebuah Kilas Balik

Seperti cuma sekali mengedipkan mata, tak terasa langkahku telah menginjak titian panjang. Dua tahun di kampus perjuangan ini benar-benar tak terasa. Kampus perjuangan, sebuah julukan yang bagi sebagian besar mahasiswa UI adalah sebuah hal yang membanggakan, termasuk aku, pada awal-awal kedatanganku di kampus ini. Bagaimana tidak, pada masa-masa awal itu, berbagai suntikan doktrinasi tentang pergerakan dan perjuangan mahasiswa yang katanya luar biasa, sangat sering aku dapatkan. Kegiatan-kegiatan awal mahasiswa baru di UI tak pernah luput dari hal itu, sebut saja P3A, OKK, PSAU, MABIMWA, dan lain-lain. Seakan-akan image dan eksistensi dari mahasiswa perguruan tinggi yang menyandang nama bangsa ini, hanya dilihat dari sejauh mana mahasiswanya mau bergerak, mau turun ke jalan untuk menyuarakan suara rakyat. Sehinga tak heran, jika aku sempat terpengaruh dengan doktrinasi ini, yang membuatku rela berlelah-lelahan di jalan raya, di depan gedung DPR, di depan istana negara, di panas terik Jakarta yang membakar.


Tapi itu dulu, sekarang aku telah benar-benar menyadari, bahwa semua hal itu, hanyalah idealisme yang terlalu berlebihan dari mahasiswa. Idealisme yang tak terkontrol oleh norma yang hakiki. Idealisme yang tak pernah dipertimbangkan dengan timbangan yang paling adil dan paling benar: Al-Qur’an dan As-Sunnah. Perjuangan seorang muslim yang sebenarnya adalah perjuangan di jalan Allah, perjuangan yang tak melenceng dari apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.


Itu sedikit curahan pikiranku tentang idealisme mahasiswa, sekarang aku ingin mengambil cermin diriku, dan merefleksikannya kembali ke masa-masa awal kehadiranku di kampus ini, alias masa-masa menjadi Mahasiswa Baru (MaBa), yang tentunya penuh dengan sejuta kenangan yang tak bisa terlukiskan oleh apapun kecuali khayalan. Inilah beberapa event yang aku lalui beserta tanggal-nya yang masih sempat tersimpan di otakku. Aku membaginya menjadi dua bagian secara umum, yakni masa ketika aku masih di depok (2 bulan pertama), dan masa ketika aku telah di Salemba.


KEGIATANKU SELAMA DI DEPOK


Matrikulasi : 6 Juli - 5 Agustus 2006

Pekan Penyambutan Penghuni Asrama (P3A) : 5 Juli - 26 Agustus 2006


Orientasi Belajar Mahasiswa (OBM) : 22 - 25 Agustus 2006


4 Juli 2006

  • Pertama kali aku menginjakkan kakiku di kampus UI Depok, untuk menanyakan informasi tentang registrasi PPKB dan asrama U

5 Juli 2006

  • Registrasi PPKB
  • Hari pertama masuk di Asrama UI Depok
  • Briefing Matrikulasi, yang merupakan bagian dari rangkaian acara P3A (Pekan Penyambutan Penghuni Asrama)

6 Juli 2006

  • Pre test matrikulasi: Bahasa Inggris, matematika, dan Fisika

9 Juli 2006

  • Mentoring Fakultas (Rangkaian P3A)

10 Juli 2006

  • Upacara Pembukaan Matrikulasi
  • Matrikulasi Bahasa Inggris hari pertama, aku masuk di kelas i.

11 Juli 2006

  • Matrikulasi matematika dan fisika hari pertama
  • Mentoring Daerah (Rangkaian P3A)

12 Juli 2006


  • Kunjungan ke Perpustakaan pusat UI
  • Pemberian tugas Project Work matikulasi bahasa inggris (majalah dan performance)

19 Juli 2006

  • Mentoring Psikologi (Rangkaian P3A)

20 Juli 2006

  • Pemilihan PaKu (Bapak Suku), dan BuKu (Ibu Suku) à Rangkaian P3A. Aku menjadi salah satu calon kuat PaKu, namun akhirnya mengundurkan diri.

22 Juli 2006


  • Nonton Bareng “9 Naga” (Rangkaian P3A)

23 Juli 2006

  • Culture Day (Rangkaian P3A)

25 Juli 2006

  • Mentoring Organisasi (Rangkaian P3A)

3 Agustus 2006

  • Ramah Tamah Keluarga Asrama (Rangkaian P3A)

4 Agustus 2006


  • Student Performance (Matrikulasi Bahasa Inggris) à Kelas-ku (Kelas i) menampilkan sebuah drama, dan aku berperan sebagai BATMAN.

6 Agustus 2006


  • C U Salemba: Perpisahan maba Salemba dengan maba Depok (Rangkaian P3A)

7 - 10 Agustus 2006


  • Pemeriksaan Kesehatan MaBa di PKM

8 Agustus 2006

  • English Day (Rangkaian P3A)

14 Agustus 2006

  • Orientasi Kehidupan Kampus (OKK) à Aku tidak ikut
  • Foto bareng FKG UI angkatan 2006 di UI-Wood (Tugas PSAU)

15 - 16 Agustus 2006


  • Pengenalan Sistem Akademik Universitas (PSAU) à Di Kampus UI Salemba, setelah itu aku kembali ke Depok untuk mengikuti kegiatan selanjutnya.

21 Agustus 2006

  • Success Story: Talkshow dengan Mapresnas 2006 (Rangkaian P3A)

22 - 25 Agustus


  • Orientasi Belajar Mahasiswa (OBM)

26 Agustus 2006


  • Test Bahasa Inggris (EPT)
  • Closing Ceremony P3A à Disini aku terpilih menjadi Mahasiswa Baru (Maba) terbaik, bersama Novika Grasiaswaty (Psikologi)

31 Agustus 2006

  • Gladi Bersih Wisuda dan Penyambutan Mahasiswa Baru

2 September 2006

  • Wisuda dan Penyambutan Mahasiswa Baru
  • Hari terakhir di Asrama, malamnya aku meninggalkan asrama yang penuh dengan sejuta kenangan, menuju tempatku yang sebenarnya: SALEMBA

KEGIATANKU SETELAH DI SALEMBA


4 September 2006

  • Pembukaan Mabimwa (Masa Bimbingan Mahasiswa) 2006
  • Kuliah pertama-ku di FKG UI (Blok 1: Ilmu Kesehatan Masyarakat)

8 September 2006

  • Kuliah MPK Seni (Teater) Pertama

22 September 2006


  • Demonstrasi pertama (Astaghfirullah)

29 September - 1 Oktober

  • Forum Ilmiah Remaja dan Dauroh Studi Islam (FIRDAUS), di Ciloto, Puncak

14 Oktober 2006

  • Mabim Rohani (Buka Puasa Bareng)

2 - 3 desember 2006


  • Jejak Satria (Rangkaian MABIMWA 2006)

Ini mungkin masih sebagian kecil dari peristiwa-peristiwa yang aku lalui bersama teman-teman seperjuanganku angkatan 2006, baik yang se fakultas maupun tidak. Harap maklum jika kurang lengkap atau bahkan tidak sesuai dengan catatan teman-teman. Memori otakku mungkin terlalu lemah untuk mengingat semuanya secara detail dan menyeluruh. Apa yang kutulis diatas hanyalah apayang aku jalani dan aku ingat. Dan seperti yang aku bilang diawal, semua kenangan ini tak dapat dilukiskan dengan apapun, termasuk tulisan ini. Tap aku yakin, teman-teman bisa melukiskannya di otak kanan masing-masing ketika membaca tanggal dan peristiwa di atas.


Masa itu sungguh menarik dan luar biasa. Yah…mungkin kita bisa menyebutnya: “SEBUAH KISAH KLASIK YANG AKAN KITA RINDUKAN.”


Semoga teman-teman tidak melupakan masa-masa itu, hingga kelak kita bercerita saat tubuh ini telah renta :’-)