Senin, 14 Desember 2009

Tiga Kelopak

***
Di taman ini
Kupijakkan kaki dengan tenang dan damai
Tanpa lirih senandung kabut yang muram durjakan hati
Hanya hening simfoni mentari yang gegap gempitakan jiwa

Titik titik kesejukan berjatuhan di atas ragaku
Saat kutelusuri labirin-labirin taman ini
Dengan wangi yang tak kalah menusuk pusat saraf olfaktori

Kujelajahi dan terus kukagumi
Sampai kutiba pada sekat tertutup kelam
Dengan bunga-bunga rupawan di depan mata, tapi suram di belakang punggung
Aku tak mengenalnya, walau kudengar kisah tentangnya
Kucoba menjauh namun ia begitu dekat
Hingga kulihat tiga kelopak
Yang coba bermain di tepi balkon kegundahan hatiku
Membuatku sedikit riang berselimut cemas

Ingin kupetik satu kelopak saja
Berwarna putih merekah tenang
Kulihat kilau darinya
Silaukan mata tapi tak butakan hati
Hati bergetar saat berucap
Dengan lidah di balik tabir
Tapi cinta tetap terpancar
Terang menyusur dalam temaram
Tak ada yang tahu, kecuali “kita”

Satu kelopak angkat suara, tentang gundahnya akan cinta
Hingga gundahnya juga gundahku
Namun tetap tunduk pada sang Raja
Dan tetaplah bersemayam disitu, menunggu waktu yang tepat
Ia tersenyum, dalam tanda tanya

Dua kelopak buka topengnya
Entah sadar atau tak sadar
Terlihat sudah layu tangkainya
Di balik jubah terlihat megah

Tiga kelopak yang tersirat...
membiaskan diri bagai keindahan, tapi tak tahu bayang di baliknya.
Haruskah di pangkas dan dibakar? atau dilembutkan dan dibersihkan dengan air sejuk nan mulia? hingga terobek kesamaran darinya...

Jakarta, 14 Desember 2009
23.38




Kamis, 26 November 2009

Tips mudah doa mustajab dan di aminkan oleh malaikat

***
Seorang muslim tak pernah lepas dari berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala di setiap waktu dan kesempatan. Baik doa yang berhubungan dengan akhirat, maupun dunia. Namun, masih jarang sekali muslim yang tahu tentang doa-doa yang mustajab (dikabulkan). Kali ini saya akan berbagi ilmu tentang salah satu doa yang mustajab.

Diriwayatkan dari Thalhah radiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مامن عبد مسلم يدعو لأخيه بظهر الغيب إلا قال الملك ولك بمثل
“Tidaklah seorang muslim mendoakan kebaikan untuk saudaranya yang tidak hadir (tanpa sepengetahuan dia), kecuali Malaikat akan mengatakan: ‘dan untukmu seperti itu’.”

Dalam riwayat lain:
دعوة المرء المسلم لأخيه بظهر الغيب مستجابة عند رأسه ملك موكل كلما دعا لأخيه بخير قال الملك الموكل به آمين ولك بمثل
“Doa seorang muslim kepada saudaranya secara rahasia dan tidak hadir di hadapannya adalah sangat dikabulkan. Di sisinya ada seorang malaikat yang ditunjuk oleh Allah. Setiap kali ia berdoa untuk saudaranya dengan kebaikan, malaikat tersebut berkata (kepadanya): “Ya Allah, kabulkanlah, dan (semoga) bagimu juga (mendapatkan balasan) yang semisalnya.”
[Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim No.2732. Lihat syarah shahih muslim Imam An-Nawawi (49/17)]

Nah, mudah kan? Kita cukup mendoakan kebaikan kepada saudara kita. Hmm,,,sebagai contoh ketika kita ingin memohon kemudahan kepada Allah dalam menghadapi ujian, maka berdoalah: Ya Allah, berilah kemudahan untuk temanku si Fulan dalam menghadapi ujian. Maka malaikat akan berkata seperti hadits diatas, yakni: “Ya Allah, kabulkanlah dan bagimu juga yang semisalnya.” Maka bagi kita juga kemudahan dalam menghadapi ujian.

Sungguh mulia seorang muslim yang mau mendoakan kebaikan bagi saudaranya. Lihatlah, betapa mendoakan saudara kita itu lebih utama dibanding jika kita hanya mendoakan diri kita sendiri. Apabila kita mendoakan diri kita sendiri, belum tentu diaminkan oleh malaikat, namun jika mendoakan kebaikan untuk saudara kita tanpa sepengatahuannya, akan diaminkan oleh malaikat, plus kita juga mendapatkan doa yang kita mohon kepada Allah untuk saudara kita itu.

Mendoakan kebaikan kepada saudara adalah amalan yang sangat ringan, dengan keutamaan yang sangat besar, maka manfaatkanlah. Ketika kita melihat saudara kita mendapat musibah, doakanlah ia semoga diberi kesabaran, dan semoga dengan ujian itu akan bertambah keimanannya. Ketika kita melihat saudara kita mendapat rezeki, maka doakanlah semoga rezekinya semakin bertambah dan semakin rajin ia bersedekah. Ketika kita melihat teman kita sedang belajar, maka doakanlah semoga ia diberi pemahaman yang mudah, dan apa yang ia pelajari dapat bermanfaat, dan lain sebagainya.

Inilah setitik nasehat dari saya, semoga bermanfaat, dan semoga Allah memudahkan kita dalam mengerjakan kebaikan. Barakallahu fiikum.

Referensi:
Syarah Shahih Muslim. Imam Nawawi

NB:
Untuk rekan-rekan 2006 yang akan menghadapi ujian skripsi dan angkatan lain yang akan menghadapi ujian, tips ini dapat digunakan. Ayo kita saling mendoakan untuk kebaikan bersama, tapi gak usah bilang-bilang yah, cukup anda, malaikat, dan Allah yang tahu…Semangat…=)




Rabu, 21 Oktober 2009

Tujuh Golongan Yang Mendapat Naungan Allah di Hari Kiamat, Apakah Anda Salah Satunya?

***
Saudaraku rahimakumullah*, istilah hari kiamat tentu sudah tidak asing di telinga kita. Banyak sekali ayat Al-Qur’an maupun hadits nabi صلی الله عليه وسلم yang menceritakan kedahsyatan dan kengerian yang terjadi pada hari kiamat. Tapi tahukah anda bahwa di tengah kedahsyatan hari itu, ada tujuh golongan yang mendapat naungan Allah, dimana pada hari itu tidak ada satu naungan pun kecuali naungan Allah.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah رضي الله عنه , bahwa Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda:

"Ada tujuh golongan orang yang akan diberi naungan oleh Allah dalam naungan-Nya, pada hari tiada naungan melainkan naungan-Nya (yakni pada hari kiamat), yaitu: imam/pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah Azza wa jalla, seseorang yang hatinya bergantung kepada mesjid (selalu melakukan shalat jama’ah di dalamnya), dua orang yang saling cinta-mencintai kerana Allah, keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah, seseorang Ielaki yang diajak (berzina) oleh wanita cantik dan berkedudukan, tapi ia berkata: "Sesungguhnya saya ini takut kepada Allah,", seseorang yang bersedekah kemudian merahasiakannya, sehingga tangan kanannya tidak tahu apa yang dikeluarkan tangan kirinya dan seseorang yang ingat kepada Allah di dalam keadaan sepi lalu meneteskan airmata dari kedua matanya."

[Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari (No.620, 1334, 5998, 6308), Muslim (No.1712), Tirmidzi (No.2313), dan juga dikeluarkan oleh Imam An-Nasa’i, Ahmad, dan Malik. Lihat juga di Riadushalihin No.374]

Naungan Allah yang dimaksud dalam hadits yang mulia ini dapat diartikan sebagai naungan Arsy-nya Allah, dan dapat pula diartikan sebagai lindungan Allah. Saudaraku, jika diperhatikan, kebanyakan jenis orang yang disebutkan dalam hadits ini adalah para pemuda. Mengapa pemuda menjadi begitu istimewa dan memiliki kedudukan yang sangat tinggi di sisi Allah? Tentunya karena masa muda adalah masa yang penuh dengan cobaan dan godaan, masa dimana semangat dan keinginan sedang menggebu-gebu. Maka tentu sangat sulit bagi seorang pemuda muslim untuk menjadi seperti tujuh golongan yang telah disebutkan dalam hadits diatas, terlebih di zaman sekarang yang penuh dengan fitnah.

Berbeda dengan orang yang telah lanjut usia, dimana gerakan dan pikiran sudah terbatas, maka wajar jika kegiatannya hanya diisi dengan ibadah. Tapi pemuda yang menghabiskan masa mudanya di jalan kebaikan dan ibadah kepada Allah sangatlah jarang ditemukan, dan bisa dibilang bukan sesuatu yang lazim di zaman ini. Maka dari itu, pemuda yang rajin beribadah memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibanding orang tua yang rajin beribadah.

Coba perhatikan di sekeliling kita, ada berapa banyak pemuda yang giat beribadah, rajin ke mesjid, saling mencintai karena Allah, menjauhi zina, gemar bersedekah, dan selalu shalat malam? Bandingkan dengan yang sebaliknya, maka kita akan melihat perbedaan jumlah yang sangat besar. Saat ini, pemuda-pemuda yang bersifat seperti tujuh golongan diatas malah dianggap aneh, kurang gaul, dan sebagainya. Sehingga merekapun terasing. Maka benarlah sabda nabi صلی الله عليه وسلم:

“Sesungguhnya Islam dimulai dengan keterasingan dan akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka beruntunglah orang-orang yang asing (Al-Ghuraba)" [Diriwayatkan oleh Muslim 2/175-176, Dari Sahabat Abu Hurairah رضي الله عنه]

Sekarang pilihan ada ditangan anda sendiri, apakah anda ingin menjadi pemuda gaul yang hedon dan jauh dari agama Allah, atau anda ingin menjadi salah satu dari tujuh golongan yang telah disebutkan diatas, namun dengan resiko terasing dan berbeda dengan pemuda-pemuda pada umumnya. Silahkan memilih...

Ittaqillah wastaqim fiddinil haq**…Barakallahu fiikum***

* Semoga Allah merahmati kalian
** Bertakwalah kepada Allah dan istiqomahlah di agama yang benar
*** Semoga Allah memberikan barokahnya kepada kalian

Maraji’:
Shahih Bukhari. Imam Bukhari
Shahih Muslim. Imam Muslim
Riadushalihin. Imam An-Nawawi

Minggu, 27 September 2009

PUASA SYAWAL YUUUK....

***
Karena ga sempat nulis, jadi hanya bisa copas dari http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalahlima-faedah-puasa-syawal.html,tapi insya Allah artikel berikut ini bermanfaat untuk kita semua:

Lima Faedah Puasa Syawal

Alhamdulillah, kita saat ini telah berada di bulan Syawal. Kita juga sudah mengetahui ada amalan utama di bulan ini yaitu puasa enam hari di bulan Syawal. Apa saja faedah melaksanakan puasa tersebut? Itulah yang akan kami hadirkan ke tengah-tengah pembaca pada kesempatan kali ini. Semoga bermanfaat.


Faedah pertama: Puasa syawal akan menggenapkan ganjaran berpuasa setahun penuh.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.”[1]

Para ulama mengatakan bahwa berpuasa seperti setahun penuh asalnya karena setiap kebaikan semisal dengan sepuluh kebaikan yang semisal. Bulan Ramadhan (puasa sebulan penuh, -pen) sama dengan (berpuasa) selama sepuluh bulan (30 x 10 = 300 hari = 10 bulan) dan puasa enam hari di bulan Syawal sama dengan (berpuasa) selama dua bulan (6 x 10 = 60 hari = 2 bulan).[2] Jadi seolah-olah jika seseorang melaksanakan puasa Syawal dan sebelumnya berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan, maka dia seperti melaksanakan puasa setahun penuh. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ (مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا

“Barangsiapa berpuasa enam hari setelah Idul Fitri, maka dia seperti berpuasa setahun penuh. [Barangsiapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh kebaikan semisal][3].”[4] Satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan semisal dan inilah balasan kebaikan yang paling minimal.[5] Inilah nikmat yang luar biasa yang Allah berikan pada umat Islam.

Cara melaksanakan puasa Syawal adalah:

  1. Puasanya dilakukan selama enam hari.
  2. Lebih utama dilaksanakan sehari setelah Idul Fithri, namun tidak mengapa jika diakhirkan asalkan masih di bulan Syawal.
  3. Lebih utama dilakukan secara berurutan namun tidak mengapa jika dilakukan tidak berurutan.
  4. Usahakan untuk menunaikan qodho’ puasa terlebih dahulu agar mendapatkan ganjaran puasa setahun penuh. Dan ingatlah puasa Syawal adalah puasa sunnah sedangkan qodho’ Ramadhan adalah wajib. Sudah semestinya ibadah wajib lebih didahulukan daripada yang sunnah.


Faedah kedua: Puasa syawal seperti halnya shalat sunnah rawatib yang dapat menutup kekurangan dan menyempurnakan ibadah wajib.

Yang dimaksudkan di sini bahwa puasa syawal akan menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang ada pada puasa wajib di bulan Ramadhan sebagaimana shalat sunnah rawatib yang menyempurnakan ibadah wajib. Amalan sunnah seperti puasa Syawal nantinya akan menyempurnakan puasa Ramadhan yang seringkali ada kekurangan di sana-sini. Inilah yang dialami setiap orang dalam puasa Ramadhan, pasti ada kekurangan yang mesti disempurnakan dengan amalan sunnah.[6]

Faedah ketiga: Melakukan puasa syawal merupakan tanda diterimanya amalan puasa Ramadhan.

Jika Allah subhanahu wa ta’ala menerima amalan seorang hamba, maka Dia akan menunjuki pada amalan sholih selanjutnya. Jika Allah menerima amalan puasa Ramadhan, maka Dia akan tunjuki untuk melakukan amalan sholih lainnya, di antaranya puasa enam hari di bulan Syawal.[7] Hal ini diambil dari perkataan sebagian salaf,

مِنْ ثَوَابِ الحَسَنَةِ الحَسَنَةُ بَعْدَهَا، وَمِنْ جَزَاءِ السَّيِّئَةِ السَّيِّئَةُ بَعْدَهَا

“Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.”[8]

Ibnu Rajab menjelaskan hal di atas dengan perkataan salaf lainnya, “Balasan dari amalan kebaikan adalah amalan kebaikan selanjutnya. Barangsiapa melaksanakan kebaikan lalu dia melanjutkan dengan kebaikan lainnya, maka itu adalah tanda diterimanya amalan yang pertama. Begitu pula barangsiapa yang melaksanakan kebaikan lalu malah dilanjutkan dengan amalan kejelekan, maka ini adalah tanda tertolaknya atau tidak diterimanya amalan kebaikan yang telah dilakukan.”[9]

Renungkanlah! Bagaimana lagi jika seseorang hanya rajin shalat di bulan Ramadhan (rajin shalat musiman), namun setelah Ramadhan shalat lima waktu begitu dilalaikan? Pantaskah amalan orang tersebut di bulan Ramadhan diterima?!

Al Lajnah Ad Da-imah Lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (komisi fatwa Saudi Arabia) mengatakan, “Adapun orang yang melakukan puasa Ramadhan dan mengerjakan shalat hanya di bulan Ramadhan saja, maka orang seperti ini berarti telah melecehkan agama Allah. (Sebagian salaf mengatakan), “Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah (rajin ibadah, pen) hanya pada bulan Ramadhan saja.” Oleh karena itu, tidak sah puasa seseorang yang tidak melaksanakan shalat di luar bulan Ramadhan. Bahkan orang seperti ini (yang meninggalkan shalat) dinilai kafir dan telah melakukan kufur akbar, walaupun orang ini tidak menentang kewajiban shalat. Orang seperti ini tetap dianggap kafir menurut pendapat ulama yang paling kuat.”[10] Hanya Allah yang memberi taufik.

Faedah keempat: Melaksanakan puasa syawal adalah sebagai bentuk syukur pada Allah.

Nikmat apakah yang disyukuri? Yaitu nikmat ampunan dosa yang begitu banyak di bulan Ramadhan. Bukankah kita telah ketahui bahwa melalui amalan puasa dan shalat malam selama sebulan penuh adalah sebab datangnya ampunan Allah, begitu pula dengan amalan menghidupkan malam lailatul qadr di akhir-akhir bulan Ramadhan?!

Ibnu Rajab mengatakan, “Tidak ada nikmat yang lebih besar dari pengampunan dosa yang Allah anugerahkan.”[11] Sampai-sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun yang telah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan akan datang banyak melakukan shalat malam. Ini semua beliau lakukan dalam rangka bersyukur atas nikmat pengampunan dosa yang Allah berikan. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya oleh istri tercinta beliau yaitu ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengenai shalat malam yang banyak beliau lakukan, beliau pun mengatakan,

أَفَلاَ أُحِبُّ أَنْ أَكُونَ عَبْدًا شَكُورًا

“Tidakkah aku senang menjadi hamba yang bersyukur?”[12]

Begitu pula di antara bentuk syukur karena banyaknya ampunan di bulan Ramadhan, di penghujung Ramadhan (di hari Idul fithri), kita dianjurkan untuk banyak berdzikir dengan mengangungkan Allah melalu bacaan takbir “Allahu Akbar”. Ini juga di antara bentuk syukur sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu bertakwa pada Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah: 185)

Begitu pula para salaf seringkali melakukan puasa di siang hari setelah di waktu malam mereka diberi taufik oleh Allah untuk melaksanakan shalat tahajud.

Ingatlah bahwa rasa syukur haruslah diwujudkan setiap saat dan bukan hanya sekali saja ketika mendapatkan nikmat. Namun setelah mendapatkan satu nikmat, kita butuh pada bentuk syukur yang selanjutnya. Ada ba’it sya’ir yang cukup bagus: “Jika syukurku pada nikmat Allah adalah suatu nikmat, maka untuk nikmat tersebut diharuskan untuk bersyukur dengan nikmat yang semisalnya”.

Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan, “Setiap nikmat Allah berupa nikmat agama maupun nikmat dunia pada seorang hamba, semua itu patutlah disyukuri. Kemudian taufik untuk bersyukur tersebut juga adalah suatu nikmat yang juga patut disyukuri dengan bentuk syukur yang kedua. Kemudian taufik dari bentuk syukur yang kedua adalah suatu nikmat yang juga patut disyukuri dengan syukur lainnya. Jadi, rasa syukur akan ada terus sehingga seorang hamba merasa tidak mampu untuk mensyukuri setiap nikmat. Ingatlah, syukur yang sebenarnya adalah apabila seseorang mengetahui bahwa dirinya tidak mampu untuk bersyukur (secara sempurna).”[13]

Faedah kelima: Melaksanakan puasa syawal menandakan bahwa ibadahnya kontinu dan bukan musiman saja. [14]

Amalan yang seseorang lakukan di bulan Ramadhan tidaklah berhenti setelah Ramadhan itu berakhir. Amalan tersebut seharusnya berlangsung terus selama seorang hamba masih menarik nafas kehidupan.

Sebagian manusia begitu bergembira dengan berakhirnya bulan Ramadhan karena mereka merasa berat ketika berpuasa dan merasa bosan ketika menjalaninya. Siapa yang memiliki perasaan semacam ini, maka dia terlihat tidak akan bersegera melaksanakan puasa lagi setelah Ramadhan karena kepenatan yang ia alami. Jadi, apabila seseorang segera melaksanakan puasa setelah hari ‘ied, maka itu merupakan tanda bahwa ia begitu semangat untuk melaksanakan puasa, tidak merasa berat dan tidak ada rasa benci.

Ada sebagian orang yang hanya rajin ibadah dan shalat malam di bulan Ramadhan saja, lantas dikatakan kepada mereka,

بئس القوم لا يعرفون لله حقا إلا في شهر رمضان إن الصالح الذي يتعبد و يجتهد السنة كلها

“Sejelek-jelek orang adalah yang hanya rajin ibadah di bulan Ramadhan saja. Sesungguhnya orang yang sholih adalah orang yang rajin ibadah dan rajin shalat malam sepanjang tahun.” Ibadah bukan hanya di bulan Ramadhan, Rajab atau Sya’ban saja.

Asy Syibliy pernah ditanya, “Bulan manakah yang lebih utama, Rajab ataukah Sya’ban?” Beliau pun menjawab, “Jadilah Rabbaniyyin dan janganlah menjadi Sya’baniyyin.” Maksudnya adalah jadilah hamba Rabbaniy yang rajin ibadah di setiap bulan sepanjang tahun dan bukan hanya di bulan Sya’ban saja. Kami kami juga dapat mengatakan, “Jadilah Rabbaniyyin dan janganlah menjadi Romadhoniyyin.” Maksudnya, beribadahlah secara kontinu (ajeg) sepanjang tahun dan jangan hanya di bulan Ramadhan saja. Semoga Allah memberi taufik.

‘Alqomah pernah bertanya pada Ummul Mukminin ‘Aisyah mengenai amalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apakah beliau mengkhususkan hari-hari tertentu untuk beramal?” ‘Aisyah menjawab,

لاَ. كَانَ عَمَلُهُ دِيمَةً

“Beliau tidak mengkhususkan waktu tertentu untuk beramal. Amalan beliau adalah amalan yang kontinu (ajeg).”[15]

Amalan seorang mukmin barulah berakhir ketika ajal menjemput. Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Sesungguhnya Allah Ta’ala tidaklah menjadikan ajal (waktu akhir) untuk amalan seorang mukmin selain kematian.” Lalu Al Hasan membaca firman Allah,

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

“Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu al yaqin (yakni ajal).” (QS. Al Hijr: 99).[16] Ibnu ‘Abbas, Mujahid dan mayoritas ulama mengatakan bahwa “al yaqin” adalah kematian. Dinamakan demikian karena kematian itu sesuatu yang diyakini pasti terjadi. Az Zujaaj mengatakan bahwa makna ayat ini adalah sembahlah Allah selamanya. Ahli tafsir lainnya mengatakan, makna ayat tersebut adalah perintah untuk beribadah kepada Allah selamanya, sepanjang hidup.[17]

Sebagai penutup, perhatikanlah perkataan Ibnu Rajab berikut, “Barangsiapa melakukan dan menyelesaikan suatu ketaaatan, maka di antara tanda diterimanya amalan tersebut adalah dimudahkan untuk melakukan amalan ketaatan lainnya. Dan di antara tanda tertolaknya suatu amalan adalah melakukan kemaksiatan setelah melakukan amalan ketaatan. Jika seseorang melakukan ketaatan setelah sebelumnya melakukan kejelekan, maka kebaikan ini akan menghapuskan kejelekan tersebut. Yang sangat bagus adalah mengikutkan ketaatan setelah melakukan ketaatan sebelumnya. Sedangkan yang paling jelek adalah melakukan kejelekan setelah sebelumnya melakukan amalan ketaatan. Ingatlah bahwa satu dosa yang dilakukan setelah bertaubat lebih jelek dari 70 dosa yang dilakukan sebelum bertaubat. … Mintalah pada Allah agar diteguhkan dalam ketaatan hingga kematian menjemput. Dan mintalah perlindungan pada Allah dari hati yang terombang-ambing.”[18]

Semoga Allah senantiasa memberi taufik kepada kita untuk istiqomah dalam ketaatan hingga maut menjemput. Hanya Allah yang memberi taufik. Semoga Allah menerima amalan kita semua di bulan Ramadhan dan memudahkan kita untuk menyempurnakannya dengan melakukan puasa Syawal.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Diselesaikan di Batu Merah, kota Ambon, 4 Syawal 1430 H

***

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id

Footnote:

[1] HR. Muslim no. 1164, dari Abu Ayyub Al Anshori
[2] Syarh Muslim, 4/186, Mawqi’ Al Islam, Asy Syamilah.
[3] QS. Al An’am ayat 160.
[4] HR. Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban, dari Tsauban –bekas budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1007.
[5] Lihat Fathul Qodir, Asy Syaukani, 3/6, Mawqi’ At Tafaasir, Asy Syamilah dan Taisir Al Karimir Rahman, ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, hal. 282, Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, 1420 H.
[6] Lihat Latho-if Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 394, Daar Ibnu Katsir, cetakan kelima, 1420 H [Tahqiq: Yasin Muhammad As Sawaas]
[7] -idem-
[8] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 8/417, Daar Thoyyibah, cetakan kedua, 1420 H [Tafsir Surat Al Lail]
[9] Latho-if Al Ma’arif, hal. 394.
[10] Fatawa Al Lajnah Ad Da-imah Lil Buhuts Ilmiyyah wal Ifta’, pertanyaan ke-3, Fatawa no. 102, 10/139-141
[11] Latho-if Al Ma’arif, hal. 394.
[12] HR. Bukhari no. 4837 dan Muslim no. 2820.
[13] Lihat Latho-if Al Ma’arif, hal. 394-395.
[14] Pembahasan berikut kami olah dari Latho-if Al Ma’arif, hal. 396-400
[15] HR. Bukhari no. 1987 dan Muslim no. 783
[16] Latho-if Al Ma’arif, hal. 398.
[17] Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 4/79, Mawqi’ At Tafaasir, Asy Syamilah
[18] Latho-if Al Ma’arif, hal. 399.





Minggu, 20 September 2009

Lagi-Lagi Hadits Dha'if dan Maudhu...(Kali ini tentang Ramadhan)

***

saudara2 sekalian rahimakumullah, jangan bosan-bosan yah diingatkan tentang hadits-hadits dha'if dan maudhu. Karena memang hadits-hadits ini sudah banyak menyebar dan diamalkan di masyarakat. Bahkan para da'i pun sangat sering membawakannya di ceramah-ceramah mereka. Tak terkecuali di bulan ramadhan ini.



Kali ini saya akan menyebutkan beberapa hadits dhaif dan maudhu seputar ramadhan. Saya menyebutkan periwayat, sanad, dan penjelasannya secara lengkap, serta koreksinya jika ada.



HADITS 1



“Berpuasalah, kalian akan sehat.”



Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Nu’aim di Ath Thibbun Nabawi sebagaimana dikatakan oleh Al Hafidz Al Iraqi di Takhrijul Ihya (3/108), oleh Ath Thabrani di Al Ausath (2/225), oleh Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Fid Dhu’afa (3/227).



Hadits ini dhaif (lemah), sebagaimana dikatakan oleh Al Hafidz Al Iraqi di Takhrijul Ihya (3/108), juga Al Albani di Silsilah Adh Dha’ifah (253). Bahkan Ash Shaghani agak berlebihan mengatakan hadits ini maudhu (palsu) dalam Maudhu’at Ash Shaghani (51).




Keterangan: jika memang terdapat penelitian ilmiah dari para ahli medis bahwa puasa itu dapat menyehatkan tubuh, makna dari hadits dhaif ini benar, namun tetap tidak boleh dianggap sebagai sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam.





HADITS 2



“Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, do’anya dikabulkan, dan amalannya pun akan dilipatgandakan pahalanya.”



Hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi di Syu’abul Iman (3/1437).



Hadits ini dhaif, sebagaimana dikatakan Al Hafidz Al Iraqi dalam Takhrijul Ihya (1/310). Al Albani juga mendhaifkan hadits ini dalam Silsilah Adh Dha’ifah (4696).



Terdapat juga riwayat yang lain:



“Orang yang berpuasa itu senantiasa dalam ibadah meskipun sedang tidur di atas ranjangnya.”



Hadits ini diriwayatkan oleh Tammam (18/172). Hadits ini juga dhaif, sebagaimana dikatakan oleh Al Albani di Silsilah Adh Dhaifah (653).



Yang benar, tidur adalah perkara mubah (boleh) dan bukan ritual ibadah. Maka, sebagaimana perkara mubah yang lain, tidur dapat bernilai ibadah jika diniatkan sebagai sarana penunjang ibadah. Misalnya, seseorang tidur karena khawatir tergoda untuk berbuka sebelum waktunya, atau tidur untuk mengistirahatkan tubuh agar kuat dalam beribadah.



Sebaliknya, tidak setiap tidur orang berpuasa itu bernilai ibadah. Sebagai contoh, tidur karena malas, atau tidur karena kekenyangan setelah sahur. Keduanya, tentu tidak bernilai ibadah, bahkan bisa dinilai sebagai tidur yang tercela. Maka, hendaknya seseorang menjadikan bulan ramadhan sebagai kesempatan baik untuk memperbanyak amal kebaikan, bukan bermalas-malasan.



HADITS 3



“Wahai manusia, bulan yang agung telah mendatangi kalian. Di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari 1. 000 bulan. Allah menjadikan puasa pada siang harinya sebagai sebuah kewajiban, dan menghidupkan malamnya sebagai ibadah tathawwu’ (sunnah). Barangsiapa pada bulan itu mendekatkan diri (kepada Allah) dengan satu kebaikan, ia seolah-olah mengerjakan satu ibadah wajib pada bulan yang lain. Barangsiapa mengerjakan satu perbuatan wajib, ia seolah-olah mengerjakan 70 kebaikan di bulan yang lain. Ramadhan adalah bulan kesabaran, sedangkan kesabaran itu balasannya adalah surga. Ia (juga) bulan tolong-menolong. Di dalamnya rezki seorang mukmin ditambah. Barangsiapa pada bulan Ramadhan memberikan hidangan berbuka kepada seorang yang berpuasa, dosa-dosanya akan diampuni, diselamatkan dari api neraka dan memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tadi sedikitpun” Kemudian para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, tidak semua dari kita memiliki makanan untuk diberikan kepada orang yang berpuasa.” Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkata, “Allah memberikan pahala tersebut kepada orang yang memberikan hidangan berbuka berupa sebutir kurma, atau satu teguk air atau sedikit susu. Ramadhan adalah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya maghfirah (ampunan) dan akhirnya pembebasan dari api neraka.”



Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (1887), oleh Al Mahamili dalam Amaliyyah (293), Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Fid Dhu’afa (6/512), Al Mundziri dalam Targhib Wat Tarhib (2/115)



Hadits ini didhaifkan oleh para pakar hadits seperti Al Mundziri dalam At Targhib Wat Tarhib (2/115), juga didhaifkan oleh Syaikh Ali Hasan Al Halabi di Sifatu Shaumin Nabiy (110), bahkan dikatakan oleh Abu Hatim Ar Razi dalam Al ‘Ilal (2/50) juga Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah (871) bahwa hadits ini Munkar.



Yang benar, di seluruh waktu di bulan Ramadhan terdapat rahmah, seluruhnya terdapat ampunan Allah dan seluruhnya terdapat kesempatan bagi seorang mukmin untuk terbebas dari api neraka, tidak hanya sepertiganya. Salah satu dalil yang menunjukkan hal ini adalah:



“Orang yang puasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari no.38, Muslim, no.760)



Dalam hadits ini, disebutkan bahwa ampunan Allah tidak dibatasi hanya pada pertengahan Ramadhan saja.



Adapun mengenai apa yang diyakini oleh sebagian orang, bahwa setiap amalan sunnah kebaikan di bulan Ramadhan diganjar pahala sebagaimana amalan wajib, dan amalan wajib diganjar dengan 70 kali lipat pahala ibadah wajib diluar bulan Ramadhan, keyakinan ini tidaklah benar berdasarkan hadits yang lemah ini. Walaupun keyakinan ini tidak benar, sesungguhnya Allah ta’ala melipatgandakan pahala amalan kebaikan berlipat ganda banyaknya, terutama ibadah puasa di bulan Ramadhan.



CATATAN KHUSUS UNTUK HADITS INI:



Hadits ini telah dimuat di buletin dentist BPI edisi ramadhan terbaru. Maka saya selaku ketua, memohon maaf atas ketidaktelitian tim dentist dalam menyeleksi hadits. Harap maklum. =)



HADITS 4



كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أفطر قال : اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت فتقبل مني إنك أنت السميع العليم



“Biasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam ketika berbuka membaca doa: Allahumma laka shumtu wa ‘alaa rizqika afthartu fataqabbal minni, innaka antas samii’ul ‘aliim.”



Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan-nya (2358), Adz Dzahabi dalam Al Muhadzab (4/1616), Ibnu Katsir dalam Irsyadul Faqih (289/1), Ibnul Mulaqqin dalam Badrul Munir (5/710)



Ibnu Hajar Al Asqalani berkata di Al Futuhat Ar Rabbaniyyah (4/341) : “Hadits ini gharib, dan sanadnya lemah sekali”. Hadits ini juga didhaifkan oleh Asy Syaukani dalam Nailul Authar (4/301), juga oleh Al Albani di Dhaif Al Jami’ (4350). Dan doa dengan lafadz yang semisal, semua berkisar antara hadits lemah dan munkar.



Sedangkan doa berbuka puasa yang tersebar dimasyarakat dengan lafadz:



اللهم لك صمت و بك امنت و على رزقك افطرت برحمتك يا ارحم الراحمين



“Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman, atas rezeki-Mu aku berbuka, aku memohon Rahmat-Mu wahai Dzat yang Maha Penyayang.”



Hadits ini tidak terdapat di kitab hadits manapun. Atau dengan kata lain, ini adalah hadits palsu. Sebagaimana dikatakan oleh Al Mulla Ali Al Qaari dalam kitab Mirqatul Mafatih Syarh Misykatul Mashabih: “Adapun doa yang tersebar di masyarakat dengan tambahan ‘wabika aamantu’ sama sekali tidak ada asalnya, walau secara makna memang benar.”



Yang benar, doa berbuka puasa yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam terdapat dalam hadits:



كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أفطر قال ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله



“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika berbuka puasa membaca doa:



ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله



Dzahabaz zhamaa-u wabtalatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insyaa Allah



(’Rasa haus telah hilang, kerongkongan telah basah, semoga pahala didapatkan. Insya Allah’)”



Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud (2357), Ad Daruquthni (2/401), dan dihasankan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur Ruwah, 2/232 juga oleh Al Albani di Shahih Sunan Abi Daud.



HADITS 5



“Orang yang sengaja tidak berpuasa pada suatu hari di bulan Ramadhan, padahal ia bukan orang yang diberi keringanan, ia tidak akan dapat mengganti puasanya meski berpuasa terus menerus.”



Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari di Al’Ilal Al Kabir (116), oleh Abu Daud di Sunannya (2396), oleh Tirmidzi di Sunan-nya (723), Imam Ahmad di Al Mughni (4/367), Ad Daruquthni di Sunan-nya (2/441, 2/413), dan Al Baihaqi di Sunan-nya (4/228).



Hadits ini didhaifkan oleh Al Bukhari, Imam Ahmad, Ibnu Hazm di Al Muhalla (6/183), Al Baihaqi, Ibnu Abdil Barr dalam At Tamhid (7/173), juga oleh Al Albani di Dhaif At Tirmidzi (723), Dhaif Abi Daud (2396), Dhaif Al Jami’ (5462) dan Silsilah Adh Dha’ifah (4557). Namun, memang sebagian ulama ada yang menshahihkan hadits ini seperti Abu Hatim Ar Razi di Al Ilal (2/17), juga ada yang menghasankan seperti Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur Ruwah (2/329) dan Al Haitsami di Majma’ Az Zawaid (3/171).





Oleh karena itu, ulama berbeda pendapat mengenai ada-tidaknya qadha bagi orang yang sengaja tidak berpuasa.



Yang benar -wal ‘ilmu ‘indallah- adalah penjelasan Lajnah Daimah Lil Buhuts Wal Ifta (Komisi Fatwa Saudi Arabia), yang menyatakan bahwa “Seseorang yang sengaja tidak berpuasa tanpa udzur syar’i,ia harus bertaubat kepada Allah dan mengganti puasa yang telah ditinggalkannya.” (Periksa: Fatawa Lajnah Daimah no. 16480, 9/191)



Membatalkan puasa secara sengaja memang sebuah dosa besar, dan hadits shahih tentang masalah ini adalah:



Dari Abi Umamah Al-Bahili Radhiallahu'anhu, Aku pernah mendengar Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda :



"Ketika aku tidur, datanglah dua orang pria kemudian memegang dhobaya (dua lenganku) membawaku kesatu gunung yang kasar (tidak rata), keduanya berkata : "Naik, aku katakan : "aku nggak mampu, keduanya berkata: "kami akan memudahkanmu," akupun naik hingga ketika aku sampai ke puncak gunung ketika itulah aku mendenganr suara yang keras. Akupun bertanya : "Suara apakah ini ? Mereka berkata: "Ini adalah teriakan penghuni neraka kemudian keduanya membawaku, ketika aku melihat orang-orang yang digantung dengan kaki diatas, mulut mereka rusak/robek, darah mengalir dari mulut mereka. Aku bertanya: "Siapakah mereka ? keduanya menjawab : "mereka adalah orang-orang yang berbuka sebelum halal puasa mereka."

(Riwayat An-Nasa'I dalam "Al-Kubra" sebagaimana dalam "tuhfatul Asyraf" (4/166) dan Ibnu Hibban (no. 1800- zawahidnya) dan Al-Hakim (1/430) dari jalan Abdur Rahman bin Yazid bin Jabir, dari Salim bin Amir, dari Abu Umamah. Sanadnya SHAHIH).





HADITS 6



“Bulan Ramadhan bergantung di antara langit dan bumi. Tidak ada yang dapat mengangkatnya kecuali zakat fithri.”



Hadits ini disebutkan oleh Al Mundziri di At Targhib Wat Tarhib (2/157). Al Albani mendhaifkan hadits ini dalam Dhaif At Targhib (664), dan Silsilah Ahadits Dhaifah (43).



Yang benar, jika dari hadits ini terdapat orang yang meyakini bahwa puasa Ramadhan tidak diterima jika belum membayar zakat fithri, keyakinan ini salah, karena haditsnya dhaif. Zakat fithri bukanlah syarat sah puasa Ramadhan, namun jika seseorang meninggalkannya ia mendapat dosa tersendiri.



HADITS 7

“Barangsiapa memberi hidangan berbuka puasa dengan makanan dan minuman yang halal, para malaikat bershalawat kepadanya selama bulan Ramadhan dan Jibril bershalawat kepadanya di malam lailatul qadar.”



Hadist ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Al Majruhin (1/300), Al Baihaqi di Syu’abul Iman (3/1441), Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Adh Dhuafa (3/318), Al Mundziri dalam At Targhib Wat Tarhib (1/152)



Hadits ini didhaifkan oleh Ibnul Jauzi di Al Maudhuat (2/555), As Sakhawi dalam Maqasidul Hasanah (495), Al Albani dalam Dhaif At Targhib (654)




Yang benar,orang yang memberikan hidangan berbuka puasa akan mendapatkan pahala puasa orang yang diberi hidangan tadi, berdasarkan hadits:



من فطر صائما كان له مثل أجره ، غير أنه لا ينقص من أجر الصائم شيئا



“Siapa saja yang memberikan hidangan berbuka puasa kepada orang lain yang berpuasa, ia akan mendapatkan pahala orang tersebut tanpa sedikitpun mengurangi pahalanya.” (HR. At Tirmidzi no 807, ia berkata: “Hasan shahih”)



HADITS 8

“Lima hal yang membatalkan puasa dan membatalkan wudhu: berbohong, ghibah, namimah, melihat lawan jenis dengan syahwat, dan bersumpah palsu.”



Hadits ini diriwayatkan oleh Al Jauraqani di Al Abathil (1/351), oleh Ibnul Jauzi di Al Maudhu’at (1131)



Hadits ini adalah hadits palsu, sebagaimana dijelaskan Ibnul Jauzi di Al Maudhu’at (1131), Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah (1708).




Yang benar, lima hal tersebut bukanlah pembatal puasa, namun pembatal pahala puasa. Sebagaimana hadits:



من لم يدع قول الزور والعمل به والجهل ، فليس لله حاجة أن يدع طعامه وشرابه



“Orang yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan mengamalkannya, serta mengganggu orang lain, maka Allah tidak butuh terhadap puasanya.” (HR. Bukhari, no.6057)



HADITS 9

“Kalaulah seandainya kaum muslimin tahu apa yang ada di dalam Ramadhan, niscaya umatku akan berangan-angan agar satu tahun Ramadhan seluruhnya. Sesungguhnya surga dihiasi untuk Ramadhan dari awal tahun kepada tahun berikutnya…” Hingga akhir hadits ini.



Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (no. 1886) dan Ibnul Jauzi di dalam Kitabul Mauduat (2/188-189) dan Abul Ya'la di dalam Musnad-nya sebagaimana pada Al Muthalibul 'Aaliyah (Bab/A-B/ tulisan tangan) dari jalan Jabir bin Burdah dari Abu Mas'ud Al Ghifari.



Hadits ini maudhu' (palsu), penyakitnya pada Jabir bin Ayyub, biografinya ada pada Ibnu Hajar di dalam Lisanul Mizan (2/101) dan beliau berkata: “Masyhur dengan kelemahannya.” Juga dinukilkan perkataan Abu Nu'aim, “Dia suka memalsukan hadits,” dan Bukhari, berkata, “Mungkarul hadits” dan dari An Nasa'i, “matruk (ditinggalkan) haditsnya.”



Ibnul Jauzi menghukumi hadits ini sebagai hadits palsu, dan ibnu Khuzaimah berkata serta meriwayatkannya, “Jika haditsnya shahih, karena dalam hatiku ada keraguan pada Jarir bin Ayyub Al Bajali.”




HADITS 10



"Barangsiapa beri'tikaf sepuluh hari di bulan Ramadhan, maka sama pahalanya seperti dua kali dan dua kali umrah."



Hadits maudhu' (paisu). Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Asy Syu'abdari hadits AI Husain bin Ali; secara marfu'. Lalu beliau berkata,"Sanadnya dha'if, Muhammad bin Zadan seorang periwayat hadits ini- adalah seorang matruk (ditinggalkan haditsnya)." Imam Al Bukhari berkata, "Haditsnya tidak boleh

ditulis."



Dalam sanadnyajuga terdapat periwayat bernama 'Anbasah bin Abdurrahman. Al-Bukhari berkata,"Mereka (ahli hadits) meninggalkan (hadits)nya." Adz Dzahabi berkata dalam Adh Dhu'afa, "Dia itu matruk dan tertuduh memalsukan hadits-."Adz Dzahabi dalam Al Mizan menukil dari Abu Hatim, bahwa is berkata tentang'Anbasah-,"Dia memalsukan hadits", dan ini salah satunya.




PENUTUP

Alhamdulillah, demikianlah beberapa hadits lemah dan palsu yang bisa saya bawakan. Sebenarnya masih ada lagi hadits-hadits lemah dan palsu yang tidak saya masukkan dalam tulisan ini. Silahkan merujuk ke referensi, jika ingin mengetahui.



Semoga Allah senantiasa menjaga kita dari hadits-hadits lemah dan palsu yang banyak merebak di masyarakat. Wallahu A'lam bi shawab.



REFERENSI:



[1] SHIFATI SHAUMIN NABIYYI SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM FII RAMADHAN / SIDAT PUASA NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM(Syaikh Salim bin 'Id Al-Hilaaly dan Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid)



[2] Silsilah Hadits Dha'if dan Maudhu (Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani)



[3] 12 Hadits Lemah dan Palsu Seputar Ramadhan. http://muslim.or.id/hadits/12-hadits-lemah-dan-palsu-seputar-ramadhan.html



[4] Hadits Dha’if Dan Palsu Seputar Puasa Ramadhan. http://jilbab.or.id/archives/241-hadits-dhaif-dan-palsu-seputar-puasa-ramadhan/



[5] Hadits-Hadits Dha’if SeputarRamadhan. Ustadz Arif Syarifuddin, Lc

Sabtu, 05 September 2009

1/5 abad + 1 tahun

***
ﺑﺴﻢاﷲﺍﻟﺮﺣﻤﻦﺍﻟﺮﺣﻴﻢ

6 September 1988 – 6 September 2009
24 Muharram 1409 – 16 Ramadhan 1430


Semakin merangkak saja hari ini. Dengan tangis atau tawa yang memekak terombang-ambing. Hari-hari ini terus bergulir, tanpa minta izin, tanpa berbisik setitik kata. Aku masih menunggangi waktu, tak tahu kapan berhenti, hanya siapkan bekal tuk berhenti. Karena hati tak ingin merintih di ujung jalan sepi.

Sang waktu itu semakin sombong, ia tak menoleh ke belakang kecuali hanya sedikit…mudah saja membuatku mengejar-ngejarnya, seperti budak lapar yang mengejar makan. Ah…Jiwa kerdil ini semakin tak berdaya di tepi zaman. Saat refleksi kembali bercerita, ia kembali bertutur tentang sepi kami di jalan terang, ditengah picingan mata orang-orang tak berhikmah, namun kami tetap merajut pondasi jiwa manusia dengan tangan-tangan kami yang hampir lunglai, kami tetap berlari mengejar mimpi tertinggi dengan kaki-kaki kami yang hampir merangkak, kami tetap memikirkan kebaikan-kebaikan dengan hati kami yang selalu berbolak-balik. Bukan…bukan karena ketidakpahaman kami, tapi karena kelemahan kami akan serangan tentara-tentara yang bergerilya dibalik topeng syubhat. Semoga mereka bergabung di jalan terang, atau binasa tanpa arti.

Kuingat akan ketidaktahuan pada hari ini, saat itu…di waktu yang sama. Ternyata Engkau menyampaikanku pada hari ini, maka tak ada tutur yang paling benar, selain maha suci Engkau dan segala puji hanya untuk-Mu. Dan kini ku kembali bertanya tentang hal yang sama, apakah pit stop selanjutnya masih boleh kusinggahi, atau ini adalah yang terakhir. Maka kumohon waktu yang berkah dan manfaat, untukku dan semua orang.

Kuucap doa dalam temaram, di persinggahan sementara ini. Sedetik kedepan adalah misteri, tak tahu seperti apa. Jiwa-jiwa makin tertunduk, ratapi kesiapan maupun kesia-siaan. Tak guna raungan sesal yang menggema di pelataran hati, jika raungan-raungan itu meronta ingkari terbijak. Hanya bisik sesal yang mengalun lembut di sisi sutra, yang pantas terucap, karena tak lain kita sedang mengkritisi kebodohan kita sendiri.

Langkah-langkah terus berdetak seiring jejak. Terus cari bekal dan buang kekosongan, karena tak ada lagi yang dapat kau lakukan, di saat misteri itu…yakni, saat nisan satu jengkal di depan matamu.

Jakarta, 6 September 2009 (01.04 WIB)
١٦ ﺭﻣﻀﺎن ١٤٣٠ ﻫ

Amirul Ihlas Hiroshi / Abu Hanifah Al-Furqan bin Hiroshi Al-Kindary
ٲﻤﻲﺭﻭﺍﻹﺨﻼﺹ ﺤﻴﺭﺍﺼﻲ / ﺃﺒﻭ ﺤﻨﻴﻔﺔ ﺍﻠﻔﺮﻗﺎﻥ ﺒﻦ ﺤﻴﺭﺍﺼﻲ ﺍﻠﻜﻴﻨﺪﺍﺮﻱ


Sabtu, 29 Agustus 2009

RAMADHAN UNDERCOVER: MENGUNGKAP TABIR SYUBHAT DI BULAN PENUH HIKMAH

***
Teman-teman sekalian rahimakumullah, setelah vakum beberapa lama dari dunia blog dan notes, karena laptop yang mati suri, kini saya kembali meramaikan dunia maya untuk berbagi ilmu. Oke, kali ini saya mengambil judul “Ramadhan Undercover”. Sebenarnya judul ini direncanakan akan dijadikan tema IRAMA BPI (Indahnya Ramadhan bersama BPI-->sebuah rangkaian acara ramadhan yang rutin di adakan oleh BPI FKG UI) tahun ini, namun karena ditolak mentah-mentah oleh dosen, gak jadi deh…hehe. So,daripada gak terpakai sama sekali, mending dijadiin judul artikel aja. Selain itu, momennya pun sangat tepat untuk menjelaskan beberapa syubhat (kerancuan) yang muncul menjelang maupun selama bulan ramadhan. Syubhat-syubhat ini telah lama muncul dan telah mendarahdaging di masyarakat, bahkan telah diyakini memiliki keutamaan-keutamaan

Saya mengangkat tema ini, karena melihat masih sangat banyak saudara-saudara kita yang belum paham tentang masalah ini, sehingga masih sering mengamalkannya. Sehingga sebagai seorang muslim, wajib bagi kita untuk mengingatkannya.

Tulisan ini merupakan suat bentuk tashfiyah (pembersihan) dari amalan-amalan yang salah. Namun, bukan untuk menjatuhkan pribadi-pribadi yang melakukan atau meyakini kebenaran amalan-amalan tersebut.

Baiklah, mari kita bahas satu persatu syubhat-syubhat yang dimaksud:

1. Maaf-maafan sebelum masuk Ramadhan

Sudah menjadi hal yang hampir pasti, bahwa setiap menjelang ramadhan, inbox handphone kita jadi FULL dengan sms kata-kata mutiara nan indah, yang intinya adalah mohon maaf lahir dan batin sebelum ramadhan, begitu juga di message atau wall facebook kita. Di dunia nyata pun demikian, satu persatu kerabat kita datang menghampiri kita untuk meminta maaf. Bahkan kadang-kadang orang yang tidak kita kenal pun datang dan tiba-tiba minta maaf (nah lo, kenal aja nggak, ngapain minta maaf mas? Hehe). Hmm…pernahkah teman-teman bertanya atau memikirkan darimana kebiasaan ini berasal? Saya sendiri pun baru saja tahu di awal ramadhan tahun ini, dan sekarang saya akan memberitahu, bahwa kebiasaan ini muncul dari sebuah hadits yang berbunyi:

Menjelang bulan ramadhan, Jibril berdoa kepada Allah: “Ya Allah, tolong abaikan puasa umat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan ramadhan dia belum meminta maaf kepada kedua orang tuanya, bermaafan antara suami istri, dan bermaafan dengan orang-orang sekitarnya”. Kemudian Rasulullah mengamininya 3 kali.

Wah, ternyata ada haditsnya loh…namun sayang sekali bahwa hadits ini adalah hadits maudhu’ alias palsu. Dan hadits palsu sudah jelas tertolak dan tidak boleh diamalkan sama sekali. Hadits ini tidak pernah ditemukan di kitab-kitab hadits manapun, maka entah siapa yang mengarangnya. Yang jelas, setiap hadits palsu itu selalu datang dari pihak-pihak selain islam, yang ingin menghancurkan islam dari dalam, dengan mengacaukan syariat-syariatnya. Yah, hadits palsu, bagi orang yang tidak paham akan menyebabkan ia melakukan suatu amalan yang tidak pernah disyariatkan, ataupun melakukan amalan yang disyariatkan dengan cara atau keyakinan yang salah. Kalau syariat kita udah kacau, maka akan sangat mudah untuk diserang.

Tidak diragukan lagi, bahwa meminta maaf atas kesalahan-kesalahan kita kepada manusia adalah perbuatan yang baik dan terpuji. Ia juga merupakan salah satu syarat diterimanya taubat seseorang kepada Allah. Karena dosa kepada manusia hanya bisa terhapus jika kita minta maaf kepada orang tersebut, tidak cukup hanya dengan bertaubat kepada Allah.

Untuk mengkhususkan meminta maaf setiap menjelang ramadhan, diperlukan dalil dari Al-Qur’an atau Hadits. Kenyataannya tidak ada satupun ayat maupun hadits shahih yang menerangkannya, dengan kata lain, Rasulullah صلی الله عليه وسلم beserta pada sahabatnya tidak pernah mencontohkannya. Padahal merekalah orang-orang yang paling paham ilmu agama. Jika perbuatan itu baik, tentu mereka akan mendahului kita dalam melaksanakannya.

Adapun waktu yang paling tepat untuk meminta maaf adalah sesegera mungkin setelah kita berbuat salah, atau sesegera mungkin setelah kita ingat pernah berbut salah, jadi gak perlu nunggu ramadhan. Kalau jauh sebelum ramadhan Allah memanggil kita (baca:meninggal), sementara kita belum sempat minta maaf, dan orang itu belum memaafkan kita, kan bisa repot tuh. Jadi saran saya, kalo punya salah sama orang lain, segeralah minta maaf, jangan nunggu besok.

Sekarang pilihan ada di tangan kita, apakah kita tetap mau melestarikan kebiasaan yang berasal dari hadits palsu ini? Atau mulai mencoba meninggalkannya karena Allah, sebagai bentuk penolakan kita terhadap seruan hadits palsu, dan sebagai bentuk kehati-hatian kita dalam beragama.

Catatan: Saya sendiri masih sedikit mengamalkannya di awal ramadhan ini, karena belum tahu. Namun alhamdulillah, Allah memberi saya pemahaman atas masalah ini melalui jalan yang tidak disangka-sangka, dan ini baru saja terjadi, di awal-awal ramadhan ini.

2. Ziarah Kubur Sebelum Masuk Ramadhan

Secara umum, ziarah kubur memang disyariatkan, sebagaimana sabda Rasulullah صلی الله عليه وسلم

زُوْرُوا الْقُبُوْرَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ اْلآخِرَةَ

"Ziarahilah kuburan karena sesungguhnya itu bisa mengingatkan kalian kepada akhirat."
[HR. Muslim dalam Al-Jana'iz (108-976)]

Namun, nabi صلی الله عليه وسلم tidak pernah mengkhususkan suatu waktu untuk berziarah kubur, bahkan beliau melarang untuk berziarah kubur secara rutin:

“Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan, dan janganlah kalian menjadikan kuburanku sebagai ‘ied (sesuatu yang dikujungi berulang-ulang secara rutin). Bershalawatlah kalian kepadaku, karena sesungguhnya shalawat kalian disampaikan kepadaku di mana pun kalian berada”
[HR. Abu Dawud dalam Al-Manasik (2042), Ahmad (2/367)]

Yang dimaksudkan dengan ‘ied disini adalah kegiatan yang berulang secara teratur, misalnya setahun sekali, sebulan sekali, 2 minggu sekali, dll. Inilah mengapa hari raya ummat islam disebut dengan ‘ied, karena ia berulang setiap tahun. Maka perhatikan hadits yang mulia ini, jika kuburan nabi saja dilarang untuk dikunjungi secara rutin, maka terlebih lagi kuburan manusia biasa.

Apabila kita menetapkan berziarah kubur setiap awal bulan ramadhan, maka berarti kita telah menjadikan kuburan sebagai ‘ied, dan ini dilarang, berdasarkan hadits diatas.

3. Melafadzkan Niat Setiap Malam Bulan Ramadhan

Kebiasaan ini telah diajarkan kepada kita sejak duduk di bangku SD. Biasanya setiap selesai shalat tarawih, imam berkata: marilah kita sama-sama berniat untuk berpuasa besok. Kemudian dibacalah niat puasa yang telah kita hafal (bahkan telah dijadikan nyanyian oleh Afgan :-] ), yakni: Nawaitu shaumaghadin ‘an ‘ada’ifardhu syahri ramadhana hadzihissanati lillahi ta’ala.

Perlu kita ketahui, bahwa Rasulullah صلی الله عليه وسلم beserta para sahabatnya tidak pernah sekalipun melafadzkan niat, baik untuk puasa, shalat, dan ibadah-ibadah lainnya. Adapun lafadz-lafadz nawaitu, ushalli, dll merupakan hal yang diada-adakan oleh manusia. Dan hendaklah kita takut dengan ancaman dari Rasulullah صلی الله عليه وسلم terhadap perbuatan yang diada-adakan dalam agama, sebagaimana dalam hadits:

مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيْهِ فَهُوَ رَدٌّ

"Barangsiapa membuat sesuatu yang baru dalam urusan kami (dalam Islam) yang tidak terdapat (tuntunan) padanya, maka ia tertolak."
[Disepakati keshahihannya: Al-Bukhari dalam Ash-Shulh (2697), Muslim dalam Al-Aqdhiyah (1718)]

Dalam riwayat Muslim disebutkan, bahwa beliau bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

"Barangsiapa yang melakukan suatu amal yang tidak kami perintahkan maka ia tertolak."
[Al-Bukhari menyatakan mu'allaq. Sementara Muslim menyambungnya dalam Al-Aqdhiyah (18-1718)]

Disebutkan pula dalam shahih Muslim, dari Jabir bin Abdullah Al-Anshari -rodhiallaahu'anhu-, dari Nabi صلی الله عليه وسلم, bahwa dalam salah satu khutbah Jum'at beliau mengatakan,

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرُّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

"Amma ba'du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan Muhammad صلی الله عليه وسلم, seburuk-buruk perkara adalah hal-hal baru yang diada-adakan dan setiap hal baru adalah sesat."

An-Nasa'i pun mengeluarkan hadits ini dengan tambahan,

وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ

"dan setiap yang sesat itu (tempatnya) di neraka."
[HR. Muslim dalam Al-Jumu'ah (867), An-Nasa'i dalam Al-'Idain (3/118-189)]

Yang benar, niat itu tempatnya di dalam hati, dan tidak ada lafadz tertentu yang disyaria’tkan, walaupun kita menganggap lafadz-lafadz itu baik. Karena sesuatu yang baik harus diletakkan pada tempatnya, dan kebaikan yang hakiki adalah dengan mengikuti tuntunan nabi صلی الله عليه وسلم, bukan berdasarkan pendapat pribadi. Apa yang menurut kita baik belum tentu baik disisi Allah, begitu pula apa yang kita anggap buruk belum tentu buruk di sisi Allah.

Allah سبحانه و تعالى berfirman:
“Bisa jadi kamu membenci sesuatu padahal itu baik bagimu, dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu padahal sebenarnya itu buruk bagimu, Allahlah yang maha tahu sedangkan kalian tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)

Sederhananya, kalo ingin selamat dalam beragama, maka ikutilah apa yang berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahamannya para sahabat, karena itu sudah pasti benar dan baik, dan jangan ikuti yang menyelisihinya.

4. Waktu Imsak

Waktu-waktu imsak atau batas akhir sahur, banyak menyebar di jadwal-jadwal imsakiyah ramadhan yang biasa dibagi-bagikan kepada masyarakat, dan sering juga terlihat di TV-TV. Waktu imsak biasanya ditetapkan sekitar 10-15 menit sebelum azan subuh.

Penetapan waktu imsak ini juga tidak pernah ada di jaman nabi صلی الله عليه وسلم. Syekh Utsaimin rahimahullah, ulama besar saudi arabia, ketika ditanya tentang masalah imsak menjawab:Hal ini termasuk bid’ah, tiada dalilnya dari sunnah, bahkan sunnah bertentangan dengannya, karena Allah berfirman di dalam kitabnya yang mulia,

“Makan dan minumlah hingga jelas bagimu benang merah dari benang putih yaitu fajar”
(Al-Baqarah : 187)

dan Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda.

“Artinya : Sesungguhnya Bilal mengumandangkan adzan di malam hari, makan dan minumlah sampai Ibnu Umi Maktum mengumandangkan adzan, karena dia tidak beradzan sampai terbit fajar”
[Diriwayatkan oleh Bukhari : Kitab Shaum/Bab Sabda Nabi صلی الله عليه وسلم. “Janganlah mencegah kalian benar-benar …” (1918) dan Muslim : Kitab Shiyam/Bab Keterangan bahwa masuknya waktu puasa ditandai dengan terbit fajar …” (1092)]

Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:

"Jika salah seorang kalian mendengar adzan padahal gelas ada ditangannya, janganlah ia letakan hingga memenuhi hajatnya."
[HR Abu Daud (235), Ibnu Jarir (3115), Al-Hakim (1/426), Al-Baihaqi (2/218), Ahmad (3/423), dari jalan Hamad dari Muhammad bin Amr dari Abi Salamah dari Abu Hurairah sanadnya HASAN]

Jadi yang benar, batas waktu untuk makan dan minum adalah sampai terbit fajar, atau sederhananya ketika azan subuh. Itupun kita masih diberi keringanan jika makanan atau minuman kita belum habis(tinggal dikit, nanggung), maka masih diperbolehkan menghabiskannya.

Orang yang mendukung imsak ini kebanyakan berdalih bahwa hal tersebut dilakukan untuk kehati-hatian. Maka kita katakan kepada mereka: itu bukanlah suatu kehati-hatian tapi sesuatu yang berlebih-lebihan, bahkan cenderung tidak mau memanfaatkan keringanan yang diberikan oleh Allah, padahal Allah tidak ingin menyulitkan kita dalam beribadah.

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” (Al-Baqarah:185)

Dan ketika Allah memberi kita keringanan, maka hal itu diibaratkan seperti manusia yang bersedekah. Kita tentu senang jika sedekah kita diterima oleh orang. Begitu pula Allah akan senang jika sedekahnya diterima oleh hamba-Nya, dan sedekah Allah berupa keringanan-keringanan dalam beribadah (misalnya: shalat jamak qashar, tidak wajib puasa bagi orang sakit, dll)

Ditambah lagi ada contoh dari Rasulullah صلی الله عليه وسلم dan para sahabatnya yang membolehkan makan dan minum sampai tiba azan subuh. Apakah kita merasa lebih baik dan lebih paham masalah agama dari Rasulullah dan para sahabatnya. Padahal sekali lagi, merekalah orang yang paling paham tentang ilmu agama.


5. Doa berbuka puasa

Doa berbuka puasa yang benar adalah:

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ وَثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ
Dzahabazhoma‘u wabtallatil ‘uruuqu wa tsabatal ajru insyaa Allahu

“Telah hilang rasa haus, dan urat-urat telah basah serta pahala akan tetap, insya Allah.”
[HR. Abu Dawud (2/306), Baihaqi (4/239), Al Hakim (1/422), Ibnu Sunni (128), Ad Daraquthni III/1401 no. 2247. hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Kitab Irwaa-ul Ghaliil no. 920. Lihat Hisnul Muslim Bab Doa Buka Puasa]

Sementara doa yang diajarkan kepada kita sejak SD, berasal dari sebuah hadits:

Dari Mu'adz bin Zuhrah, bahwasannya telah sampai kepadanya, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan:
"Allahumma lakasumtu wabika amantu wa’ala rizqika afthortu …”
[HR Abu Dawud no. 2358, Baihaqi 4/239 dan lainnya]

Hadits tersebut di atas dikatakan mursal karena Mu’adz bin Zuhrah adalah
seorang tabi’in bukan seorang sahabat, jadi ada sanadnya yang terputus antara sahabat dan tabi'in sehingga haditsnya dikategorikan dha’if.

Nah…ini dia sedikit penjelasan tentang hal-hal tentang ramadhan yang selama ini kita anggap biasa, namun ternyata salah dalam timbangan syari’at. Tentu saja ini baru sebagian kecil yang saya ketahui. Masih banyak lagi hal-hal semacam ini yang belum sempat dijelaskan. Maka saya sarankan untuk banyak-banyak mencari tahu, dengan bertanya kepada orang yang berilmu atau dengan membaca. Semoga kita semua dapat mengambil pelajaran dan manfaat. Wallahu ta ‘ala a’lam bishawab.

Referensi:
1. Al-Qu’anul Karim
2. Sifat Puasa Nabi. Syaikh Salim Bin Ied Al Hilaly dan Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid
3. Hishnul Muslim. Syaikh Sa’id bin Wahf Al Qahtani
4. Artikel:Hukum Menziarahi Kuburan dan Membacakan Surat Al-Fatihah Di Kuburan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz. E-Book SalafiDB
5. Artikel:Hukum mengusahakan berziarah ke kuburan nabi صلی الله عليه وسلم oleh: Syaikh Abdullah Bin Abdurrahman Al-Jibrin. E-Book SalafiDB
6. Artikel:Apakah imsak memiliki dalil dari as-sunnah ataukah merupakan bid'ah? Oleh: Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin. E-Book SalafiDB
7. Hadits Dha'if dan Hasan Tentang Doa Berbuka Puasa. http://www.mail-archive.com/manhaj-salaf@yahoogroups.com/msg00413.html
8. Hadits shahih dan dho’if Seputar Puasa Ramadhan. http://al-ilmu.web.id/index.php/category/ahlussunnahwebid/page/7/

Rabu, 29 Juli 2009

Bekal buat komputer kita di bulan Ramadhan

***

Ramadhan sebentar lagi, salah satu persiapan yang perlu kita lakukan adalah persiapan ilmu. Nah, maka dari itu, saya menyiapkan untuk teman-teman sekalian e-books yang insya Allah bermanfaat untuk menyambut dan menjalani bulan Ramadhan:



1. Sifat Puasa Nabi (Syaikh Salim bin 'Id Al-Hilaaly dan Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid)







2. Tuntunan Ramadhan (Syaikh Muhammad Ibn Jaarullah Al Jaarullah)





3. Fatwa-Fatwa Syaikh Muqbil Seputar Puasa(Muqbil bin Hadi al-Wadi’i

)






4. Kumpulan Artikel Ilmiyah Seputar Sholat Tarawih dan Qunut Witir







Semoga Bermanfaat...Barakallahu fiikum

Senin, 20 Juli 2009

Sandiwara Langit - Bukan Sekedar Sandiwara

***
Judul : Sandiwara Langit: Sebuah Kisah Nyata Bertabur Hikmah Penyubur Iman
Penulis : Abu Umar Basyier
Penerbit : Shofa Media Publika
Tebal (halaman) : i-xx + 212 + cover

Melihat judulnya sekilas, anda mungkin akan berpikir bahwa ini adalah novel yang berisi cerita fiktif semisal karya-karya Habiburrahman El-Shirazy yang katanya menyejukkan hati. Atau malah buku yang mengupas hukum sandiwara dalam islam. Jawabannya adalah bukan.

Kata sandiwara bagi sebagian orang identik dengan cerita fiktif, padahal tidaklah demikian. Pengertian “sandiwara” dipaparkan pada komentar penduluan yang dibawakan oleh Mahfudz Siddiq, Lc, MA di halaman xv buku ini:

Secara etimologis, kata “sandiwara” berarti drama, kumpulan beberapa babak atau fragmen dalam kehidupan, fiktif ataupun non fiktif.

Pada halaman yang sama, juga dijelaskan maksud dari kata “langit”, yakni:

Sedangkan pengertian langit disini menunjuk kepada “sutradara” yakni yang maha mengatur alam semesta, Allah subhana wa ta’ala.

Buku ini menceritakan kisah nyata seorang pemuda saleh bernama Rizqaan (Semua nama pelaku disamarkan oleh penulis), yang saat berusia 18 tahun (tamat SMA) sangat ingin untuk menikah.

“saya sadar, saya masih terlalu hijau untuk menikah. Tapi saya masih lebih sadar bahwa tanpa menikah, saat ini saya merasa tak kuat menahan godaan syahwat” (hal.2)

Ia pun mendatangi seorang ustadz dan menceritakan keinginannya itu. Ia telah memiliki seorang calon, dan ia ingin melamarnya. Wanita saleha itu bernama Halimah. Namun masih ada satu hal yang mengganjal di hatinya. Ustadz pun menanyakan hal itu, anda pasti bisa menebak apa yang mengganjal di jatinya. Yah..orang tua wanita itu ingin agar suami anaknya adalah lelaki yang sudah mapan, paling tidak telah memiliki sebuah pekerjaan yang layak untuk menghidupi keluarga, sementara ia sama sekali belum memiliki pekerjaan. Sang ustadz pun menjelaskan bahwa syarat yang diajukan oleh orang tua wanita itu logis dan tidak melanggar syariat, karena salah satu kewajiban suami adalah menafkahi istri. Selanjutnya sang ustadz membawakan dalil-dalil dan perkataan ulama, mengenai masalah tersebut.

Singkat cerita, akhirnya orang tua Halimah mengizinkan Rizqaan menikahi putrinya, namun dengan sebuah syarat/tantangan yang bisa dibilang cukup aneh.

Ia menantang, bahwa dalam sepuluh tahun saya harus dapat member penghidupan layak buat putrinya. Kami sudah harus memiliki kehidupan yang berkecukupan. Bila tidak, ia meminta saya menceraikannya. Dan uniknya, dia minta hal itu diucapkan saat akad nikah. Sebagai syarat. (Hal.11-12)

Syarat inilah yang akan menjadi inti dari kisah ini. Mereka pun menikah dan menjalani kehidupan sebagai pasangan suami istri yang berbahagia. Berbagai cobaan, baik suka dan duka mereka lalui, untuk meraih kehidupan yang lebih baik. Lantas apakah yang terjadi selama sepuluh tahun itu? Dan bagaimana akhir dari kisah ini? Sebaiknya saya tidak menceritakannya disini, silahkan membaca bukunya.

Kisah dalam buku ini diceritakan secara sederhana dan wajar oleh sang penulis, tanpa ada dramatisasi yang berlebihan. Latar belakang penulis yang merupakan seorang ustadz tentu memiliki gaya penulisan yang berbeda dengan seorang novelis. Dalam penulisan buku ini, penulis berkonsultasi langsung dengan pelaku, yakni Rizqaan dan ustadz itu. Kisah ini dituturkan dalam sudut pandang ustadz itu. Dalam proses penulisan, penulis juga meminta pelaku untuk membaca terlebih dahulu manuskrip dari buku ini dan meminta mereka untuk mengoreksi.

Secara umum, saya bisa mengatakan bahwa buku ini sungguh luar biasa. Sebuah kisah nyata yang mengharukan, sampai-sampai saya berkali-kali tak dapat menahan tangis. Namun bukan sekedar kisah yang mengharukan, tapi juga banyak pelajaran hidup dan pelajaran agama. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya nukilan ayat Al-Qur’an dan hadits yang diselipkan pada dialog-dialognya. Karenanya berbagai pelajaran dan hukum yang ada terkesan mengalir dan mudah ditangkap oleh pembaca. Kesannya mungkin akan lain, bila pelajaran tadi disuguhkan tidak dalam bentuk cerita. Bagi orang awam, kisah seperti ini tentu terasa lebih menarik, karena terdapat sisi hiburan dan nilai-nilai agama sekaligus.

Silahkan membeli bukunya di toko buku terdekat, atau kalau gak mau, silahkan pinjam pada orang yang punya…Selamat membaca.

Yogyakarta, 19 Juli 2009
06.34

Rabu, 15 Juli 2009

Zikir Pagi Dan Petang: Ringan Di Lidah, Berat Di Timbangan Amal

***
PENDAHULUAN

Ketika mendengar kata zikir pagi dan petang, mungkin yang ada di pikiran teman-teman adalah wirid-wirid yang panjang-panjang dan banyak, sehingga kita sudah alergi duluan buat ngafalinnya. Wah…sayang banget kan, padahal zikir itu adalah kewajiban yang punya keutamaan yang sangat besar.

Nah…untuk itu, disini saya akan memaparkan beberapa zikir pagi dan petang yang insya Allah ringan di lidah kita, dan sebagian mungkin sudah familiar di telinga kita, dan saya yakin ada beberapa yang sudah teman-teman hafal. Zikir-zikir ini saya pilih dari kitab Hisnul Muslim karya Syekh Sa’id bin Wahf Al-Qathani. Kitab ini telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul: Kumpulan Do’a dari Al-Qur’an dan Hadits. E-book nya juga telah tersedia, bagi yang mau bisa di download disini.

Sedikit penjelasan tentang kitab hisnul muslim: Kitab ini merupakan kitab yang berisi kumpulan doa-doa dan zikir Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang disusun dalam 132 bab dan terdiri dari 267 hadits. Kitab ini telah ditakhrij hadits-haditsnya dan terdapat 9 hadits yang lemah/dha’if. Namun, jangan khawatir, karena zikir-zikir pagi petang yang saya bawakan disini diambil dari hadits yang shahih, insya Allah. Untuk mengetahui hadits-hadits mana yang lemah, bisa merujuk pada e-book yang link downloadnya telah saya berikan diatas.


KEUTAMAAN BERZIKIR

Sebelum kita masuk ke zikir pagi dan petang yang saya sebutkan tadi, ada baiknya kita mengetahui dulu keutamaan-keutaman Dzikrullah/mengingat Allah. Berikut beberapa ayat dan hadits yang menyebutkan keutamaan-keutamaannya:

Allah Ta’ala berfirman:

“Karena itu, ingatlah kamu kepadaKu, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu (dengan memberikan rahmat dan pengampunan). Dan bersyukurlah kepadaKu, serta jangan ingkar (pada nikmatKu)”. (Al-Baqarah, 2:152)

“Hai, orang-orang yang beriman, berdzikirlah yang banyak kepada Allah (dengan menyebut namaNya)”. (Al-Ahzaab, 33:42)

“Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, maka Allah menyediakan untuk mereka pengampunan dan pahala yang agung”. (Al-Ahzaab, 33:35)

“Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut (pada siksaanNya), serta tidak mengeraskan suara, di pagi dan sore hari. Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai”. (Al-A’raaf, 7:205)

Rasul Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

“Perumpamaan orang yang ingat akan Rabbnya dengan orang yang tidak ingat Rabbnya laksana orang yang hidup dengan orang yang mati.” (HR. Al-Bukhari dalam Fathul Bari 11/208)

Rasul Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai dengan persangkaan hambaKu kepadaKu, Aku bersamanya (dengan ilmu dan rahmat) bila dia ingat Aku. Jika dia mengingatKu dalam dirinya, Aku mengingatnya dalam diriKu. Jika dia menyebut namaKu dalam suatu perkumpulan, Aku menyebutnya dalam perkumpulan yang lebih baik dari mereka. Bila dia mendekat kepadaKu sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika dia mendekat kepadaKu sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika dia datang kepadaKu dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat”. (HR. Al-Bukhari 8/171 dan Muslim 4/2061. Lafazh hadits ini riwayat Al-Bukhari)

Dan banyak lagi dalil yang menyebutkan keutamaan-keutamaan tersebut.

PEMBAHASAN

Oke, kita masuk ke pokok bahasan, berikut ini zikir-zikir pagi dan petang yang insya Allah mudah untuk diamalkan. Perlu diingat bahwa zikir pagi dan petang yang diajarkan Rasulullah bukan hanya yang saya sebutkan ini, namun masih banyak yang lain. Namun ini yang saya anggap paling ringan dan mudah.

1.Hadits no 75

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم ---- اللّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ لَّهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاء وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَلاَ يَؤُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ

"Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk. Allah tidak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Siapakah yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (Al-Baqarah: 255)"

“Barangsiapa membaca kalimat ini ketika pagi hari, maka ia dijaga dari (ganguan) jin hingga sore hari. Dan barangsiapa mengucapkannya ketika sore hari, maka ia dijaga dari (ganguan) jin hingga pagi hari.”
[HR. Al-Hakim, 1/562. Al-Albani berpendapat hadits tersebut shahih dalam Shahih At-Targhib wat Tarhib 1/273 dan beliau menisbatkan hadits tersebut kepada An-Nasa’i dan Ath-Thabrani, beliau berkata, isnad Ath-Thabrani jayyid’]

Komentar saya:
Mudah kan? tinggal baca audzubillahiminasyaitanirrajim, truz dilanjutin Al-Baqarah ayat 255 alias ayat kursi (udah pada hafal dong?). Hmm...keutamaannya juga mantap tuh, dapet perlindungan dari gangguan jin.=)

2.Hadits no 76

“Barangsiapa membaca tiga surat tersebut (surat Al-ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas) tiga kali setiap pagi dan sore hari, maka dicukupkan baginya dari segala sesuatu.” (HR. Abu Dawud 4/322, At-Tirmidzi 5/567 dan lihat Shahih At-Tirmidzi 3/182)

Komentar saya:
Surat 3-Qul, saya yakin teman-teman sudah menghafalnya sejak SD, jadi gak ada alasan untuk mengatakannya sulit

3.Hadits no 91

(100x) سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِه
"Subhanallahi Wabihamdihi"

“Maha Suci Allah, aku memujiNya.” (Dibaca seratus kali). (HR. Muslim 4/2071)

Komentar saya:
Ini juga pasti mudah, dalam sekali baca pasti udah bisa hafal kan?

3.Hadits no 93

(لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ. (100× إذا أصبح

"Laa ilaha illallahu wahdahu laa sayariikalahu, lahulmulku walahulhamdu, wa huwa 'ala kulli syai in qadir"

"Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagiNya. BagiNya kerajaan dan segala pujian. Dia-lah yang berkuasa atas segala sesuatu.” (Dibaca seratus kali setiap pagi hari).

“Barangsiapa membacanya sebanyak seratus kali dalam sehari, maka baginya (pahala) seperti memerdekakan sepuluh budak, ditulis seratus kebaikan, dihapus darinya seratus keburukan, baginya perlindung-an dari setan pada hari itu hingga sore hari. Tidaklah seseorang itu dapat mendatangkan yang lebih baik dari apa yang dibawanya kecuali ia melakukan lebih banyak lagi dari itu.” (HR. Al-Bukhari 4/95; Muslim 4/2071)

Komentar saya:
Gak panjang-panjang amat, sehari juga bisa dihafalin. Dan liatlah bagaimana keutamaan dari wirid ini, subhanallah...mau?

5.Hadits no 96

(أَسْتَغْفِرُ اللهَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ. (100× في اليوم
"Astaghfirullaha wa atuubu ilaihi"

"Aku memohon ampun kepada Allah dan bertobat kepadaNya. (Dibaca 100 kali dalam sehari)." (HR. Al-Bukhari dengan Fathul Bari 11/101, dan Muslim 4/2075)

Komentar saya:
Gak ada orang yang luput dari dosa, jadi sering2lah bertaubat kepada Allah. Wirid ini bisa jadi pilihan. Dan sekali lagi, ini sangat mudah untuk dihafalkan. Bacalah dimana saja ketika kita ingat (kecuali di WC), sambil jalan, duduk, tiduran, dll...pasti bisa dan sempat.

6.Hadits no 97

(أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ. (3× إذا أمسى

"Audzu bi kalimatillahittammati min syarri ma khalaqa"

"Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk yang diciptakanNya. (Dibaca 3 kali pada sore hari"

“Barangsiapa membaca doa ini pada sore hari sebanyak tiga kali, dia tidak akan tertimpa demam pada malam itu" ,dalam riwayat lain: "tidak berbahaya baginya sengatan (binatang berbisa) pada malam itu”. (HR. Ahmad 2/290, An-Nasa’i dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah, no. 590 dan Ibnu Sunni no. 68. Lihat Shahih At-Tirmidzi 3/187, Shahih Ibnu Majah 2/266 dan Tuhfatul Akhyar, hal. 45.)

Komentar saya:
Doa yang sangat menarik...saya menyebutnya "DOA ANTI-PIRETIK". Silahkan dihafalkan dan diamalkan, mencegah demam kan lebih baik, ya itung-itung mengurangi konsumsi paracetamol.

7.Hadits no 98

(xاَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ. (10

"Allahumma shalli wa sallim 'ala nabiyyina muhammadin (10x)"

“Barangsiapa bershalawat untukku sepuluh kali pada pagi hari, dan sepuluh kali pada sore hari, maka ia akan mendapatkan syafaatku pada hari Kiamat.” (HR. At-Thabrani melalui dua isnad, keduanya baik. Lihat Majma’ Az-Zawaid 10/120 dan Shahih At- Targhib wat Tarhib 1/273)

Komentar saya:
siapa yang gak mau syafaat/pertolongan dari Rasulullah di hari kiamat? padahal hanya beliaulah yang bisa memberi syafaat pada ummat islam di hari itu

PENUTUP

Alhamdulillah, inilah 7 zikir pagi dan petang yang insya Allah mudah untuk dihafalkan dan diamalkan. Kalo ingin mengetahui zikir dan doa yang lain-lain, silahkan merujuk langsung pada kitab sumbernya (HISNUL MUSLIM).
Wallahu ta'ala a'lam bishawab

Semoga bermanfaat.
Barakallahu fiikum

Yogyakarta, 15 Juli 2009
23.42

Selasa, 30 Juni 2009

Ketika Cinta...

***

Ketika aku mencari eksistensi kecintaan kepada makhluk. Maka aku tidak menemukan apa-apa kecuali angan-angan dan kekosongan.

Namun ketika aku mengenal kecintaan kepada sang Khalik. Maka disitulah aku menemukan arti cinta yang sesungguhnya.


Payakumbuh, 27 Juni 2009
21.00





Aku Ingin

***

Aku ingin mengabadikan saat-saat dalam hidupku dengan untaian kata-kata yang indah dan bijak

Aku ingin menulis semua yang aku tahu

Aku ingin orang-orang mengetahui semua yang aku tahu

Aku ingin mereka mengambil pelajaran darinya

Aku ingin meninggalkan lembaran-lembaran ilmu yang bermanfaat, meskipun aku tak lagi di dunia

Aku ingin seperti mereka...para Ulama


Payakumbuh, 27 Juni 2009
00.36




Minggu, 14 Juni 2009

Masih Misteri

Masih Misteri

Senyum itu, tanda apakh?
Menyapa hati, tnpa kata..

Di ujung kasih, masih brtanya, pada siang bnderang
Diantara lelah dan riuh

kuambil tanya, dan jadikan diam.
Jdikan sekat senyum itu, yg msh tertutup.. sbagai misteri, masih misteri..smpai wktu yg dinanti

desa Cikuntul,Karawang,Jabar
14 juni 2009
14.17


Sabtu, 06 Juni 2009

Hukum main Kartu dan Catur

***
Seorang teman bertanya tentang hukum bermain kartu tanpa taruhan, berikut kutipan fatwa-fatwa ulama tentang hal tersebut:

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum permainan kartu dan catur ?

Jawaban.
Para ulama telah menggariskan bahwa kedua permainan tersebut hukumnya haram. Ini disebabkan permainan tersebut dapat membuat kita lalai dan menghalangi kita untuk mengingat Allah, dan dimungkinkan permainan itu dapat menimbulkan permusuhan di kalangan pemain. Selain itu, permainan tersebut mengandung unsur perjudian. Sebagaimana diketahui bahwa hal itu dilarang untuk dilakukan oleh orang-orang yang ikut andil dalam suatu perlombaan kecuali yang telah digariskan oleh syari'at, yaitu ada tiga : Lomba memanah, Pacuan Unta dan Kuda.

Orang yang mengetahui bentuk permainan catur maupun kartu akan memahami bahwa kedua permainan tersebut mebutuhkan waktu yang lama sehingga dapat menyebabkan para pemainnya menghabiskan waktu mereka pada sesuatu yang tidak bermanfaat selain memalingkan mereka dari ketaatan kepada Allah.

Sebagian orang berkata, "Sesungguhnya permainan kartu dan catur membuka akal pikiran dan menumbuhkan kecerdasan". Tapi kenyataannya sangat bertentangan dengan apa yang mereka katakan, bahkan permainan itu dapat melemahkan akal dan membuat pemikiran menjadi terbatas hanya pada bidang itu saja, sedangkan bila pikiran itu digunakan pada bidang lain, tidak akan ada pengaruhnya sama sekali. Maka dari itu, karena sifatnya yang melemahkan dan membatasi pikiran, maka orang-orang yang berakal wajib untuk menjauhi kedua permainan tersebut [Fatawa Islamiyah, Ibnu Utsaimin, 4/437]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-3, Darul Haq]

Pertanyaan
Al-Lajnah Da'imah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta ditanya : Bila permainan kartu tidak membuat lalai dari shalat dan tanpa memberi sejumlah uang (bertaruh) apakah itu termasuk hal yang diharamkan ?

Jawaban
Tidak boleh bermain kartu meskipun tanpa bertaruh karena pada hakikatnya permainan tersebut membuat kita lalai untuk mengingat Allah dan melalaikan shalat, walaupun sebagian orang menduga atau menganggap bahwa permainan itu tidak menghalangi dzikir dan shalat. Selain itu, permainan tersebut merupakan sarana untuk berjudi yang merupakan sesuatu yang patut dijauhi, sebagaimana firman Allah.

"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan" [Al-Maidah : 90]

Semoga Allah memberi petunjuk. Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad beserta keluarga dan para sahabatnya.

[Fatawa Al-Islamiyah, Al-Lajnah Ad-Da'imah 4/435] [Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-3, Darul Haq]

Tentang facebook dan produk kafir lainnya (2)



***
Masih berhubungan dengan posting sebelumnya, artikel ini juga saya copas dari milis, dan masih merupakan kelanjutan dari yang sebelumnya:

Berbuat Baik dan Berlaku Adil pada Orang Kafir

Setelah kita mengetahui berbagai macam bentuk loyal di atas, maka ketahuilah bahwa tidak loyal (wala’) pada orang kafir bukan berarti kita boleh berbuat baik dan berlaku adil kepada mereka. Ingatlah bahwa loyal dan berbuat baik adalah dua hal yang berbeda, begitu pula berlaku adil dan berkasih sayang. Allah memerintahkan kita berbuat baik dan berlaku adil pada orang kafir selama mereka tidak memerangi kaum muslimin.

Wahai saudaraku ... Semoga engkau dapat memperhatikan firman Allah Ta’ala berikut ini.

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah: 8)

Lihatlah dalam ayat di atas, Allah Ta’ala memerintahkan untuk berbuat baik dan berlaku adil, namun ingat bahwa ini semua tidak menunjukkan sikap loyal (wala’) dan cinta. Bedakanlah baik-baik hal ini.

Semisal pula Allah menceritakan bagaimanakah sikap tatkala bermu’amalah dengan orang tua yang kafir. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِن جَاهَدَاكَ عَلى أَن تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفاً وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku.” (QS. Luqman: 15).

Terhadap orang tua yang kafir saja, Allah Ta’ala memerintahkan untuk berbuat baik.
Namun sekali lagi perlu diketahui bahwa berbuat baik pada orang tua di sini (yaitu dalam urusan duniawiyah) sangat berbeda dengan mawaddah kepada mereka (rasa cinta yang bukan tabi’at). Allah Ta’ala berfirman,

لَا تَجِدُ قَوْماً يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءهُمْ أَوْ أَبْنَاءهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ

“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (QS. Al Mujadilah: 22)

Bahkan dengan menunjukkan perilaku dan mu’amalah yang baik dengan orang tua yang kafir atau orang kafir lainnya, ini akan mendorong mereka untuk masuk Islam.
Bukti bahwa Mu’amalah dengan Orang Kafir Tidak Termasuk Loyal (Wala’)

Mungkin masih banyak yang bertanya. Apakah jika kita tidak boleh berloyal pada orang kafir, itu berarti kita tidak boleh bermuamalah dan menggunakan produk mereka?
Ingatlah bahwa haramnya loyal (wala’) pada orang kafir, ini bukan berarti kita tidak boleh bermuamalah dengan mereka. Jadi tidaklah terlarang melakukan jual-beli barang-barang yang bernilai mubah dan memanfaatkan keahlian mereka.

Kami akan memberikan beberapa bukti yang menunjukkan bolehnya hal ini.

[Pertama]
Sebuah hadits yang dibawakan oleh Bukhari dalam kitab shahihnya pada Bab “Muamalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama orang Yahudi Khoibar.” Yaitu dalam hadits tersebut diceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama Abu Bakr pernah memberi upah kepada salah seorang dari Bani Dil sebagai penunjuk jalan dan mengantar keduanya sampai ke Madinah. (Shahih Bukhari, 2/790)

[Kedua]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa bermuamalah dengan orang Yahudi, bahkan ketika beliau meninggal dunia, Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan bahwa ketika itu baju besi beliau tergadai di tempat orang Yahudi untuk membeli makanan gandum sebanyak 30 sho’. (Shahih Bukhari, 3/1068)
Imam Syafi’i dan Al Baihaqi mengatakan bahwa orang Yahudi tersebut bernama Abusy Syahm. (Fathul Bari, 5/140)

Dari hadits ini, Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan,
وفي الحديث جواز معاملة الكفار فيما لم يتحقق تحريم عين المتعامل فيه
“Dalam hadits ini terdapat pelajaran tentang bolehnya bermua’amalah dengan orang kafir selama belum terbukti keharamannya.” (Fathul Bari, 5/141)

[Ketiga]
Sebagaimana diceritakan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah mengirim utusan kepada orang Yahudi untung membeli pakaian darinya dengan pembayaran yang ditunda, tetapi orang Yahudi tersebut menolaknya. (Al Jami’ Ash Shahih Sunan At Tirmidzi, 3/518)

Ketiga bukti di atas cukuplah sebagai dalil bolehnya bermuamalah dan melakukan jual beli dengan orang kafir.

Bolehkah Menggunakan Produk Orang Kafir?

Perlu diketahui, sebagaimana kaedah yang digariskan oleh para ulama bahwa hukum asal segala barang adalah halal dan boleh digunakan. Oleh karena itu, barangsiapa yang menyatakan bahwa makanan A, minuman B, pakaian C itu haram, dia harus mendatangkan dalil shahih dari Allah dan Rasul-Nya. Jika tidak ada dalil yang menunjukkan haramnya, maka barang-barang tersebut kembali ke status asalnya yaitu halal dan boleh digunakan.

Oleh karena itu, boleh bagi kita menggunakan produk orang datang karena tidak ada dalil dalam Al Qur’an atau pun dari hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan terlarangnya hal ini. Bahkan ada terdapat beberapa bukti bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah menggunakan produk orang kafir dan ini menunjukkan bolehnya hal ini. Bukti tersebut di antaranya:

[Pertama]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memakai baju buatan Yaman sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sakit, beliau keluar memakai baju qithriyyah (yaitu baju bercorak dari Yaman yang terbuat dari katun) (Lihat Mukhtashor Asy Syamail hal. 49. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa riwayat ini shahih).

Perlu diketahui bahwa kebanyakan penduduk Yaman ketika itu adalah orang-orang kafir.

[Kedua]
Diceritakan pula bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menggunakan khuf buatan Habasyah (Ethiopia) yang ketika itu adalah negeri kafir. Hal ini sebagaimana diceritakan oleh Buraidah:

أن النجاشي أهدى النبي صلى الله عليه و سلم خفين أسودين ساذجين فلبسهما ثم توضأ ومسح عليهما

“Raja Najasyi pernah memberi hadiah pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dua buah khuf yang berwarna hitam yang terlihat sederhana, kemudian beliau menggunakannya dan mengusap kedua khuf tersebut.” (Lihat Mukhtashor Asy Syamail hal. 51. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa riwayat ini shahih)

Siapa yang Berhak Mengharamkan?
Tidakkah sampai kepada orang-orang yang sering menyeru pemboikotan terhadap produk orang kafir, pemboikotan terhadap coca-cola, Mc Donald, Pizza Hut, facebook yaitu bukti-bukti yang menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bermuamalah dengan orang kafir, bahkan menggunakan produk mereka dan menerima hadiah padahal hadiah tersebut asalnya adalah produk orang kafir[?] Tidakkah mereka melihat bukti-bukti di atas dengan mata hati bukan dengan hawa nafsu[?]



Kenapa barang-barang tersebut mesti diboikot[?] Padahal orang yang memboikot tersebut bukanlah pemerintah yang memiliki wewenang dan kekuasaan[?] Kenapa mereka mengharamkan barang-barang yang sebenarnya halal[?]

Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللّهِ الَّتِيَ أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالْطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ قُلْ هِي لِلَّذِينَ آمَنُواْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

“Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan- Nya untuk hamba-hamba- Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat ." Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.” (QS. Al A’raaf: 32).

Dalam ayat ini, Allah Ta’ala mengingkari siapa saja yang mengharamkan makanan, minuman, pakaian, dan semacamnya, padahal tidak Allah haramkan.
Allah Ta’ala berfirman,

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الأَرْضِ جَمِيعاً

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu”. (QS. Al Baqarah: 29). Maksudnya, adalah Allah menciptakan segala yang ada di muka bumi ini untuk dimanfaatkan. Itu berarti diperbolehkan selama tidak dilarang oleh syari’at dan tidak mendatangkan bahaya.

Jadi, mengharamkan sesuatu haruslah berdasarkan dalil dari Allah dan Rasul-Nya. Jika tidak ada, maka kita kembali ke hukum asal setiap barang atau benda yaitu halal.
Yang Seharusnya Diboikot

Wahai para pemboikot produk orang kafir ... Seharusnya yang kalian boikot adalah pemikiran orang kafir. Demokrasi, demonstrasi, sistem partai itu semua berasal dari orang kafir. Namun, produk ini malah dibela mati-matian dan dianggap halal. Sungguh aneh, tetapi itu betul nyata terjadi. Oleh karena itu, yang seharusnya dan tepat untuk ditinggalkan adalah pemikiran, aqidah dan kebiasaan orang kafir, bukan malah produknya yang ditentang mati-matian.

Jika seseorang menginginkan islam itu jaya, maka seharusnya yang dilakukan adalah kembali kepada ajaran Islam yang benar. Sebagaimana Umar bin Al Khattab pernah mengatakan,

إنا كنا أذل قوم فأعزنا الله بالإسلام فمهما نطلب العز بغير ما أعزنا الله به أذلنا الله

“Kami dulu adalah kaum yang paling hina maka Allah memuliakan kami dengan Islam. Selama kami mencari izzah (kemuliaan) dengan selain Islam, maka Allah akan menghinakan kami.” (Diriwayatkan oleh Al Hakim dalam Mustadroknya, 1/130. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targib wa At Tarhib: 2893)

Melihat Fatwa Ulama
Sebagai orang yang ingin selalu mencari kebenaran, ketika tersesat atau bingung mau berjalan ke mana, tentu akan bertanya pada orang yang lebih mengetahui jalan tersebut. Dalam masalah diin (agama), tentu saja ketika bingung, ulama-lah yang jadi tempat bertanya. Allah Ta’ala berfirman,

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (QS. An Nahl: 43 dan Al Anbiya’: 7)

[Fatwa Pertama]
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah pernah ditanyakan, “Wahai Syaikh yang mulia, ada sebuah minuman yang dinamakan Coca-Cola yaitu minuman produk perusahaan Yahudi. Apa hukum meminum minuman ini dan apa hukum menjualnya? Apakah kalau menjualnya termasuk bentuk tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan?”
Syaikh rahimahullah menjawab,

“Apakah tidak sampai padamu hadits yang menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membeli makanan dari seorang Yahudi untuk keluarganya, lalu tatkala beliau meninggal dunia, baju besinya masih tergadai pada orang Yahudi tersebut?
Apakah juga tidak sampai padamu hadits yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menerima hadiah dari seorang Yahudi.

Jika kita mengatakan: Jangan menggunakan produk Yahudi atau jangan memakan produk Yahudi, maka akan luput nantinya berbagai hal yang dinilai manfaat semacam mobil-mobil yang kebanyakan dikerjakan oleh orang Yahudi atau akan hilang di tengah-tengah hal-hal yang bermanfaat lainnya yang hanya diproduksi oleh orang-orang Yahudi.

Memang benar bahwa minuman semacam ini kadang ada unsur bahaya dari orang Yahudi karena sudah diketahui bahwa orang Yahudi bukanlah orang yang amanat. Contohnya adalah mereka pernah meletakkan racun pada daging kambing yang dihadiahkan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala kematian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau mengatakan, “Aku terus merasakan rasa sakit disebabkan makanan yang dulu pernah kumakan di Khoibar. Karena racun inilah terputuslah urat nadiku (kematianku)” . Oleh karena itu, Az Zuhri rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat karena dibunuh oleh orang-orang Yahudi. Semoga Allah melaknati mereka. Semoga Allah juga melaknati orang-orang Nashrani.” Jadi, mereka semua tidak dapat dipercaya, baik orang Yahudi maupun Nashrani. Akan tetapi, aku menduga bahwa barang yang sampai kepada kita ini pasti sudah dicek dan sudah diuji keamanannya, juga sudah diketahui bermanfaat ataukah tidak.” (Kaset Liqo’ Al Bab Al Maftuh no.64)

[Fatwa Kedua]
Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhohullah pernah ditanyakan, “Wahai Syaikh yang mulia, terpampang di koran-koran saat ini seruan untuk pemboikotan produk Amerika. Di antaranya apa yang tertulis hari ini bahwa para ulama kaum muslimin menyeru pemboikotan dan aksi ini dikatakan fardhu ‘ain, setiap muslim wajib melakukan pemboikotan ini. Ada yang mengatakan bahwa membeli satu saja dari barang-barang ini adalah haram dan pelakunya telah berbuat dosa besar, telah menolong Amerika dan membantu Yahudi memerangi kaum muslimin. Saya mengharap Syaikh yang mulia bisa menjelaskan hal ini.”

Syaikh hafizhohullah menjawab,
“Yang pertama: Saya meminta salinan surat kabar atau perkataan yang disebutkan oleh penanya tadi. Yang kedua: fatwa semacam tadi tidaklah benar. Para ulama tidak berfatwa bahwa produk Amerika itu haram. Produk-produk Amerika tetap ada dan masih dipasarkan di tengah-tengah kaum muslimin. Jika engkau tidak membeli produk Amerika, itu pun tidak membahayakan mereka. Memboikot produk tertentu hanya boleh dilakukan jika ada keputusan dari penguasa kaum muslimin. Jika penguasa kaum muslimin memerintahkan untuk memboikot suatu produk, maka kaum muslimin wajib untuk memboikot. Adapun jika itu hanya seruan dari person-person tertentu dan mengeluarkan suatu fatwa, maka ini berarti telah mengharamkan apa yang Allah halalkan.” (Dari kaset Fatwa Ulama dalam Masalah Jihad dan Aksi Bunuh Diri dari Tasjilat Minhajus Sunnah Riyadh. Dinukil dari Majalah Al Furqon, IV/12)

Kesimpulan
Seorang muslim dilarang untuk loyal (wala’) pada orang kafir, di antara bentuknya adalah menyerupai mereka (tasyabbuh) dalam hal yang menjadi ciri khas mereka. Namun ini bukan berarti kita tidak boleh bermuamalah dan menggunakan produk mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga para sahabat beliau sering bermuamalah, bahkan menggunakan produk orang kafir. Jadi, menggunakan produk mereka semacam meminum coca-cola, menggunakan facebook, dan membeli software-software mereka tidak termasuk wala’ (loyal ) terhadap mereka. Perhatikanlah hal ini. Juga yang perlu diperhatikan lagi bahwa yang berhak melakukan pemboikotan bukan asal sembarang karena pemboikotan adalah masalah siyasah. Sehingga yang boleh melakukan pemboikotan terhadap produk orang kafir hanyalah pemerintah atau orang yang berkuasa.
Semoga Allah memahamkan kaum muslimin terhadap aqidah yang mulia ini yaitu berlepas diri dari orang-orang kafir dan tidak loyal terhadap mereka.
Semoga Allah memberikan kita ilmu yang bermanfaat, amalan yang sholeh dan rizki yang thoyib.

Alhamdulillahilladz i bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.


Al Faqir Ilallah: Muhammad Abduh Tuasikal
Disusun di Mediu LC Yogyakarta, 12 Jumadits Tsani 1430 H.

--
****

Tambahan (dari iroel):

Namun, yang perlu diperhatikan bahwa penggunaan facebook bisa menjadi haram, tergantung dari untuk apa pemakaiannya. Beberapa contoh yang dapat menyebabkan keharamannya adalah:
- Memandang laki-laki atau perempuan yang bukan mahram, apalagi yang tidak menutup aurat. Kae=rena hal ini dilarang, baik melihat secara langsung, maupun melalui foto (facebook). Hal ini tidak diperbolehkan karena dapat menimbulkan fitnah (syahwat).
- Digunakan untuk sarana penipuan
- Penggunanya lalai dari sesuatu yang wajib (misalnya facebook-an sampai lupa atau terlambat shalat, dll)
- dan segala sesuatu yang hukumnya haram.

Maka pesan dari saya:
gunakanlah facebook untuk hal-hal yang bermanfaat, seperti menjaga tali silaturahmi (khususnya untuk kerabat yang berjauhan), berdakwah, mengajarkan ilmu yang bermanfaat, saling menasehati, dll. Dan jangan sampai facebook melalaikan anda dari hal-hal yang lebih utama. Ingat, gunakan waktu kita sebaik-baiknya untuk hal-hal yang bermanfaat, dan tidak ada hal yang lebih bemanfaat, selain beribadah dan belajar.

Wallahu ta'ala a'lam bishawab